Apakah kita menyadari keberadaan sesama di sekitar kita? Waria, disabilitas, bahkan alam—sudah adilkah negara terhadap mereka? Diproduksi oleh Anatman Pictures, sebuah film dokumenter berjudul Terpejam untuk Melihat, mengajak kita untuk merenungkan kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Anatman Pictures dikenal sebagai salah satu rumah film yang selalu berhasil menghadirkan suara-suara yang selama ini jarang terdengar di ruang diskusi publik. Mereka dengan konsisten membuat film dokumenter yang menyoroti individu-individu yang memilih untuk “berbeda” dan berjuang untuk hak-hak yang seharusnya mereka peroleh sebagai warga negara.
Tidak seperti karya sebelumnya, Diam dan Dengarkan, yang merupakan sebuah dokumenter yang dibuat selama pandemi Covid-19. Terpejam untuk Melihat mencoba melihat koneksi yang terjadi antara alam dan lingkungan yang saling bertaut hingga menghasilkan sebuah dinamika politik.
Sebagai sutradara, Mahatma Putra menyampaikan “Membuat film tentang politik adalah sesuatu yang aku hindari karena merasa tidak punya kapasitas yang cukup. Namun aku tersadar, setelah banyak belajar dari para narasumber di film ini, ternyata pilihan-pilihan kita setiap hari adalah sesuatu yang sangat politis,” dikutip dari anatmanpictures.com
Film ini pertama kali dirilis di kanal YouTube, bertepatan dengan musim pemilu yang berlangsung pada Februari 2024 lalu. Dibuka dengan puisi “Call Me by My True Name”, film ini terbagi dari beberapa segmen yaitu prolog, bagian pertama “Terhubung”, bagian kedua “Terpilih”, bagian ketiga “Terjamin”, bagian keempat “Tersingkir, bagian kelima “Tersadar”, dan terakhir epilog.
Chapter pertama dimulai dengan mengambil latar di Pesantren Ekologi Ath Thaariq Garut yang sedang mempelajari tentang alam semesta dan sesuai dengan ucapan orang minang “Guru terbaik adalah alam semesta”.
Segmen kedua dilanjutkan dengan menampilkan beberapa narasumber, seperti Jurnalis dan Praktisi Meditasi, Joan Rumengan; Co-Founder & Executive Director Project Multatuli, Evi Mariani; dan Transpuan Pendiri Sanggar Seni Kampung Duri, Mama Atha. Mereka mulai membahas tentang kondisi politik dan ketidakadilan yang mereka lihat. Banyak rakyat Indonesia yang lupa menjadi warga negara dan lebih memilih menjadi fans calon presiden dengan pandangan yang superficial. Waria, LGBT, dan orang-orang terpinggirkan sering diangkat isunya tetapi belum tentu dipedulikan.
Segmen-segmen berikutnya menampilkan narasumber yang berjuang di dalam sistem ini, seperti Staf Khusus Wakil Ketua MPR-RI, Anggiasari Puji Aryatie yang juga merupakan seorang aktivis difabel. Di segmen “Tersingkirkan“, ada Maharlika yang memilih golput. Baginya, hal itu bukan berarti apatis, tetapi berkomitmen untuk mengawal dan mengkritik. Adapula Robi Navicula yang menggunakan musik, serta Wira Dillon yang menggunakan board game untuk melahirkan kesadaran politik dan lingkungan.
Berdurasi sekitar 1 jam 17 menit, film ini berhasil menampilkan sinematografi yang memukau dengan memperlihatkan keindahan alam Indonesia. Suara ombak pantai, riuh hutan, dan tempat-tempat terpinggirkan yang jarang tersorot ditampilkan dengan indah.
Film ini telah digarap sejak November 2023 dan melakukan screening film di Bali pada 6-7 Februari 2024 lalu. Meski mendapatkan respons hangat dari beberapa penonton, sayangnya film ini justru kurang tersorot karena Dirty Vote yang juga tayang saat itu.
Dengan menampilkan banyak narasumber dan pandangan yang memperlihatkan perjuangan di sudut-sudut terkecil di Indonesia, penonton diajak untuk bermeditasi dengan memejamkan mata di akhir sesi. Sesuai dengan judul film, bersama-sama menarik napas dan mengeluarkan segala harapan dan manifestasi.
Banyak hal kecil yang bisa dilakukan untuk membawa perubahan tanpa menjadi korban dan pelaku di dunia eksploitasi. Manusia diingatkan akan keterhubungan dengan alam semesta.
Siapkah kamu bergerak kolektif untuk berjuang dengan orang-orang tersadarkan seperti mereka?
Aliyah Fadhilah
Judul : Terpejam Untuk Melihat
Genre : Dokumenter
Produksi: Anatman Pictures
Durasi : 1 jam 17 menit
Sutradara : Mahatma Putra
Tayang Perdana : 7 Februari 2024, youtube