Alat tanam benih langsung (Atabela) rupanya lebih digandrungi oleh para petani saat ini. Selain karena mudah digunakan, alat ini juga hemat dan tidak memerlukan banyak sumber daya dalam penggunannya.
Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Dahulu, penanaman padi yang dilakukan oleh petani menggunakan sistem yang dikenal dengan tanam pindah (tapin) dengan menanam bibit yang telah disemai untuk dipindahkan ke lahan yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, saat ini petani menghadapi permasalahan terkait keterbatasan tenaga kerja, biaya, sumber daya, dan waktu.
Sehingga untuk meningkatkan produktivitas hasil tani, petani mencari solusi dengan mengembangkan sistem tanam benih langsung (tabela) yang membutuhkan waktu lebih singkat dan cukup mudah karena sekedar menabur benih secara langsung di lahan. Dari hal itu kemudian petani membuat alat sederhana untuk melakukan sistem tanam langsung ini atau yang disebut dengan Alat Tanam Benih Langsung (Atabela).
Atabela memiliki banyak variasi tergantung kreatifitas masing-masing petani. Ada yang membuat Atabela menggunakan pipa yang dilubangi dengan jarak yang telah diatur sedemikian rupa, sehingga ketika alat ditarik atau digerakkan, benih akan jatuh dari lubang.
Ada juga yang menggunakan botol bekas dengan mekanisme penutup dan pembuka. Namun, penggunaan atabela sederhana yang menggunakan pipa ini memiliki permasalahan terkait jarak tanam dan jumlah biji yang dikeluarkan.
Pada Atabela jenis ini, jumlah benih yang jatuh tidak dapat diatur karena semakin banyak benih yang berkumpul di sekitar lubang, maka tentu akan semakin banyak pula benih yang jatuh dari lubang tersebut. Hal ini juga menimbulkan permasalahan terkait jarak tanam khususnya secara vertikal.
Berangkat dari permasalahan ini, mahasiswa Fakultas Pertanian, Prodi Teknik Pertanian Unhas, Muhammad Farham Rifaldy Akhmad dan Daniel yang didampingi oleh Dosen Dr Abdul Azis STP MSi melakukan penelitian guna memodifikasi dan mengembangkan Atabela tipe drum seeder yang menjadi inovasi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Permasalahannya terkait dengan jarak tanamnya dan jumlah bijinya. Jumlah biji yang jatuh itu kan kita tidak bisa atur karena itu tergantung ketika kita menarik, ketika banyak yang berkumpul di sekitar lubang pasti akan banyak yang jatuh,” kata Azis, Rabu (15/5).
Inovasi yang ditawarkan pada alat ini adalah menambahkan mekanisme penutup lubang agar benih hanya jatuh melalui lubang yang posisinya ada di bawah. Atabela yang digunakan petani secara umum biasanya hanya menggunakan pipa. Sedangkan, dalam mekanisme seeder atau alat yang digunakan untuk menanam benih langsung ke lahan pertanian perlu memiliki penampungan benih. Mekanisme ini membuat benih jatuh pada satu titik secara tepat.
Selain mengembangkan mekanisme penutup, kelebihan alat Atabela tipe drum seeder ini juga dilengkapi dengan mekanisme pembuka alur dan salurannya. Selain itu, alat ini juga dilengkapi dengan mekanisme pelampung. Mekanisme pelampung memungkinkan alat ini untuk dapat beradaptasi jika digunakan di berbagai wilayah dengan kondisi lahan yang bervariasi untuk mengatasi ketenggelaman roda sekaligus meratakan tanah sebelum penanaman.
Namun, dibalik kelebihannya, alat ini memiliki kelemahan. Dari segi bobotnya, alat ini lebih berat dikarenakan adanya penambahan rangka. Menurut Azis, kelemahan ini masih dapat diatasi dengan menambahkan komponen penggerak seperti tenaga motor.
Pengembangan alat ini menggabungkan beberapa komponen bahan yang berbeda seperti besi hollow jenis galvalume, penampung yang terbuat dari pipa PVC, dan perata lahan serta pembuka alur yang terbuat dari kayu.
“Pertimbangan utama pemilihan bahan tersebut adalah terkait dengan beban penambahan beberapa bagian yang tentu akan menambah bobot dari alat itu sendiri. Maka, kita memilih menggunakan rangka yang lebih ringan dan tahan dengan korosi atau karatan,” jelas Azis.
Azis menjelaskan bahwa pembuatan alat ini memakan waktu sekitar dua bulan. Adapun prosedur penelitian ini diawali dengan identifikasi masalah, mencari solusi, menemukan rancangan alternatif pemecahan masalah yang meliputi perancangan fungsional dan perancangan dari aspek struktural, setelah itu mulai membuat alat.
Tak berhenti di situ, perlu dilakukan uji coba yang meliputi uji fungsional dan uji kinerja. Jika setelah dievaluasi didapatkan bagian alat yang tidak berfungsi, maka akan dirombak dan dilakukan perbaikan kembali agar alat dapat berfungsi secara optimal.
Penelitian ini adalah penelitian mandiri dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya hanya sebatas pembimbing yang berfungsi memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan mahasiswa yang mengeksekusi pembuatan alatnya. Tidak banyak kendala yang dihadapi dalam penelitian ini.
Dengan alat ini, Azis berharap agar penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut. “Tentunya saya berharap agar penelitian ini dapat dikembangkan karena penelitian ini merupakan teknologi tepat guna yang sangat dibutuhkan oleh petani,” pungkasnya.
Ni Made Dwi Jayanti