Belakangan ini sangat banyak terungkap kasus pelecehan seksual. Yang menjadi buah bibir belakangan, yaitu kasus seorang pemilik dan pengurus Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru, Bandung berinisial HW menjadi pelaku pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Setidaknya, terdapat 13 santri yang menjadi korban sejak 2016-2021.
Pelecehan seksual tidak hanya melalui fisik, seperti tindakan pemerkosaan atau paksaan untuk melakukan hubungan intim, namun pelecehan seksual dapat juga dalam bentuk verbal atau ucapan seperti, menggoda dan berbicara tidak senonoh.
“Pelecehan seksual tidak mesti langsung menyerang organ seksual tetapi dapat juga melalui verbal,” jelas Salma Tajang S S, seorang aktivis dan pegiat perempuan dan anak dikutip dari website identitasunhas.com.
Perilaku ini dapat mengganggu mental maupun fisik korban akibat ketidaknyamanan, rasa tersinggung, dan martabat yang direndahkan bahkan trauma yang dirasakan.
Salma juga menyebutkan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kekerasan seksual.
“Salah satunya ada kesempatan. Penyebab lainnya juga bisa persoalan kebutuhan, faktor ekonomi, faktor keluguan, serta kurangnya pemahaman tentang edukasi seksual,” ujar Salma saat ditemui di Sekolah Pascasarjana Unhas, Jumat (18/12/2020).
Kemudian, menelusuri kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Pada 2021, terungkap beberapa kasus pelecehan seksual di sejumlah kampus di Indonesia.
Seperti yang dialami mahasiswi di Universitas Riau (UNRI) yang dilecehkan saat proses penyelesaian skripsi. Ada pula mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang mendapat perlakuan pelecehan dari salah seorang dosen.
Lantas, apakah di Universitas Hasanuddin pernah terjadi tindak pelecehan seksual? Benar saja, kasus pelecehan seksual sudah terjadi beberapa kali di universitas yang terkenal dengan almamater merahnya ini.
Berdasarkan bundel identitas Maret 2004, kasus pelecehan terjadi di Asrama Mahasiswa (Ramsis) Putri Blok 3F. Hal ini menimpa seorang mahasiswi bernama Athifah dari Jurusan Pertanian angkatan 2001 pada pukul 03.00 Wita.
Kejadiannya, lampu kamar padam dan seorang pria jangkung berdiri disampingnya. Lantas Athifa berteriak meminta tolong. Namun sayangnya, pria yang nyaris merenggut ‘kehormatannya’ itu melarikan diri.
Kasus lain juga terjadi pada Januari 2005 yang dikutip dari bundel identitas, pasalnya mahasiswa Unhas, Hary (nama samaran) tega menggugurkan kandungan pacarnya demi menutup aib dari hubungan terlarang mereka. Hal itu dilakukan atas kesepakatan mereka berdua.
Setelah berhasil mengeluarkan kandungannya, Hary menguburkan janin tersebut di sekitar danau Unhas, namun tindakan tersebut diketahui seorang satpam. Usahanya tersebut membuatnya mendekam dibalik jeruji besi. Selain kasus Hary, kasus pembuangan janin di sekitar kampus memang sudah beberapa kali terjadi di tahun itu.
Kemudian pada bundel identitas 2013, lagi-lagi terjadi di Ramsis, kali ini melibatkan seorang satpam sebagai pelaku. Ia terlihat sedang mengintip salah satu kamar mahasiswi Ramsis di Blok H pada pukul dua dini hari.
Lain halnya yang dengan seorang mahasiswi yang bernama Lulu (nama samaran) dan teman-temannya. Ia merasa risih jika terdapat laki-laki masuk ke kamar mandi perempuan. Padahal diketahui pria dan wanita memiliki kamar mandi masing-masing.
“Saya kaget waktu mau mandi, tiba-tiba satpam laki-laki masuk WC, kita tidak tahu mau apa itu orang, mandi atau hanya buang air tapi tetap merasa tidak enak,” ujarnya.
Tak hanya menyerang mahasiswa, pelecehan seksual juga terjadi pada Cleaning Service (CS). Berdasarkan bundel identitas 2018, mahasiswa dan CS melakukan aksi solidaritas di depan Gedung Rektorat Unhas, salah satu tuntutannya ialah tindak lanjut atas kasus pelecehan yang dialami salah satu CS yang dilakukan oleh pengawas.
Setelah berorasi, perwakilan mahasiswa dan CS bertemu dengan pihak Unhas dan Manager Operasional PT Mitra Clean di Ruang Kerja Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, tepatnya di lantai II Gedung Rektorat Unhas.
Dalam pertemuan, disebut kasus pelecehan ini telah selesai secara kekeluargaan. CS (korban) dan pengawas (pelaku) telah menandatangani surat pernyataan yang ditangani oleh Satuan Pengamanan Tertutup.
“Saya rasa itu sudah selesai karena sudah ada tanda tangan di atas materai dan kasus itu juga sudah lama ditutup,” kata Manajer Operasional PT Mitra Clean, H Muslimin, dikutip dari website identitasunhas.com, Senin (5/2/2018).
Dari beberapa kasus tersebut, lingkungan kampus menjadi tempat pelecehan yang dapat terjadi dengan mudah kepada dosen, mahasiswa, pegawai, serta CS. Bahkan hingga saat ini, masih banyak kasus yang belum terungkap. Merespon hal tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan Peraturan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Saeful Musawwir