Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas menggelar Simposium Nasional dan Internasional di Hotel Unhas, Sabtu (10/06). Simposium nasional ke-10 dan internasional ke-6 ini menghadirkan sekitar 280 pemateri dari berbagai universitas di Indonesia, Malaysia, Korea, Sudan, dan Inggris.
Adapun pembicara kunci berasal dari Belanda, Jepang, Amerika, Malaysia, dan Korea. Selain akademisi dan peneliti, sejumlah pembicara yang hadir dari berbagai negara tersebut juga berasal dari stakeholder pada bidang kelautan dan perikanan, seperti birokrat, swasta atau pengusaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kegiatan yang dibuka Rektor Unhas, Prof Dr Jamaluddin Jompa MSc dan didampingi Rektor Universitas Malaysia Terengganu, Prof Dato Dr Mazlan bin Abd Ghaffar FASc. Dalam sambutannya, Prof JJ menyampaikan, Simposium FIKP yang digelar tahun ini bertujuan untuk mensosialisasikan dan hilirisasi hasil-hasil riset di perguruan tinggi, lembaga riset, dan LSM.
“Karena itu, simposium seperti ini menjadi penting agar hasil-hasil riset itu memberikan manfaat kepada masyarakat,” katanya.
Menteri Kelautan Perikanan yang diwakili Plt Dirjen Perikanan Tangkap, Dr Agus Suherman SPi MSi sebagai pemateri kunci memaparkan fakta-fakta kondisi pengelolaan perikanan di Indonesia kini. Mulai dari kian menurunnya jumlah tangkapan nelayan yang bermuara pada kemiskinan nelayan, hingga target pemerintah untuk mengekspor hasil-hasil perikanan berbasis kuota agar perikanan bisa berkelanjutan.
Ia mencontohkan, pengelolaan perikanan Islandia dulunya dikelola tidak berkelanjutan. “Tapi kemudian mereka mereformasi kebijakannya mulai 1984 sehingga kini pengelolaan perikanannya semakin terukur. Kalau mereka bisa, tentu kita juga bisa,” harap Agus.
Menariknya, di awal materi ditampilkan tiga rektor yang konsen pada pengembangan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia, yaitu Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Arief Satria, Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah), Prof Agung Dhamar Syakti, dan Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa.
Prof Agung yang tampil sebagai panelis pertama menggugah peserta simposium agar mengembalikan kembali kejayaan sektor kemaritiman seperti yang diinginkan oleh pendiri bangsa ini.
“Dari awal bangsa ini didirikan oleh Presiden Soekarno, beliau sudah paham betul akan potensi kemaritiman yang dimiliki oleh bangsa ini,” jelasnya.
Ia berharap, semangat kemaritiman yang telah dicanangkan itu digelorakan kembali melalui riset unggul yang dapat membawa bangsa ini lebih sejahtera dengan memanfaatkan sumber daya laut yang dimiliki.
Selanjutnya, Rektor IPB, lebih banyak menyampaikan fakta demografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Menurutnya, hingga kini soal kemaritiman kita masih selalu berbicara keunggulan komparatif yang dimiliki sebagai suatu fakta geografis.
“Padahal mestinya fakta-fakta keunggulan geografis tersebut sudah menjadi fakta keunggulan ekonomi dan sosial budaya di negara kita,” jelas Arief.
Menurut Prof JJ, hal tersebut akan terwujud jika kebijakan-kebijakan di sektor kelautan diambil pemerintah berbasis kajian riset dan ilmu pengetahuan. “Jadi kebijakan yang diambil itu harus ada dasar kajian ilmunya,” pungkasnya.
Ai