Konsep otonomi daerah mulai digaungkan setelah masa reformasi 1998. Hal ini muncul sebagai tuntutan masyarakat atas sentralisasi kekuasaan pada pemerintahan pusat selama zaman orde baru. Selain menciptakan ketergantungan, pengembangan kreativitas daerah juga tidak berubah.
Otonomi daerah merupakan sebuah sistem kewenangan yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya sendiri guna memperbaiki kesejahteraan masyarakatnya. Ternyata, konsep ini tidak hanya berlaku untuk pemerintah daerah saja, tetapi juga menuntut ranah kampus untuk menerapkan sistem yang sama, salah satunya di Universitas Hasanuddin (Unhas).
Berdasarkan bundel identitas 1998, deklarasi Unhas sebagai kampus orde otonomi ditandai dengan pemasangan papan bertuliskan ‘Kampus Orde Otonomi’ di depan kampus. Menurut M Syarkawi Rauf dari Solid Unhas, pemasangan papan ini menunjukkan semangat untuk membangkitkan Indonesia Timur.
Hal ini juga mendapat tanggapan positif dari DPRD saat diskusi dengan tim Unhas. Menurutnya, kekhawatiran terkait otonomi daerah akan membawa bibit disintegrasi merupakan kekuatan yang dikembangkan oleh pemerintah orde baru.
“Kalau kita tidak menyuarakan otonomi daerah dari sekarang, bukan tak mungkin 20-25 tahun mendatang Indonesia akan menjadi negara federasi,” tutur Ketua LPPM Unhas saat itu, Prof Dr Sadly AD MPA.
Akan tetapi, deklarasi kampus orde otonomi tampaknya masih kurang tersosialisasi oleh mahasiswa. Menurut aktivis AMPD, Hasbi L pada bundel identitas akhir Juli 1998, ide terkait kampus orde otonomi merupakan hal yang bagus, akan tetapi tampak seperti inisiatif dari rektorat itu sendiri. “Seharusnya, pihak luar yang menilai dan perlu diskursus terlebih dahulu,” tuturnya.
Pembahasan terkait konsep otonomi di kampus juga terekam pada bundel identitas 1999. Berdasarkan wawancara khusus bersama Ir Suharso Monoarfa, otonomi pendidikan itu memiliki manfaat besar karena kampus memiliki kekuasaan dalam mengelola kebutuhannya sendiri, salah satunya dalam pengadaan jurusan.
“Contohnya begini, di Unhas ada tidak jurusan yang menangani ulat sutera? Tidak ada kan. Harusnya jurusan seperti inilah yang sebetulnya harus diadakan karena di Sulawesi Selatan bagus kualitas ulatnya,” imbuhnya.
Pemberian otonomi pendidikan bagi daerah sempat membuat banyak orang berdebar-debar di masa itu. Masalah ketersediaan sumber daya manusia yang handal di suatu daerah menjadi salah satu ketakutan yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan tersebut perlu dilakukan secara bertahap dan menunggu keluarnya undang-undang tentang pendidikan otonomi agar tetap berpedoman dari pusat.
Persepsi mahasiswa terhadap otonomi kampus di Unhas juga pernah membuat kegaduhan dan kasus kriminal. Kasus tawuran mahasiswa Unhas yang terekam pada bundel identitas 2001 menjadi gambaran, bagaimana aparat keamanan yang bermaksud melerai perkelahian tersebut malah diusir oleh mahasiswa dengan berdalih kampus merupakan daerah otonom.
Menurut Dekan Fakultas Hukum pada masa itu, Prof Dr Achmad Ali SH, kampus tidak memiliki otonomi di bidang kriminal, sehingga masalah yang terjadi di kampus menjadi tanggung jawab polisi tanpa perlu izin dari rektor.
Menurut salah satu aktivis Unhas, Agus Amri mengatakan, istilah otonomi kampus itu tidak pernah ada, yang ada hanyalah otonomi keilmuan yang diartikan setiap civitas academica berhak mengembangkan keilmuannya dengan bebas tanpa sensor.
Polemik sistem otonomi juga masuk ke ranah pendanaan di fakultas. Bundel identitas awal September 1999 menyebutkan pembagian dana SPP yang awalnya sentralistik berubah dengan porsi 30 persen untuk rektorat dan 70 persen untuk fakultas. Hal itu dinilai cukup efektif walaupun masih ada beberapa keluhan yang dirasakan oleh beberapa fakultas karena dana yang diberikan belum dapat menunjang iklim akademik.
Kini, Unhas memiliki status sebagai perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah dan berstatus badan hukum yang otonom atau biasa kita kenal dengan istilah PTN-BH. Dengan itu, kampus tidak akan lagi melewati prosedur yang panjang setiap kali menuliskan kebijakan yang baru. Semua aturan dapat ditangani secara mandiri serta membuat pengembangan kampus menjadi lebih cepat.
Berdasarkan liputan identitasuhas.com pada Dies Natalis ke-67 Unhas 2023, Prof Andi Alimuddin mengatakan, jika seseorang paham dengan PTN-BH, maka dia akan mengetahui bahwa ada hak otonomi yang lebih luas dalam melakukan apapun pada konteks hukum dan aturan.
“Ketika ingin membuka program studi, maka bisa langsung diurus sesuai dengan ketentuan dan persetujuan Kementerian Pendidikan dan Riset,” ucap Prof Alimuddin.
Lebih lanjut, Prof Alimuddin menerangkan keunggulan lain PTN-BH adalah tarif layanan biaya pendidikan yang ditetapkan universitas akan disesuaikan dengan pendoman teknis penetapan layanan pada umumnya, sehingga dapat memperhatikan kondisi perekonomian mahasiswa.
Nurfikri