“Ganti menteri, ganti kebijakan.” Begitulah kalimat yang seringkali mewarnai pemerintahan baru di negeri ini. Perubahan nomenklatur Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi tiga kementerian di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kembali menggemakan sebuah isu lama, yakni Ujian Nasional (UN).
Pendidikan dasar dan menengah kini dibawahi oleh sebuah kementerian khusus, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Di bawah kementerian yang dipimpin oleh Abdul Mu’ti ini, UN diwacanakan bakal kembali dilaksanakan setelah sempat dihentikan di era Menteri Nadiem Makarim pada 2021.
Lalu apa alasan dibalik rencana penerapan kembali UN? Dan apakah UN masih layak untuk diterapkan kembali? Simak wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas, Rika sartika, dengan Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan periode 2019-2024, Dr Adi Suryadi Culla MA, Jumat (15/11).
Bagaimana pandangan Anda tentang rencana penerapan kembali UN di Indonesia?
Saat ini wacana untuk mengembalikan UN menjadi sorotan masyarakat. Kebijakan ini masih dikaji oleh kementrian dan kita belum tahu keputusan apa yang akan diambil. Penerapan UN akan diberlakukan dengan format yang diadaptasi berdasarkan situasi dan perkembangan serta tantangan yang dihadapi sebelumnya. Hal ini memang sudah menimbulkan pro dan kontra di Masyarakat. Ada yang menolak namun ada juga yang menerima jika UN Kembali diterapkan. Berdasarkan hasil pembicaraan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Mendikdasmen, DPR meminta untuk mengkaji kembali kebijakan UN.
Menurut Anda apakah UN masih layak untuk diterapkan di Indonesia saat ini?
Menurut saya UN adalah hal yang sangat penting. UN dapat menjadi standar pencapaian mutu pendidikan secara nasional. Melalui UN pemerintah dapat melakukan pemetaan terhadap pencapaian kompetensi lulusan yang tersebar di berbagai daerah. Pemerintah dapat melakukan perbandingan pencapaian kompetensi lulusan antar satuan pendidikan di setiap daerah, di suatu provinsi, dan juga antar provinsi yang ada di Indonesia.
Pemetaan tersebut juga bisa berdampak positif bagi kebijakan nasional. Hasil pemetaan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengalokasikan dana. Hal yang tak kalah penting yaitu UN dapat memotivasi siswa dalam belajar. Siswa akan termotivasi untuk belajar dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi UN.
Namun di sisi lain, penerapan UN yang dianggap penting ini juga memiliki kelemahan. Hal tersebut karena selama pelaksanaan UN timbul beberapa masalah, salah satunya yaitu masalah integritas. Mulai dari soal ujian yang bocor hingga fenomena joki. Terdapat beberapa oknum yang mencoba untuk memanfaatkan ambisi dari peserta UN. Tidak hanya siswa, namun orang tuanya juga berambisi sehingga banyak praktik-praktik menyimpang yang menciderai integritas pelaksanaan UN.
Hal lain yang memperburuk pelaksanaan UN adalah kesiapan psikologi siswa dalam menghadapinya. Tekanan psikologi yang dihadapi siswa diakibatkan karena kekhawatirannya. Kemudian dalam proses persiapan menghadapi UN, para guru sering kali melakukan proses pembelajaran yang bersifat hafalan. Sehingga pada akhirnya kualitas yang dicapai tidak sesuai dengan tujuan pendidikan.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan mengapa UN sebaiknya dihapuskan. Apabila UN Kembali diterapkan, pemerintah harus melakukan evaluasi. Jangan sampai UN justru kembali ke model sebelumnya.
Menurut Anda, apa alasan utama yang mendasari diskusi mengenai penerapan kembali UN?
Salah satu yang mendasari rencana penerapan kembali UN adalah motivasi belajar siswa yang dianggap mengalami kemerosotan. Hal ini karena mereka tidak dihadapkan lagi dengan tantangan kualitas yang terstandarisasi sebagai kriteria atau indikator pencapaian kualitas pendidikan.
Alasan lainnya yaitu pemerintah tidak punya kerangka sistemik untuk mengukur pencapaian kualitas proses pembelajaran dalam standar nasional. Karena tidak adanya standar maka pemerintah tidak punya data yang jelas untuk mengukur pencapaian pemerataan pendidikan.
Pergantian menteri pendidikan juga menjadi salah satu alasan mencuatnya rencana penerapan UN. Menteri baru memiliki visi dan misi yang berbeda dengan menteri sebelumnya. Menteri baru biasanya berusaha untuk membuat kebijakan baru. Sehingga diperlukan kontinuitas antara program terbaru dengan program sebelumnya.
UN resmi dihapus pada 2021 dan digantikan dengan Asesmen Nasional. Menurut Anda apakah penerapan Asesmen Nasional yang menggantikan UN sudah efektif selama ini?
