Himpunan Mahasiswa Sastra Asia Barat Keluarga Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Himab KMFIB-UH) mengadakan Seminar Literasi dan Bedah Buku “Kawan Rebahan; Ektensialisme, Tubuh, dan Covid-19” yang bertemakan “Dari Literasi Pandemi ke Pandemi Literasi”, Rabu (29/12).
Kegiatan ini merupakan salah satu program kerja dari Divisi Keilmuan dan Kerohanian yang bertujuan meningkatkan kesadaran berliterasi khususnya warga Himab KMFIB-UH dan warga KMFIB-UH umumnya.
Dipandu Ketua Himab KMFIB-UH, Ahmad Nurfajri Syahidallah, kegiatan ini menghadirkan Penulis buku “Kawan Rebahan; Eksistensialisme, Tubuh, dan Covid-19”, Bahrul Amsal dan Alumni Sastra Prancis 2009, Apriadi Bumbungan sebagai narasumber.
Pada kesempatannya, Bahrul mengungkapkan, buku yang ia tulis tersebut merupakan kumpulan dari beberapa esai yang ditulisnya selama pandemi Covid-19.
Ia juga mengatakan kepada mahasiswa agar tidak boleh jauh-jauh dari yang namanya literasi. “Gerakan akademik ilmiah harus menjadi fondasi kegiatan aktivisme rekan-rekan mahasiswa,” ujar Bahrul.
Dosen Universtas Teknologi Sulawesi itu mengingatkan, eksistensialitas mahasiswa tidak hanya terkungku pada paradigma turun ke jalan semata, akan tetapi gerakan mahasiswa juga dapat tersalurkan melalui kegiatan akademik seperti membaca buku, menulis jurnal, ataupun menghadiri seminar.
“Energi aktivisme mahasiswa tidak hanya tersalurkan melalui medium-medium gerakan sosial berbasis jalanan saja, tetapi harus dikembalikan kepada ‘fitrahnya’ yakni dalam konteks akademik ilmiah,” pungkas Bahrul.
Selanjutnya, Apriadi Bumbungan secara spesifik membedah isi buku Kawan Rebahan. Ia menjelaskan seperti apa sebenarnya literasi itu dan apa pentingnya berliterasi khususnya bagi kalangan mahasiswa. “Implikasi dari memahami literasi (mulai dari baca tulis sampai pada literasi lingkungan) adalah kemampuan diri kita untuk lebih kritis dan peka terhadap lingkungan,” ujar Apriadi.
Perihal eksistensialisme, Apriadi juga sedikit mengkritisi dan merefleksikan gerakan mahasiswa saat ini, khususnya warga KMFIB-UH. Menurutnya, adanya jargon-jargon Iron Stock, Agen of Change, ataupun Social of Control seakan hanya angin lalu.
“Eksistensialisme seorang mahasiswa tidak akan berarti jika tidak ada sebuah gerakan dan kesadaran,” kata Apriadi.
Tak lupa, Ia juga berpesan agar di masa pandemi ini perlu adanya sikap kolaboratif dalam menghadapinya. “Covid-19 haruslah menjadi sebuah arena untuk berkolaborasi membangun kepekaan dan kesadaran yang kolektif,” jelas Apriadi.
Jafir Ramadhan