Fenomena orang haus validasi belakangan ini menguat. Salah satunya berkaitan dengan penggunaan jasa joki Strava yang viral di media sosial.
Strava, aplikasi yang diluncurkan pada tahun 2009, digunakan untuk mengukur keaktifan seseorang dalam berolahraga dan hasilnya dapat dibagikan di media sosial. Dalam konteks ini, banyak orang berlomba-lomba untuk menunjukkan bahwa mereka adalah yang paling aktif dalam berolahraga. Orang-orang yang haus akan validasi menjadi sasaran empuk bagi penyedia jasa joki ini.
Yang jadi pertanyaan adalah apa yang menyebabkan seseorang menjadi haus akan validasi hingga menggunakan jasa joki? Dan bagaimana dampak dari fenomena haus validasi terhadap kondisi mental seseorang? Simak wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas, Rika Sartika, dengan Dosen Psikologi Sosial, Sitti Muthia Maghfirah Massinai MPsi Psikolog, Rabu (07/08).
Apa saja faktor yang menyebabkan seseorang menjadi haus validasi?
Kalau bicara mengenai kebutuhan sesorang untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain salah satunya bisa dipengaruhi oleh pola asuh. Ketika seseorang tidak mendapatkan penerimaan, kehangatan, dan penghargaan yang memadai dari lingkungan keluarga di masa kecil, mereka mungkin mencari pengakuan dari orang lain ketika dewasa. Selain pola asuh, perkembangan individual juga berperan. Seseorang yang merasa kurang percaya diri mungkin mencari pengakuan dari orang lain sebagai cara untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Di era media sosial saat ini, tekanan untuk mendapatkan validasi semakin meningkat. Media sosial memungkinkan kita mengakses postingan dari orang lain, baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Hal ini dapat menimbulkan perasaan cemburu sosial atau perbandingan sosial, yang memicu dorongan untuk mencari validasi di lingkungan media sosial.
Validasi dari orang lain bisa memiliki dampak positif, seperti meningkatkan kepercayaan diri. Namun, jika pencarian validasi menjadi berlebihan, bisa menyebabkan seseorang berperilaku sesuai dengan harapan orang lain dan kehilangan jati diri mereka. Selain itu, jika respon dari orang lain bersifat negatif dan tidak sesuai harapan, hal ini dapat menyebabkan kecemasan, overthinking, dan penurunan kepercayaan diri. Dampak negatif ini dapat membuat seseorang merasa terpuruk dan menghambat potensi mereka.
Bagaimana ciri-ciri orang yang haus akan validasi?
Kita tidak bisa dengan mudah menilai apakah seseorang membutuhkan validasi atau tidak. Untuk menentukan apakah seseorang benar-benar memiliki kebutuhan untuk pengakuan, diperlukan proses asesmen yang mendalam, seperti observasi, wawancara, atau bahkan tes psikologi. Ini adalah proses yang panjang dan kompleks.
Namun secara umum, ciri-ciri orang yang mungkin memiliki kebutuhan validasi adalah jika mereka tidak mendapatkan pengakuan yang cukup, mereka khawatir terhadap penilaian dan sering membandingkan diri mereka dengan orang lain. Meskipun ada indikasi tersebut, penilaian yang lebih akurat memerlukan asesmen yang lebih mendalam.
Apakah haus validasi berbahaya bagi kesehatan mental?
Ketika seseorang bertindak tidak sesuai dengan jati dirinya hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain, hal ini tidak baik bagi perkembangan dirinya. Mereka akan akan merasa cemas dan tertekan karena selalu ingin bertindak sesuai dengan ekspektasi orang lain. Mereka juga jadi tidak tahu potensi yang dimilikinya dan bagaimana mengembangkan potensinya secara optimal, karena terlalu dipengaruhi oleh espektasi orang lain. Akibatnya, potensi mereka tidak berkembang dengan baik.
Terkait dengan self-control, orang yang haus validasi cenderung bersikap impulsif. Mereka seringkali melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkan konsekuensi dan risiko yang mungkin timbul. Motivasi mereka untuk mendapatkan pengakuan membuat mereka fokus pada hal tersebut tanpa memikirkan dampaknya. Individu yang haus akan validasi cenderung mengejar kepuasan instan, membuat keputusan berdasarkan perasaan saat itu tanpa pemikiran yang mendalam. Mereka lebih memikirkan kesenangan sesaat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang.
