Organisasi non-profit MOKSA, yang dibentuk oleh Daya Potensia Indonesia, menggelar Festival EmpowerHer bertajuk “Bisa Berkarya dan Berdaya”, Minggu (21/04). Kegiatan yang berlangsung di Ja & Joy Rooftop Nipah Park ini diadakan dalam rangka memperingati hari Perempuan Internasional 2024.
Festival ini dirangkaikan dengan beberapa agenda kegiatan, salah satunya adalah talkshow dan bedah film berjudul Yuni yang mengangkat isu seputar diskriminasi gender. Sesi ini menghadirkan seorang Pegiat Literasi dan Pendidikan Anak, Harnita Rahman SIP MHum dan seorang Psikolog Klinis, Novi Yanti Pratiwi MPsi Psikolog.
Pada kesempatannya, Novi menyebutkan, fenomena pernikahan yang kerap dipandang sebagai tujuan atau kewajiban dapat dijelaskan menggunakan perspektif teori kebutuhan Maslow. Teori ini memaparkan beberapa kebutuhan manusia yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
“Sebagian individu memandang pernikahan sebagai media pemenuhan kebutuhannya. Misalkan ketika seseorang menikah, ia dapat memenuhi kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan merasa diterima atau dicintai oleh orang lain,” jelasnya.
Sejalan dengan hal ini, Harnita menyebutkan, budaya patriarki adalah hal yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan banyak bersifat membatasi perempuan untuk berkembang, atau yang disebut dengan konsep glass celling.
“Pendapat masyarakat dalam budaya patriarki kerap membatasi perempuan untuk mengembangkan potensinya. Perempuan seolah tumbuh dengan tuntutan untuk menjadi pendamping laki-laki. Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat yang mengagungkan pernikahan sebagai ujung dari pencapaian perempuan,” pungkasnya.
Ni Made Dwi Jayanti