Belajar dari para pemuda di Korea Selatan yang gigih dalam aspek akademik hidupnya, saya bisa merefleksikan seberapa krusialnya pendidikan dalam hidup
Sejak Sekolah Dasar, saya sudah mendapatkan informasi media Korea Selatan yang meningkatkan rasa familiar saya terhadap sejarah, kebudayaan, dan berita-berita terkaitnya. Ketertarikan ini mengantarkan saya pada pembelajaran Bahasa Korea secara otodidak. Fasih dalam listening dan reading, namun tidak memiliki kesempatan untuk mengasah kemampuan speaking karena tidak menerima pembelajaran formal.
Saat mengenyam pendidikan tinggi pun di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin, saya sering mengangkat topik yang terkait dengan Korea Selatan dalam penulisan paper. Seperti halnya, pengaruh globalisasi dan konstruksi gender terhadap perkembangan industri bedah kecantikan atau peranan publik figur sebagai aktor dalam diplomasi publik Korea Selatan. Pada fase ini, saya memandang Korea Selatan sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan lagi dari diri saya.
Beruntungnya, saya mendapatkan kesempatan belajar di Korea Selatan selama satu semester melalui program Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA). Progam ini merupakan program pertukaran mahasiswa unggulan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bersama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.
Saya bersama 49 mahasiswa lainnya yang berasal dari berbagai universitas di Indonesia ditempatkan di Hanyang University (Seoul Campus) pada Semester Musim Gugur 2022. Saya terdaftar dalam School of International Studies, satu-satunya fakultas di universitas yang menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris dalam semua mata kuliah dan proses pembelajarannya. Selama studi, saya mengambil empat mata kuliah, yakni World History; Globalisation, Ethics, and International Development; Contemporary Korean Studies; dan Cultural and Ethnic Diversity in Korea.
Setelah menjalani empat bulan hidup berdampingan dengan warga setempat, saya sadar bahwa melihat dan menjalani adalah dua hal yang berbeda. Keduanya melengkapi satu sama lain, contohnya seperti citra warga setempat yang dingin dan tidak terlalu terbuka terhadap orang baru, terutama orang asing. Tapi, saya bersyukur selalu dikelilingi kehangatan dimanapun saya pergi di Korea Selatan.
Kemampuan percakapan berbahasa Korea terbatas selalu mendatangkan respon yang sangat menyambut saya dari segala kalangan umur warga setempat. Biasanya pertanyaan tambahan yang dilayangkan oleh ibu-ibu atau bapak-bapak setempat adalah dimana dan bagaimana saya belajar Bahasa Korea, saya sedang studi di universitas mana, atau bahkan senda gurau terkait perbandingan harga sembako di Korea Selatan dan di Indonesia.
Dalam pengamatan saya untuk kehidupan akademik juga sesuai dengan representasi di media Korea Selatan, terkait seberapa kompetitif pemuda setempat dalam mengejar kesuksesan untuk mendapatkan universitas ternama. Mereka telah terlatih untuk gigih dan tekun dalam belajar, sampai pada masa Ujian Tengah Semester maupun Akhir Semester ruang belajar dalam kampus dan perpustakaan biasanya penuh direservasi. Kebetulan, kebanyakan ruang belajar di perpustakaan dan ruang belajar Hanyang University (Seoul Campus) beroperasi dari jam 09.00 sampai 22.00 waktu setempat. Ada juga, satu ruang belajar di perpustakaan yang beroperasi 24 jam untuk menunjang studi mahasiswa.

Beberapa teman setempat saya pernah membagikan ceritanya, salah satu dorongan para pemuda adalah narasi pemerintah yang menjelaskan bahwa negara memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang terbatas sehingga pilihan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas tersisa untuk membangun negara. Terdapat juga beberapa faktor lain, seperti tekanan dari orang tua dan keluarga terdekat, tekanan dari teman sebaya, dan ketidakpastian masa depan yang membuat para pemuda harus memberikan yang terbaik untuk memastikan kesuksesannya.
75% dari populasi yang mampu berkuliah pada jenjang S1, dihasilkan dari les atau bimbingan belajar yang mempersiapkan siswa SMA terhadap salah satu ujian masuk universitas paling kompetitif dan sulit di dunia atau disebut suneung. Ujian tersebut berbeda dengan di Indonesia, hal ini diikuti oleh semua siswa SMA tanpa memerhatikan tujuan universitas berstatus negeri atau swasta. Pendaftar suneung akan diminta untuk memilih enam kombinasi universitas dan jurusan yang ingin mereka masuki.

Di samping bimbingan belajar, ada lagi hal unik yang saya dapatkan selama studi di Korea Selatan. Study Cafe atau kafe belajar adalah salah satu pilihan bagi para mahasiswa atau siswa yang ingin belajar selain di perpustakaan. Study Cafe biasanya beroperasi selama 24 jam dan terletak di daerah-daerah yang tinggi konsentrasi universitasnya, contohnya seperti Sinchon yang terdapat Ewha Women University dan Yonsei University di sekitarnya atau Hoegi yang terdapat Kyunghee University dan Hankuk University of Foreign Studies. Study Cafe menyediakan pilihan lain kepada mahasiswa untuk nyaman belajar dan mengerjakan projek, dilengkapi peminjaman alat-alat pelengkap belajar (seperti stand laptop, charger, selimut, stand buku), free flow air putih, dan banyak menu minuman maupun makanan.
Mendapatkan kesempatan studi dan hidup di Korea Selatan membuat banyak perubahan kepada saya. Belajar dari para pemuda di Korea Selatan gigih dalam aspek akademik hidupnya, saya bisa merefleksikan seberapa krusialnya pendidikan dalam hidup dan menghargai setiap kesempatan yang diberikan. Belajar dari hangatnya warga setempat, saya merasa sangat diterima di tanah yang cukup jauh dari asal dan membuat saya lebih mampu menerima orang baru dalam hidup sebagai bentuk pembelajaran lain. Belajar dari cepatnya warga setempat hidup, saya membawa pulang kedisiplinan dan kebiasaan untuk tepat waktu demi menghargai agenda semua orang. Empat bulan tersebut membentuk transformasi karakter dalam diri saya, yang saya harap mampu berdampak positif kepada orang-orang di sekitar.
Penulis:
Adis Dwi Maqfirah, Mahasiswa Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unhas