Selain haus validasi pada kasus Strava, joki juga dapat ditemukan dalam menyelesaikan tugas akademik. Apakah keduanya juga berkaitan?
Penggunaan jasa joki dalam tugas akademik, seperti tugas akhir atau skripsi, sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor tekanan dan kondisi. Penyebab seseorang menggunakan joki bisa jadi karena tekanan akademik. Tenggat waktu yang ketat dan standar nilai yang tinggi dapat menyebabkan stres. Jika mahasiswa merasa bahwa kemampuan mereka tidak memadai untuk memenuhi standar tersebut, mereka mungkin memilih menggunakan jasa joki sebagai solusi cepat.
Selain itu, masalah manajemen waktu, rasa malas, dan dukungan finansial dapat memainkan peran. Pengguna joki biasanya memiliki pemikiran pragmatis. Beberapa mahasiswa mungkin memiliki pandangan bahwa skripsi tidak memiliki relevansi signifikan untuk dunia kerja, sehingga mereka mencari cara cepat untuk menyelesaikannya.
Bagaimana kita menanggapi orang yang haus akan validasi?
Ketika kita melihat seseorang yang cenderung mencari validasi, kita dapat memberikan dukungan yang konstruktif dengan fokus pada proses, bukan hanya pada hasil akhir. Misalnya, jika kita mengapresiasi proses yang dilalui seseorang, mereka akan lebih menghargai usaha dan perjalanan mereka daripada hanya fokus pada hasil akhir. Ini dapat membantu mereka melihat nilai atau pembelajaran dalam setiap langkah yang diambil untuk mencapai tujuan mereka.
Orang yang haus validasi sering kali cenderung melakukan sesuatu untuk memenuhi harapan orang lain. Kita bisa membantu mereka untuk mengenali kelebihan dan kekurangan mereka. Dukungan ini akan memfasilitasi pengembangan diri mereka, Ajak mereka untuk melakukan refleksi diri sehingga mereka bisa memahami potensi yang mereka miliki dan bagaimana cara mengembangkannya.
Selain itu, penting untuk membantu mereka menjalin hubungan yang sehat. Individu yang mencari validasi sering berusaha memenuhi ekspektasi orang lain agar diterima dalam lingkungan sosialnya. Berikan pemahaman bahwa hubungan yang sehat tidak hanya dibangun dengan mengikuti apa yang diinginkan orang lain, tetapi dengan menjadi diri sendiri. Setiap orang memiliki keunikan masing-masing, dan dukungan emosional sangat penting dalam proses ini.
Menurut Anda, tindakan apa yang seharusnya diambil untuk mengatasi fenomena joki?
Di Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, tanggung jawab untuk mengatasi masalah penggunaan jasa joki tidak bisa sepenuhnya dipikul oleh pemerintah. Untuk memutus rantai praktik ini, diperlukan kerja sama dari semua pihak. Pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang menetapkan sanksi untuk penyedia jasa dan pengguna jasa joki. Pemerintah juga bisa bekerja sama dengan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi untuk menegakkan integritas di lingkungan akademik.
Ini termasuk pengembangan kurikulum yang memasukkan pembelajaran tentang penegakan etika dan nilai-nilai integritas. Tujuannya adalah untuk internalisasi nilai-nilai tersebut kepada peserta didik sehingga mereka memiliki kesadaran dan komitmen terhadap integritas akademik.
Pendidikan nilai-nilai integritas juga sebaiknya dimulai dari lingkungan keluarga. Orang tua perlu mengajarkan pentingnya integritas dan etika kepada anak-anak mereka sejak dini. Selain itu juga penting untuk melatih ketangguhan anak sehingga tidak mudah menyerah. Keluarga dan lingkungan sekitar dapat mendukung pengembangan potensi anak dengan memberikan contoh yang baik.
Semoga setiap individu dapat menyelesaikan tugas mereka dengan kemampuan sendiri, tanpa bergantung pada solusi instan.
Data diri narasumber:
Sitti Muthia Maghfirah Massinai, M.Psi.,Psikolog
Riwayat pendidikan:
Sarjana Psikologi, Universitas Hasanuddin (2017)
Magister Psikologi Profesi Konsentrasi Psikologi Sosial, Universitas Padjajaran (2021)