Minimnya pengetahuan dan penyebarluasan informasi di pelosok desa serta rendahnya angka literasi di Indonesia menjadi salah satu keresahan yang dihadapi oleh Muhammad Yusran, pendiri Rumah Baca Pesisir. Awal masuk kuliah pada 2018/2019, terpatri niat pada diri Yusran untuk menghadirkan wadah bagi anak-anak pesisir di pedesaan dengan melihat kondisi atas banyaknya masalah dari masyarakat akibat kurangnya referensi sehingga mudah terhasut dan mudah diadu domba.
Saat itu Yusran belum punya keberanian untuk mewujudkannya menjadi gerakan atau aksi nyata. Setelah mendapat inspirasi dan banyak berdiskusi dengan mahasiswa dari berbagai daerah, pada awal 2020, Yusran memberanikan diri untuk mewujudkan kegelisahannya tersebut menjadi aksi nyata.
Bermodalkan uang sekitar Rp300.000, Yusran membangun sebuah tempat sederhana, nyaman, dan asri di sebuah desa di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tempat sederhana itulah yang menjadi sekretariat awal serta cikal bakal terbentuknya Komunitas Rumah Baca Pesisir (RBP).
“Saya tahu satu hal, ketika teman-teman di kampung itu belum ada bukti nyata yang dilihat, maka mereka akan susah untuk bergerak. Untuk itu, perlahan dengan uang Rp300.000 itu membeli tiang dan sebagainya yang dicukupi untuk membangun RBP,” jelasnya.
Saat itu, Yusran mulai bergerak dengan beberapa kali membawa buku-buku ke pantai bersama anak-anak pesisir, respon mereka pun sangat antusias. Mulai saat itu karena sekretariat RBP belum rampung, Yusran memanfaatkan teras rumah warga untuk belajar bersama anak-anak pesisir. Bahkan, dirinya rela pulang balik dari Unhas ke Takalar demi mengawal semangat mereka agar tidak turun.
RBP mulai bergerak pada 7 Februari 2020, hal ini ditandai dengan dimulainya proses mengajar serta resminya status kelembagaan RBP sebagai komunitas. RBP lahir dari keresahan melihat kondisi sekitar yang tidak baik-baik saja dan adanya keinginan untuk membangun generasi supaya bisa menjadi manusia-manusia yang unggul, kontributif, dan solutif terhadap masalah yang ada.
Basis Gerakan RBP adalah literasi, maka visi RBP itu sendiri ingin berkontribusi untuk menjadikan tingkat literasi Indonesia meningkat. Misinya menumbuhkan semangat berliterasi masyarakat melalui kegiatan edukasi literasi, mengokohkan internal lembaga melalui kegiatan bertumbuh bersama dan meluaskan zona kontribusi di Sulawesi Selatan, serta menuju seluruh Indonesia menjalin hubungan kerja sama dengan lembaga internal maupun lembaga eksternal demi perkembangan lembaga.
“Fokus kita pada periode 2023-2024 yakni mengokohkan dan meluaskan internal, yaitu tumbuh dan berkembang bersama di RBP menuju versi terbaik diri kita melalui kegiatan pengembangan diri. Pada periode ini juga, RBP akan membuka cabang di 6 kabupaten/kota yakni, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, Gowa, Makassar, Maros,” tutur Yusran.
Sistem perekrutan RBP sendiri tidak menentu. Untuk periode ini, target perekrutan sebanyak dua kali, tujuannya agar bisa ekspansi gerakan ke beberapa daerah. Persyaratan daftar tidak lebih sama dengan pendaftaran komunitas pada umumnya, dimulai dari seleksi berkas, wawancara, hingga melakukan project sosial.
Saat ini, terdapat beberapa wilayah pesisir yang dijangkau RBP. Ada wilayah tempat RBP sendiri berada, Desa Laguruda, Desa Ujung Baji, dan Desa Sanrobone untuk keseluruhan wilayah pesisir. Ada di wilayah Jeneponto, juga sampai di Makassar.
Antusias masyarakat terhadap hadirnya RBP sangat bersyukur. RBP hadir sebagai alternatif belajar bagi anak-anak pesisir untuk bertumbuh, belajar bermain dengan mengedukasi. Dampak signifikan yang diberikan oleh RBP saat ini bisa dilihat dari capaian anak-anak pesisir yang mulai aktif berkompetisi, misalnya ikut lomba-lomba.
Pembiayaan RBP sendiri didapat dari hasil galang dana dan donatur dari beberapa orang, tetapi tidak ada hibah tetapnya. Seiring berjalannya waktu, layaknya organisasi, komunitas, atau lembaga pada umumnya, akan mendapati kendala internal dan memiliki berbagai cara untuk bisa bertahan, salah satunya dengan berikhtiar.
“Ikhtiar membangun chemistry, memfasilitasi teman-teman untuk bertumbuh dengan mengikutkan kelas development dan saling mengajak pada kegiatan nasional yang bisa menumbuhkan mereka intinya,” ungkap mahasiswa Geofisika Unhas itu.
Rencana yang akan dilaksanakan RBP ke depannya ialah ekspansi gerakan di beberapa daerah, seperti Jeneponto, Bantaeng, Gowa, Makassar, dan Maros. Strategi RBP adalah dengan memasifkan program-program yang berkelanjutan.
“Ke depannya ada target untuk pelaksanaan selanjutnya pada skala nasional. Jadi, siswa-siswa di daerah, baik itu di Sulawesi Selatan ataupun di daerah lain bisa menginjakkan kaki di episentrum peradaban Indonesia,” tuturnya.
Yusran berharap RBP ke depannya bisa istikamah bergerak, siapapun orang-orang yang mengisi kepengurusannya. Semangat perjuangan untuk memajukan literasi dalam membangun generasi tetap ada dan RBP bisa hadir di seluruh kabupaten serta kota di Sulawesi Selatan sebagai langkah awal untuk menghadirkan RBP di seluruh Indonesia.
A. Nursayyidatul Lutfiah