Asesmen Nasional yang menggantikan UN mencakup survey karakter dan lingkungan belajar. Namun, agak sulit untuk melihat efektivitasnya terhadap kompetensi lulusan siswa dan proses pembelajaran. Jika dibandingkan dengan UN, ujian sekolah tidak bisa mengukur perbandingan pencapaian proses pembelajaran antarsekolah. Jadi menurut saya Asesmen nasional tidak efektif karena perlu ada standarisasi untuk mengukur hasil dari kompetensi belajar siswa dengan ukuran yang lebih jelas.
Menurut Anda bagaimana penerapan UN di Sulawesi Selatan? Apakah penerapannya memberikan dampak yang positif atau sebaliknya?
Kebijakan UN sering kali menerima kritik dari dinas pendidikan terkait perbedaan data yang dipetakan secara nasional dan data yang dihasilkan oleh provinsi. Ketidakadilan dalam pemetaan hasil ujian nasional muncul karena kurangnya sinergi antara data yang dikumpulkan oleh provinsi, kabupaten/kota, dan data yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat sinergi agar hasil pemetaan berdasarkan ujian nasional dapat akurat dan sesuai dengan data yang dimiliki oleh masing-masing provinsi.
Jika UN kembali diberlakukan, sebaiknya ada kesepakatan yang melibatkan masukan dari pemerintah daerah, provinsi, dan kabupaten/kota. Pemerintah pusat tidak seharusnya hanya membuat kebijakan dan berharap daerah melaksanakannya tanpa mempertimbangkan tantangan yang ada di masing-masing daerah.
Hal ini juga berlaku untuk kebijakan kurikulum yang telah beberapa kali berubah. Penerapan kebijakan ini harus memperhitungkan tingkat kemampuan daerah yang berbeda-beda, terutama dalam hal sosialisasi yang tidak merata. Koordinasi dan partisipasi pemerintah daerah sangat penting untuk memastikan keberhasilan penerapan UN dan kebijakan pendidikan lainnya.
Tantangan apa yang akan dihadapi dinas pendidikan dalam penerapan kembali UN?
Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah terkait kesiapan masyarakat, siswa, dan sekolah dalam melaksanakan ujian nasional cukup besar. Terutama karena perubahan ini datang secara tiba-tiba, sehingga memerlukan adaptasi. Selama ini, kemampuan adaptasi masyarakat sering kali tidak diperhitungkan oleh pemerintah pusat.
Sebaiknya, perlu ada penjajakan terlebih dahulu terhadap kesiapan pemerintah daerah, terutama dalam hal dukungan infrastruktur untuk penyelenggaraan UN. Tantangan ini perlu dipersiapkan dengan baik agar semua masyarakat di daerah dapat merasakan keadilan dalam penerapan ujian nasional. Perlu diingat bahwa ada daerah yang mungkin belum siap dari segi infrastruktur, dan kualitas sekolah pun bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Apakah dengan kembalinya UN, kurikulum atau metode pembelajaran akan berubah?
Saat ini, sistem pembelajaran sudah banyak berubah, terutama dengan perkembangan teknologi informasi. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan bagi siswa. Banyak informasi yang kini dapat diakses melalui media sosial dan internet.
Dulu, keberhasilan UN sangat dipengaruhi oleh peran guru dalam proses pembelajaran, dan kesiapan siswa tergantung pada mutu pembelajaran yang diberikan. Dengan adanya berbagai sumber pembelajaran baru, hal ini harus diperhitungkan. Menurut saya, perlu dipertanyakan apakah UN harus menentukan kelulusan siswa atau tidak.
Jika UN tetap diberlakukan, lebih baik jika kelulusan dikembalikan kepada sekolah, sehingga setiap daerah dan satuan pendidikan dapat lebih kreatif dan inovatif dalam menyiapkan siswa. Saya cenderung berpendapat bahwa UN tidak perlu menjadi penentu kelulusan, karena hal itu hanya akan mengulangi masalah yang pernah ada, seperti integritas yang diragukan dan tekanan psikologis yang tinggi.
Jika ujian nasional dimanfaatkan untuk pemetaan, misalnya untuk mengetahui daerah mana yang tertinggal atau sekolah mana yang perlu pembinaan, maka itu lebih bermanfaat. Tujuan utama UN seharusnya bukan hanya untuk kepentingan administratif, tetapi juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan secara keseluruhan. Penentuan kelulusan seharusnya lebih dipertimbangkan oleh sekolah, yang lebih memahami kondisi siswa secara langsung.
Apa harapan Anda terkait dengan penerapan UN nantinya?
Harapan saya terkait UN adalah agar kita tidak mengulangi praktik buruk yang pernah terjadi di masa lalu. Yang lebih penting adalah membenahi kualitas guru dan membangun infrastruktur sekolah dengan bantuan pendanaan yang memadai. UN membutuhkan dana, tetapi yang lebih krusial adalah menyediakan infrastruktur yang diperlukan oleh sekolah, terutama dalam menghadapi perkembangan teknologi digitalisasi.
Saya berharap kebijakan terkait UN harus mempertimbangkan relevansi dan tantangan dunia pendidikan saat ini. Kita perlu mendorong pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam memahami dunia di sekitar mereka.
Data diri narasumber:
Dr H Adi Suryadi Culla, MA.
Dosen Pascasarjana Ilmu Politik dan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin
Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan (2019-2024)