Departemen Ilmu Sejarah Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Development Study Club mengadakan diskusi dengan tema “Separatism in Eastern Indonesia: A Brief History”. Kegiatan dilaksanakan melalui Zoom meeting, Selasa (21/05).
Diskusi ini menghadirkan Christopher Alan Lundry dari El Colegio de Mexico untuk membahas bukunya yang berjudul Menghadapi Leviatan: Kedaulatan yang Diperebutkan di Indonesia Timur.
Buku yang ditulis oleh Chris, sapaanya, menyebutkan empat kasus, yaitu Republik Maluku Selatan, Papua, Timor Leste, dan Sumba. Semua wilayah selain Sumba pernah mengalami gerakan separatisme, tetapi dampaknya bervariasi. Buku ini berupaya menjelaskan dampak yang berbeda-beda di beberapa wilayah tersebut.
“Jawabannya rumit namun saya telah menyusunnya dalam beberapa variabel kunci,” ujarnya.
Ia juga membahas lima elemen yang menurutnya penting untuk menjelaskan kelanjutan gerakan separatisme. Hal ini mencangkup perlakuan terhadap elit lokal, sistem politik dan artikulasi minat, metode inkorporasi, kelanjutan sosial, dan nasionalisme.
Chris juga menjelaskan alasan mengapa di beberapa daerah masih terdapat gerakan separatisme, seperti di Timor Leste hingga masa kemerdekaannya dan Papua Barat hingga saat ini.
“Pemekaran Papua dari dua provinsi menjadi enam provinsi dipandang sebagai sarana untuk memecah belah. Eksploitasi kekayaan Papua Barat yang terus berlanjut, sementara penduduknya masih miskin. Terus terjadinya kekerasan terhadap warga Papua Barat bukanlah pertanda baik,” ucapnya.
Menurut Chris, sejauh ini langkah- langkah yang diambil Indonesia secara umum telah mengasingkan banyak warga Papua Barat.
“Mungkin naif, namun saya menulis buku ini untuk mencoba memahami separatisme dengan tujuan mencegah kekerasan. Perdamain adalah tujuan akhir. Menurut saya ada perbedaan pendapat mengenai bagaimana kita akan mencapainya,” pungkasnya.
Rika Sartika