Polusi udara di Indonesia telah meningkat selama dua dekade terakhir. Laporan Air Quality Life Index pada 2022 menyebut, Indonesia menempati peringkat 13 dari 243 negara dengan polusi udara terburuk di dunia.
Di Kota Makassar, kondisi serupa tidak dapat dielakkan. Salah satu penyebabnya adalah tingginya angka kendaraan bermotor. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan di Makassar pada tahun 2021 mencapai 1,7 juta unit.
Melihat kualitas udara yang semakin buruk, seorang mahasiswa program Magister Unhas, Jusri SKom MSi, terdorong oleh rasa penasaran yang kemudian mengangkat penelitian berjudul ”Makassar City Air Pollution Forecast in 2045” sebagai tugas akhir atau tesis.
“Penelitian ini sejalan dengan SDGs atau pembangunan berkelanjutan pada tujuan kesebelas di mana pada poin itu ada penekanan bahwa kota dan pemukiman berkelanjutan, yang salah satu indikatornya adalah indeks pencemaran udara,” katanya.
Jusri meramal kualitas udara pada 2045 menggunakan metode Long Short Term Memory (LSTM). LSTM dapat digunakan untuk memprediksi masa depan dengan memanfaatkan informasi historis yang relevan. Data dikumpulkan dari Stasiun Pemantau Pencemaran Udara Ambien (SPKUA) di wilayah Karebosi pada rentang waktu 2020-2022.
Udara Makassar pada 2045 tidak sehat
Indikator yang digunakan dalam mengukur kualitas udara dikenal dengan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Menurut Peraturan Pemerintah LHK Nomor 14 Tahun 2020, kategorisasi ISPU dibagi dalam beberapa level, yakni bagus (1-50), sedang (51-100), tidak sehat (101-200), sangat tidak sehat (201-300), dan berbahaya (>300).
Penelitian sebelumnya menyebut, beberapa tempat di Makassar seperti Terminal Daya memiliki nilai ISPU antara 101-200 yang masuk dalam kategori tidak sehat. Di Terminal Malengkeri, ISPU-nya bahkan melebihi 300, yakni termasuk dalam kategori berbahaya. Lalu bagaimana dengan di Makassar secara luas pada 2045?
Jusri mengungkap bahwa nilai ISPU Makassar pada 2045 berada pada rentang 5-105. Rata-rata, ISPU bulanan Makassar mencapai angka 105. Artinya, kualitas udara Makassar pada saat itu berada pada kategori sedang hingga tidak sehat.
Faktor determinan kualitas udara di Makassar setidaknya dipengaruhi dua hal, yakni tingginya angka kendaraan bermotor dan industri yang juga mulai banyak bermunculan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada faktor lain, seperti misalnya kondisi cuaca.
“Ketika musim penghujan, partikel mikro PM2.5 biasanya menurun karena tersapu oleh air. Begitupun sebaliknya jika memasuki musim kemarau. Angin juga sangat berpengaruh,” kata Jusri.
Kualitas udara yang diukur oleh Jusri merujuk pada parameter Particulate Matter 2.5 (PM2.5). Partikel debu jenis ini ukurannya amat kecil dengan diameter aerodinamik kurang dari 2,5 mikrometer.
”PM2.5 ini merupakan debu yang berbahaya dikarenakan ketika bernapas jaringan di hidung tidak mampu menepis partikel debu ini karena ukurannya sangat kecil,” kata Jusri.
Dampak dari tingginya debu PM2.5 pada 2045 mendatang amat dapat dirasakan. Karena tidak dapat disaring oleh hidung manusia, partikel ini bisa langsung masuk ke dalam paru-paru, merusak jantung, dan berbagai dampak kronis lainnya.
Pada 2019, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menunjukkan bahwa perkiraan terjadi kematian dini sekitar 4.2 juta jiwa akibat dari polusi udara PM2.5. Sementara Global Alliance on Health and Pollution (GAHP) pada 2017 juga menunjukkkan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke empat dunia tentang kematian akibat pencemaran udara.
Hal ini mempertegas bahwa dalam kondisi tersebut, cukup berbahaya bagi orang yang terkena penyakit asma dan yang memiliki riwayat penyakit jantung atau sesak nafas untuk beraktivitas di luar ruangan.
“Intinya mengurangi aktivitas di luar rungan karena udara sudah tidak sehat,” tutur Jusri.
Jusri menekankan perlunya tindakan dari pihak berwenang agar kulitas udara di Makassar bisa berada pada kondisi lebih baik. Ia menyarankan pembatasan pada kendaraan bermotor dengan memprioritaskan penggunaan kendaraan umum dan ramah lingkungan, terkhusus transportasi listrik.
Selain itu, perlu juga menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH ini sangat penting karena dapat mengurai pencemaran udara. “RTH yang saya maksud itu bukan hanya taman, tetapi bisa juga yang lain-lain,” ungkapnya.
Dari penelitian ini, Jusri berharap bahwa tesis yang diangkatnya itu bisa menjadi gambaran terkait kondisi masa depan Kota Makassar, serta jadi rujukan dalam pengambilan kebijakan demi kehidupan warga Makassar yang lebih baik.
Zidan Patrio, Nurul Sapna SL