Dalam rangka menghadapi aktivitas luring di lingkungan kampus, Program Studi Psikologi Universitas Hasanuddin (Unhas) mewadahi mahasiswa dengan melaksanakan Seminar Mental Health di Auditorium Prof. Amiruddin, Sabtu (04/06).
Kegiatan yang mengusung tema “Merawat Well-Being dari Berbagai Perpektif: Berdamai dengan Aktivitas Luring” ini mengundang enam pembicara dengan keahlian di bidang masing-masing.
Dr Yahya Kadir MA, salah satu narasumber yang hadir dengan membawa materi mental health dari perspektif budaya. Ia membahas tentang “Dimensi Budaya dalam Merawat Well-Being di Era Transisi Pandemi ke Endemi Covid-19.”
Sebelum masuk ke materi inti, terlebih dahulu Yahya menjelaskan mengenai konsep kebudaayan dan mengemukakan beberapa masalah di fase awal merebaknya Covid-19.
“Pada masa awal pandemi, terdapat tiga masalah utama yang muncul, yakni tentunya masalah kesehatan, psikososial yang menyebabkan stress berat pada masyarakat karena pemberlakuan social distancing , hingga merambat ke sosial ekonomi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yahya menerangkan hubungan budaya dengan well-being pada era transisi sekarang. Menurutnya, budaya turut menyumbangkan solusi sekaligus hambatan penanggulangan Covid-19.
“Ada dua faktor budaya yang dapat menanggulangi Covid-19, diantaranya pertama, matema to mapatae matepa dua tellu to massolla-solla’e. Artinya, terdapat nilai budaya yang mengharuskan upaya pemeliharaan kesehatan sebagai hal yang utama. Kedua, ya tutu ya upa, ya pacapa ya cilaka, berarti mereka yang waspada akan terhindar dari bahaya, begitupun sebaliknya,” jelasnya.
Budaya penghambat Covid-19 lebih mengarah pada kebiasaan berkumpul yang masih sulit diubah serta sikap patalis masyarakat, yaitu kecenderungan pola pikir yang membawa diri pada keadaan pasrah dalam menjalani hidup dan mindset masyarakat yang baru percaya ketika telah mengalaminya.
Menutup presentasi, Yahya memberikan solusinya terkait bagaimana merawat well-being di era transisi epidemi ke endemi Covid-19.
“Meskipun angka kematian sudah bisa dikendalikan, namun Covid-19 masih ada dan berpotensi menginveksi individu. Untuk itu, kebijakan pelonggaran Protokol Kesehatan (Prokes) tidak seharusnya ditanggapi secara euforia. Tetapi setiap orang seyogyanya tetap menjaga perilaku hidup sehat dan bersih, tetap menerapkan prokes, serta menghindari tekanan yang berujung pada distres,” tutupnya.
Miftahul Janna