Pada tahun 1961, ketika Amerika Serikat terlibat dalam persaingan sengit dengan Uni Soviet di tengah Perang Dingin, sebuah babak penting dalam sejarah penerbangan luar angkasa sedang ditulis. Namun, dibalik layar, ada kisah yang tak diceritakan tentang tiga wanita berketurunan Afrika-Amerika yang memainkan peran kunci dalam keberhasilan proyek-proyek The National Aeronautics and Space Administration (NASA) di Amerika Serikat.
Kisah ini dikemas dalam sebuah film biografi berjudul Hidden Figures. Diadaptasi dari buku Hidden Figures: The American Dream and the Untold Story of the Black Women Who Helped Win the Space Race karya Margot Lee Shetterly, film ini membawa kita ke dalam perjalanan tiga wanita berkulit hitam dengan bakat luar biasa, tetapi selalu dianggap sebelah mata.
Pada masa itu, Amerika Serikat memisahkan warga kulit putih dan kulit berwarna. Pemisahan ini merambah ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk bagi Katherine Johnson (Taraji P Henson), Dorothy Vaughan (Oktavia Spencer), dan Mary Jackson (Janelle Monáe).
Ketiganya bekerja di Langley Research Center NASA Amerika Serikat dan bertanggung jawab untuk program luar angkasa sipil serta penelitian aeronautika. Disana, mereka tidak hanya dihadapkan pada diskriminasi rasial, tetapi juga pada tantangan besar karena mereka adalah seorang perempuan dalam lingkungan yang didominasi oleh pria.
Film dimulai dengan kisah Katherine yang dipindahkan ke Space Task Group dan harus menghadapi banyak kesulitan di ruang kerja barunya. Wanita asal West Virginia ini harus berlari jauh ke toilet khusus untuk orang kulit hitam serta tidak diizinkan menghadiri rapat penting. Namun, melalui kerja keras dan ketekunannya, ia bahkan berhasil menghitung lintasan penerbangan yang krusial bagi keberhasilan misi orbital John Glenn pada tahun 1962.
Selain itu, film ini juga menyoroti Dorothy yang mulai menyadari bahwa computer International Business Machines (IBM) yang baru, memungkinkan mengganti pekerjaannya sebagai “human computer”. Dengan kegigihannya, Dorothy mempelajari bahasa pemrograman FORTRAN dan melatih rekan-rekannya yang akhirnya membuatnya menjadi pemimpin tim pemrogram komputer di NASA. Peran penting ini menandai transisi besar dari kalkulator manusia ke teknologi komputer yang lebih canggih.
Kemudian, Mary yang turut berkontribusi pada pengembangan teknologi roket dan peluru kendali penerbangan luar angkasa di NASA justru dihadapkan pada hambatan hukum karena ia adalah seorang wanita berkulit hitam. Ia berjuang untuk mendapatkan izin masuk ke kelas malam di sekolah khusus kulit putih. Berkat tekad yang kuat, ia berhasil menjadi insinyur wanita kulit hitam pertama di NASA.
Meskipun bekerja dalam bayang-bayang, mereka justru memainkan peran penting dalam sejarah penelitian luar angkasa bersama NASA. Katherine memilih meneruskan karirnya bekerja di NASA selama beberapa dekade, Dorothy diakui sebagai pemimpin dalam bidang pemrograman komputer, dan Mary berhasil menjadi insinyur yang diakui. Prestasi yang ketiga wanita ini dapatkan tidak hanya membuka jalan bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi banyak wanita lain di masa depan.
Sinematografi dalam Hidden Figures juga turut memperkuat pesan film. Misalnya, penggunaan warna-warna pastel pada kostum para karakter wanita yang menciptakan kontras yang menonjol dengan lingkungan serta menekankan individualitas dan kekuatan mereka. Selain itu, adegan-adegan di ruang kontrol misi dan kelas turut menciptakan atmosfer yang cukup intens.
Disutradarai oleh Theodore Melfi, film berdurasi 127 menit ini menegaskan bahwa bakat dan kemampuan tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelamin, dan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk membuat perubahan besar. Hidden Figures bahkan berhasil mendapatkan sejumlah penghargaan, termasuk Best Movie pada Black Entertainment Television (BET) Awards 2017 dan Screen Actors Guild Awards (SAG) 2017.
Hidden Figures tidak hanya menyajikan sejarah, tetapi juga mengangkat pesan yang relevan tentang kesetaraan, keadilan, dan pentingnya pendidikan serta inovasi teknologi.
Nurul Sapna SL