Praktik joki skripsi saat ini masih marak terjadi. Hal itu diungkap dalam sebuah diskusi yang diadakan UKM Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Hukum Unhas (UKM LP2KI FH-UH), Rabu (28/08). Kajian yang mengangkat tema “Legalitas dan Solusi atas Fenomena Joki Skripsi dalam Penilaian Akhir” ini diadakan di Aula Ahmad Manggau FH Unhas.
Dosen sekaligus Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Maskun SH LLM, hadir sebagai narasumber. Dalam kesempatannya, ia menampilkan iklan-iklan yang menawarkan jasa joki tugas di media sosial.
“30 Tahun lalu fenomena ini seperti pasir berbisik, tetapi saat ini bisa kita lihat bersama, para joki tugas menawarkan jasanya secara terang-terangan,” jelasnya.
Ia melanjutkan, maraknya praktik joki skripsi di Indonesia menjadi cerminan adanya permasalahan serius dalam sistem pendidikan tinggi. Tugas akhir yang seharusnya menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan penelitian dan berpikir kritis, justru seringkali dipandang sebagai beban yang mendorong munculnya tindakan tidak etis seperti menyewa penulis bayangan atau joki skripsi.
Maskun mengungkapkan, fenomena yang terjadi hari ini menimbulkan pro dan kontra. Kesalahan pertama yang gagal dijabarkan dengan baik ketika masyarakat mernomalisasikan fenomena joki skripsi.
“Banyak orang malah menormalisasikan fenomena ini, padahal sudah jelas bahwa itu salah. Mereka menjadikan sesuatu yang seharusnya tabu sebagai hal lumrah,” ungkapnya.
Dalam konteks hukum, penggunaan jasa joki skripsi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 70 UU ini mengatur hukuman penjara hingga 2 tahun dan/atau denda maksimum Rp200 juta bagi pelanggaran terkait penggunaan karya ilmiah plagiat untuk meraih gelar akademik.
Maskun berharap, kajian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang dampak negatif dari praktik joki skripsi. Ia juga menekankan pentingnya kesadaran mengenai konsekuensi hukum dari pelanggaran, untuk menjaga integritas akademik di lingkungan pendidikan tinggi.
Athaya Najibah Alatas