Sejumlah Guru Besar Unhas secara terbuka menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap rencana perubahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang tidak berdasar pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70.
Dalam surat terbuka yang dikeluarkan pada 22 Agustus tersebut, para akademisi menyatakan bahwa perubahan itu berpotensi mengancam demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Guru Besar Fakultas Hukum Unhas sekaligus Guru Besar yang ikut menyetujui Pernyataan Keprihatian tersebut, Prof Dr Anwar Borahima SH MH mengungkapkan, ketidakpuasan terhadap proses revisi UU Pilkada yang dianggap tergesa-gesa dan mengabaikan putusan MK.
“Revisi UU Pilkada yang dilakukan dalam waktu singkat, bahkan hanya dalam hitungan jam, mencurigakan dan tidak mencerminkan proses legislasi yang normal,” tegasnya, Rabu (28/08).
Ia juga menyayangkan sikap diam dari banyak pihak terhadap penyimpangan yang terjadi. Menurutnya, akademisi memiliki peran penting dalam menjaga nilai-nilai demokrasi dan seharusnya berani bersuara ketika ada kejanggalan.
“Tidak pantas kita sebagai guru besar diam. Negara ini bisa baik karena tiga komponen, yaitu akademisi, wartawan, dan pemuka agama. Tapi melihat kondisi saat ini, ada komponen yang justru malah tidak berkutik,” ungkap Prof Anwar.
Prof Anwar mengungkapkan kekecewaannya terhadap kondisi politik Indonesia saat ini.
“Sudah sangat genting dari dulu. Seandainya bisa kiamat, kiamat dulu deh. Biar kita mati semua supaya Indonesia bersih,” jelasnya.
Di akhir, ia berharap, agar hal tersebut dapat menjadi perhatian serius bagi seluruh pihak, terutama para pembuat kebijakan.
Atha