“Hal-hal kecil akan bermakna jika dilakukan dengan hati yang besar, bagaikan benih yang perlahan tumbuh menjadi pohon besar yang menaungi banyak orang.”
Baginya, prinsip ini bukan sekadar filosofi, melainkan pegangan hidup yang berarti. Di balik sikap tenangnya, ia terus bergerak tanpa bayang-bayang lampu sorot. Ia yakin bahwa setiap langkah sederhana yang diambil, setiap kebaikan kecil yang diberikan adalah bagian dari sebuah misi yang lebih besar.
Nilai-nilai ini pun sejak dulu telah melekat pada diri Prof Dr dr HM Alimin Maidin MPH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas). Ia merupakan satu dari sekian banyak akademisi yang giat memperjuangkan isu-isu kesehatan di tingkat lokal, nasional hingga internasional.
Dalam berbagai kesempatan, Alimin berupaya menebar perubahan positif di dunia kesehatan, termasuk kampanye anti rokok yang gencar disuarakan. Menurutnya, tindakan sederhana, seperti berhenti merokok dapat memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
“Beliau pernah berkata, dalam satu hari saja, jika umat Islam dapat menyadari dan berhenti merokok, (maka) mereka sebenarnya mampu membangun sebuah masjid dengan dana yang seharusnya dialokasikan untuk membeli rokok,” ungkap sang adik, Dr Muhammad Sabir Maidin MAg, Selasa (24/09).
Bukan tanpa alasan, permasalahan rokok yang kerap kali digaungkan ini ternyata berasal dari tesis pengukuhan Alimin. Saat itu, ia menyampaikan bahwa merokok sama dengan membakar 60 rumah ibadah dengan nilai masing-masing Rp1,5 miliar. Kepeduliannya terhadap pengendalian rokok ini ditunjukkan melalui kerja sama dengan sejumlah kampus, salah satunya Universitas Tadulako.
Di samping itu, jebolan Michigan University ini pernah menjabat sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Pendidikan Unhas 2014-2016. Selama memimpin, Alimin sangat mengutamakan pelayanan maksimal di rumah sakit. Ia pun mulai berbenah dengan melakukan reformasi sistem internal, memperbaiki manajemen tarif, dan memastikan efisiensi operasional rumah sakit berjalan dengan baik.
“Kehadiran Rumah Sakit Unhas ini akan kami jadikan sebagai rumah sakit pendidikan berstandar internasional. Didalamnya juga dilakukan berbagai riset, terkait masalah kesehatan untuk menunjang mutu pelayanan publik. Selain itu, rumah sakit ini akan menjadi contoh pelayanan BPJS,” tutur Alimin dikutip dari inspirasimakassar.id, Rabu (03/02/2016).
Bak sungai yang tak pernah kering, dedikasinya di bidang kesehatan seakan tidak pernah berhenti mengalir. Perlahan pengabdian Alimin berhasil menanjak ke level dunia, dibuktikan dengan perannya sebagai konsultan di beberapa organisasi internasional, seperti Unicef (1993-2005), Plan Internasional (1997-1999), AUSAID (2000-2002), World Bank (2002), dan WHO (2006).
Selain itu, sejumlah jabatan lain yang pernah diisi Alimin, yakni Dosen FKM Unhas (1986), Ketua Prodi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Unhas (1995-2006), Dekan FKM Unhas (2010-2014), Direktur Yayasan Abdi Sehat Indonesia, Direktur Hasanuddin Center for Tabacco Control and Non Communicable Disease Prevention (Contact), dan Ketua Asosiasi Profesor Indonesia (API) Sulawesi Selatan.
Di luar perannya sebagai dokter dan akademisi, Alimin juga dikenal sebagai aktivis Islam yang sangat tekun. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Sulawesi Selatan dan berhasil mendirikan pondok pesantren yang saat ini berdiri kokoh di Jalan Kandea Makassar.
“Beliau memang terlibat aktif dalam organisasi keagamaan, termasuk di bidang tasawuf bersama Prof Nasruddin Umar. Jadi, memang di akhir hidupnya, beliau banyak bergerak di bidang keagamaan,” ungkap Sabir Maidin.
Alimin bukanlah satu-satunya anggota keluarga yang memiliki karier cemerlang. Dari sepuluh bersaudara, keluarganya telah melahirkan banyak akademisi dan dokter. Keberhasilan ini tidak terlepas dari pondasi pendidikan agama dan nilai-nilai moral yang diwariskan kedua orang tuanya.
Prinsip hidup yang senantiasa dipegang teguh Alimin bahwa setiap anggota keluarganya harus menempuh pendidikan formal. Ia sangat memprioritaskan pendidikan, tidak hanya bagi anak-anak, tetapi juga sanak saudaranya.
Salah satu momen yang paling diingat Sabir ketika Alimin dengan sukarela membantu biaya pendidikannya di Yogyakarta. Ia bercerita, sang kakak dengan sigap membayar kebutuhan kuliahnya ketika mendengar Sabir menghadapi kesulitan finansial. Sikap ini menjadi momen yang sangat membekas bagi Sabir, menunjukkan betapa besar perhatian dan dukungan Alimin untuk pendidikan keluarga.
Alimin Maidin adalah salah satu figur yang berhasil mengadvokasi isu-isu kesehatan ke tingkat global. Keahliannya dalam menjembatani teori dan ilmu praktis membawanya menduduki sejumlah posisi strategis hingga ke kancah internasional.
Rentetan pencapaian ini tentunya tidak jauh dari langkah kecil yang dimulai dari dirinya sendiri, seperti kampanye kesehatan yang berfokus pada pengurangan jumlah rokok. Lewat jejak inilah, Alimin mampu membuktikan bahwa kontribusi individu, betapapun kecilnya, memiliki potensi untuk mempengaruhi kebijakan kesehatan global dan meningkatkan kualitas hidup banyak orang.
Besar harapan setiap dedikasi yang dilakukan Alimin dapat bermanfaat bagi setiap insan kesehatan yang menyentuh ilmunya. Sayangnya, pengabdian pria kelahiran Sidrap ini harus berhenti pada 14 September lalu. Alimin berpulang di umur 70 tahun meninggalkan istri dan anak-anaknya. Semoga jasa-jasa yang ditorehkan di dunia menjadi pundi-pundi pahala di akhirat kelak.
Adrian