Tinggal jauh dari orang tua menimbulkan ribuan rasa yang bercampur bagaikan nano-nano. Mengapa demikian? Hidup bersama ayah dan ibu bagaikan di surga rasanya. Bangun tidur, makanan sudah disediakan oleh ibunda tercinta, pulang bepergian, lipatan pakaian yang harum mewangi sudah tersedia di dalam kamar. Semua kebutuhan terutama financial support tersedia dan tinggal bilang kepada orang tua. Sebaliknya, kehidupan sebagai anak kos yang semuanya dilakukan secara mandiri seringkali terasa sangat berat dan mengiris kalbu. Semua urusan domestik harus diselesaikan secara mandiri dan tepat waktu. Sebenarnya tinggal di tempat kos memberikan banyak manfaat untuk melakukan sosialisasi dengan orang lain, belajar mengambil keputusan secara mandiri sekaligus memberikan gambaran nyata tentang kehidupan di luar rumah yang tidak selalu terlihat indah di depan mata.
Setahun yang lalu, tepatnya pada hari Selasa tanggal 20 Juli 2021, saya melaksanakan salat Idul Adha di Colorado Moslem Community Center (CMCC). Saat itu saya menjadi seorang Visiting Scholar yang melaksanakan penelitian di University of Colorado Denver dengan dibiayai oleh beasiswa Fulbright yang berpusat di New York, Amerika Serikat. Seseorang yang berada di perantauan, jauh dari keluarga dan sahabat seperti yang saya alami saat itu, tentulah merasakan sepi. Saya harus beradaptasi di negara yang makanan dan budayanya sangat berbeda dengan Indonesia. Saya merasa sangat bersyukur karena sahabat saya Malahayati Balqis Muhammad (yang akrab saya panggil Balqis), bersedia mengajak saya bertemu dengan keluarganya yang tergabung di dalam komunitas Malaysia di state Colorado. Saya merasa sangat bersyukur diajak ke komunitas Malaysia karena selama enam bulan bertinggal di Denver, ibukota Colorado, saya tidak pernah bertemu dengan orang Indonesia.
Saya bertinggal di asrama mahasiswa, namanya Lynx Crossing. Balqis adalah sahabat saya sesama muslim dan kami sangat akrab. Dia banyak sekali membantu saya menunjukkan toko makanan halal dan enak, mengantarkan kemana membeli sepatu dan baju dengan harga yang sesuai dengan kantong mahasiswa, dan segala macam keasyikan lainnya. Rasa lelah dan sedih karena jauh dari keluarga sungguh tidak terasa jika kita menemukan sahabat yang sehati di tempat perantauan.
Momen unik saat saya melakukan salat Idul Adha di Colorado adalah, pelaksanaannya dilakukan dalam tiga sesi di hari yang sama. Hanya saja jadwalnya berbeda. Sesi pertama dimulai pada pukul 6.30 AM dengan imam bernama Umar Mitchell, sesi kedua pukul 07.30 AM, imamnya Idris Akbar dan sesi terakhir pukul 8.30 AM, imamnya Syaikh Moursi. Khutbahnya disampaikan dalam bahasa Arab tanpa penerjemah. Balqis memilih waktu salat Idul Adha sesi ketiga karena asrama yang kami tempati jauh jaraknya dari lokasi pelaksanaan salat Idul Adha. Perjalanan ditempuh dengan light train disambung dengan mobil pribadi milik aunty Siti (tantenya Balqis). Ibu Malaysia nan ramah ini membawa ketiga anaknya untuk bertemu dengan kami. Suasana menjadi sangat meriah sepanjang perjalanan menuju tempat salat Idul Adha yang berada di luar kota Denver.
Salat Idul Adha dilakukan di gedung bertingkat dua dengan kaum lelaki melaksanakan ibadah di lantai dasar, perempuan dan anak-anak berada di lantai dua. Para muslimahnya campuran dari berbagai ras antara lain: Afrika, Arab, dan Asia. Tidak satupun dari mereka mengenakan mukenah saat melaksanakan salat (termasuk sahabat saya Balqis, aunty Siti dan anaknya Atikah). Saya merasa menjadi beda sendiri karena mengenakan mukenah saat melaksanakan salat Idul Adha. Protokol kesehatan dengan cara memakai masker tetap dijalankan untuk jamaah, tetapi ada juga yang tidak memakai masker sama sekali. Saya menduga para jamaah tanpa masker tersebut sudah mendapatkan vaksinasi untuk Covid-19.
Pada hari kerja, gedung CMCC digunakan sebagai Taman Kanak-Kanak kaum Muslim dan tempat pengajian. Peristiwa yang sangat mengharukan adalah saat selesai khutbah, para jamaah dilarang pulang karena pada hari istimewa itu dikukuhkan keislaman seorang lelaki bule yang menjadi mualaf. Setelah prosesi selesai, para muslimin dan muslimah bertepuk tangan gembira. Beberapa orang lelaki menyalami dan memeluk sang muallaf yang tampak begitu terharu.
Selesai salat Idul Adha, saya dan Balqis menuju ke rumah aunty Siti untuk menikmati menu khas Idul Adha made in America. Sebagai anak kos di perantauan, saya merasa sangat senang karena berjumpa dengan masakan kari daging, lontong, sambal goreng, ayam bakar, es buah, dan aneka masakan khas lebaran lainnya. Maklumlah Malaysia adalah negara yang serumpun dengan Indonesia sehingga terdapat kesamaan masakan, budaya, dan kebiasaan dalam merayakan hari lebaran. Selepas salat Dhuhur, kami menuju ke rumah Warga Malaysia lainnya untuk melanjutkan family gathering sesi kedua. Di situ saya bertambah senang karena bertemu dengan makanan kesukaan saya yaitu: buah leci segar, nasi kuning, dan capcay. Selain itu, ada hidangan langka berupa bubur kacang hijau bercampur durian segar lengkap dengan bijinya.
Sebelum senja tiba, mobil CRV putih nan keren milik aunty Siti melaju membelah kota Denver, mengantarkan saya dan Balqis pulang ke asrama. Tidak lupa kami dibekalkan nasi kuning dan beragam lauk untuk sarapan keesokan harinya. Idul Adha tidak termasuk sebagai official holiday di dalam kalender Amerika sehingga beberapa hari sebelumnya saya sudah meminta izin tidak masuk laboratorium kepada pembimbing saya. Alhamdulillah beliau memberi izin dan meminta maaf karena tidak dapat mengantarkan saya beribadah ke tempat tersebut.
Saya teringat sepuluh tahun yang lalu, tepatnya bulan Oktober tahun 2011, saya bersama suami melaksanakan salat Idul Adha di Morrison Hall, musholla University of Queensland yang berada di kota Gatton. Khutbahnya dilakukan dalam Bahasa Inggris. Setelah melaksanakan salat Idul Adha, beberapa jamaah melaksanakan acara barbeque sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kami membakar sosis dan daging ayam yang dimakan dengan saus thousand island, acar, dan roti. Sungguh luar biasa rezeki dan pengalaman yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menikmati Idul Adha di dua negara yang berbeda. Selamat Idul Adha, semoga sehat selalu bersama keluarga tercinta.
Penulis Dr Sri Nur Aminah Ngatimin SP M Si
Sekretaris Departemen HPT, Fakultas Pertanian UNHAS