Air tentunya menjadi kebutuhan pokok manusia. Selain untuk dikonsumsi, air juga digunakan untuk memenuhi keperluan rumah tangga seperti mandi dan mencuci. Namun kualitas air khususnya di Indonesia sebagian besar telah tercemar. Melalui hasil studi kualitas air minum rumah tangga yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan pada 2020, United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengatakan hampir 70 persen dari 20 ribu sumber air minum di Indonesia tercemar tinja.
Melihat kasus tersebut, kampanye dengan tagar #DihantuiTai ramai diserukan oleh UNICEF. Hal ini bertujuan agar masyarakat Indonesia paham dengan sanitasi aman dan dampak yang akan diperoleh jika mengonsumsi air yang tercemar tinja. Tak hanya itu sumber air minum yang tercemar akan menyebabkan penyakit diare bahkan disebutkan menjadi penyebab utama kematian pada balita.
Dengan demikian, apakah sumber air yang telah tercemar tinja dapat diatasi sehingga masyarakat masih bisa mengonsumsi air bersih? Lantas apa saja dampak terbesar yang ditimbulkan? Simak wawancara reporter identitas Andi Aulya Valma bersama Dosen Teknik Lingkungan sekaligus pengalaman akademiknya pernah menjabat sebagai Asisten ahli dan Sekretaris Lab. Riset Kualitas Air, Dr Roslinda Ibrahim SP MT, Kamis (24/3).
Bagaimana menurut Anda dengan hasil survei yang menunjukkan 70 persen sumber air minum di Indonesia telah tercemar tinja?
Jadi itu adalah hasil survei sehingga datanya tidak diragukan lagi. Pencemaran ini terjadi karena limbah yang dihasilkan tidak diolah dengan baik. Air limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga sebenarnya ada dua jenis, yakni black water (limbah hitam) dan grey water (air kelabu).
Limbah hitam adalah air limbah yang berupa kotoran buangan biologis pada makhluk hidup seperti tinja yang disalurkan melalui kloset. Untuk limbah hitam biasanya disalurkan ke tangki septik. Sedangkan air kelabu adalah air limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik seperti mencuci, mandi atau aktivitas dari dapur.
Air kelabu akan dialirkan ke saluran drainase yang akan mengalir ke sungai atau laut. Peristiwa inilah yang berbahaya karena tidak ada pengolahan. Berbeda dengan limbah hitam yang nantinya layak untuk dibuang, karena sudah melalui proses pengolahan meskipun belum sepenuhnya.
Bahkan sepertinya di Makassar belum ada limbah hasil cucian yang melakukan pengolahan. Semuanya akan masuk ke drainase dan dampaknya terhadap biota air atau airnya sendiri biasa menimbulkan kematian terhadap makhluk hidup di air. Kemudian air yang tadinya masih bisa dimanfaatkan sudah tidak layak untuk dijadikan sumber air minum.
Apakah jumlah sumber air yang tercemar limbah tersebut akan terus meningkat?
Sangat memungkinkan untuk meningkat kalau tidak ada upaya perbaikan. Ketika masyarakat sadar untuk melakukan pengelolaan air limbah dengan baik, saya kira itu bisa berkurang. Contohnya tangki septik yang berada di rumah-rumah perlu diambil lumpurnya setiap 4 tahun untuk dibuang. Menurut standar pengadaan tangki septik, bagian bawah haruslah kedap air. Karena apabila penampung tersebut penuh, maka air di dalamnya akan merembes ke dalam tanah. Kemudian air tersebut akan mengalir misalnya menuju sumur dan akan tercemar.
Tangki septik yang tidak pernah dikuras menjadi kesalahan besar. Meskipun banyak dijumpai penampungan yang tidak penuh, itu karena airnya telah merembes ke dalam tanah.
UNICEF turut berkontribusi melakukan kampanye #DihantuiTai dengan misi mengajak keluarga di Indonesia lebih memperhatikan sanitasi di rumah masing-masing, karena seperti yang diketahui kualitas sanitasi Indonesia masih sangat buruk. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal tersebut?
Saya kira ini hal yang sangat positif. Jika ada kampanye dan ada sosialisasi untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan air limbahnya. Satu hal yang saya sampaikan bahwa indonesia berada di kategori negara dengan sanitasi buruk. Adanya praktek buang air sembarangan misalnya di sungai. Itu juga bisa menyebabkan pencemaran terhadap air.
Bagaimana standarisasi kelayakan kualitas air minum dan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan sanitasi di Indonesia?
Berbicara mengenai standarisasi air minum, kita mulai dari air bakunya dulu. Air baku memang telah memiliki standar yang akan diolah menjadi air minum. Air ini akan diolah oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang nantinya layak untuk digunakan.
Adapun upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan sanitasi di Indonesia yakni pemerintah dan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang teknik lingkungan seharusnya memberikan sosialisasi dan pemahaman ke masyarakat. Seharusnya kita tidak membuang air limbah langsung ke perairan. Tidak semua orang tahu air limbah harus diolah terlebih dulu. Tidak bisa dibiarkan begitu saja karena itu akan memberikan dampak buruk pada kesehatan manusia.
Lantas apa dampak terbesar yang bisa terjadi jika sumber air di Indonesia terus tercemar dan bagaimana penanganannya?
Tentunya kesehatan masyarakat akan terganggu. Penyakit yang akan muncul seperti diare karena penggunaan air yang tidak aman. Kedua, dampak terhadap lingkungan yakni pada badan air yang menerima pencemaran, baik itu sungai, danau dan laut. Apabila ketiga badan air ini terus-menerus menerima pencemaran dalam jumlah besar maka sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan. Sehingga masyarakat akan kekurangan air bersih.
Kemudian dampak yang ketiga yaitu terjadi pada biota air seperti ikan dan lainnya. Terjadinya pencemaran akan menimbulkan gangguan bahkan kematian terhadap biota air.
Pencemaran terhadap air pun dapat dikurangi dengan menghilangkan sumber pencemarnya. Untuk menghilangkan sumber pencemarnya perlu dilakukan dengan mengelolanya secara baik. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya air limbah dan cara mengelolanya. Kemudian perlu ada partisipasi masyarakat serta pemerintah harus menyiapkan infrastruktur seperti membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Data diri narasumber
Nama : Dr Roslinda Ibrahim SP MT
Tempat tanggal lahir : Sengkang, 23 Juni 1975
S1: Universitas Hasanuddin, Makassar
S2: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
S3: Universitas Hasanuddin, Makassar