Budaya berdongeng yang dulu begitu akrab dalam kehidupan anak-anak, kini mulai kehilangan popularitas di tengah derasnya arus digitalisasi serta penggunaan teknologi hiburan modern. Peran dongeng sebagai penghubung antara orang tua dan anak dalam menyampaikan nilai-nilai budaya serta moral, perlahan-lahan tergantikan oleh gawai dan game online.
Padahal, berdongeng tidak hanya berperan sebagai media hiburan semata, tetapi juga memainkan peran penting dalam mengasah imajinasi, menanamkan kesadaran lokal, serta dapat menumbuhkan empati dalam diri. Sayangnya, tradisi ini perlahan memudar, sebab semakin sedikit anak-anak yang ingin mendengarkan dongeng. Selain itu, para orang tua semakin jarang meluangkan waktu untuk membacakan dongeng kepada anak-anaknya.
Di tengah memudarnya tradisi mendongeng, Yayasan Rumah Dongeng Nusantara tetap teguh menunjukkan dedikasinya sebagai sebuah gerakan masyarakat yang berkomitmen untuk meningkatkan pendidikan anak, melestarikan nilai-nilai budaya nusantara, dan membangkitkan minat literasi. Tak hanya itu, mereka pun berupaya agar tradisi bercerita tetap hidup dan dikenal oleh anak-anak di seluruh Indonesia.
Puguh Herumawan atau yang akrab disapa Kak Heru, penginisiasi terbentuknya Rumah Dongeng mengungkap, motivasinya mendirikan Rumah Dongeng berawal dari banyaknya anak-anak Kota Makassar yang memiliki prestasi mendongeng hingga tingkat nasional, namun belum memiliki wadah untuk mengembangkan dan menampilkan bakat mereka.
“Tugas kami di Rumah Dongeng memberikan ruang bagi anak-anak yang punya prestasi dalam berdongeng untuk bisa berkumpul, berbagi, serta saling menularkan kemampuan bercerita kepada anak-anak lain,” tuturnya, Senin (07/10).
Berdiri sejak 2013, kini Rumah Dongeng tidak hanya berfokus pada anak-anak, melainkan juga menjadi wadah bagi semua kalangan yang ingin terjun ke dunia dongeng. Dengan komitmen ingin melatih dan memfasilitasi para pendongeng, Rumah Dongeng berupaya memajukan dunia dongeng di Makassar. Beragam program inovatif dihadirkan, mulai dari workshop, Sedekah Dongeng, live streaming, roadshow, hingga Trauma Healing yang semuanya dirancang untuk menjaga tradisi dongeng tetap hidup dan relevan.
Salah satu program unggulan Rumah Dongeng adalah workshop mendongeng, khususnya untuk guru TK dan SD. Heru percaya, salah satu metode pembelajaran yang efektif dan menarik adalah kemampuan seorang guru untuk bercerita dengan baik di depan murid-muridnya.
Selain itu, Rumah Dongeng juga sering berkolaborasi dengan berbagai komunitas, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) melalui program Sedekah Dongeng sejak 2014. Kegiatan ini pertama kali digelar bersama Dompet Dhuafa dan berfokus pada kegiatan mendongeng di sekolah-sekolah, terutama di tingkat TK dan SD.
Melalui program tersebut, anak-anak juga diajarkan untuk bersedekah yang nantinya akan disalurkan ke lembaga zakat. Sampai saat ini, telah ada beberapa lembaga amil zakat yang turut berkolaborasi dengan Rumah Dongeng, di antaranya adalah Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Yatim Mandiri, Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), dan Komite Nasional Rakyat Palestina (KNRP) yang sukses melakukan penggalangan dana hingga ke luar Sulawesi Selatan (Sulsel).
Selama pandemi Covid-19, Rumah Dongeng tetap menjalankan program-programnya dengan berinisiatif membuat video edukasi terkait berbagai macam cerita dongeng yang menarik. Berkolaborasi dengan salah satu perusahan telekomunikasi di Indonesia, video-video tersebut diunggah ke platform layanan video streaming online yang memungkinkan anak-anak tetap bisa menikmati dongeng meski dalam situasi terbatas.
Tidak hanya itu, Rumah Dongeng juga memiliki program rutin bersama TVRI Sulsel bernama Balla’ Dongeng yang tayang setiap Sabtu. Setiap bulan Ramadhan, mereka juga menghadirkan tayangan khusus berjudul Dongeng Ramadhan yang membagikan cerita-cerita inspiratif dengan nuansa religi.
Melalui mendongeng, Rumah Dongeng berupaya memperkenalkan cerita-cerita rakyat kepada anak-anak dan masyarakat umum. Kisah-kisah penuh nilai moral ini tidak hanya diharapkan dapat memperkuat karakter anak, melainkan turut menjadi langkah nyata dalam melestarikan warisan budaya lokal.
“Cerita tidak hanya sekadar dibuat saja, tetapi ada misi yang harus kita sampaikan kepada anak dan orang tua terkait bagaimana membentuk karakter anak, sebab hal tersebut merupakan salah satu tujuan orientasi dongeng,” ucap Heru.
Salah satu momen paling berkesan bagi Heru saat anak berkebutuhan khusus dengan autisme yang merupakan siswa kelas 4 SD menjadi salah satu pendengar dongengnya. Cerita tentang seekor tikus yang membantu singa terjebak kala itu menarik perhatian anak tersebut. Empat tahun kemudian, saat Heru kembali mengunjungi sekolah yang sama, anak tersebut yang sudah duduk di bangku SMP, menghampiri Heru dan mengatakan jika ia masih ingat cerita dongeng yang telah disampaikannya waktu itu.
Hal itulah yang kadang membuat Heru menangis terharu. Ia merasa tersentuh karena hal sederhana seperti mendongeng dapat membuat anak tersebut tetap mengingat dengan cerita yang ia sampaikan.
“Saya memotivasi teman-teman untuk jangan berhenti untuk bercerita karena apa yang kita ceritakan hari ini mungkin akan dikenang oleh anak-anak itu sampai bertahun-tahun,” pungkas inisiator Rumah Dongeng itu.
Nurul Fathiyah S.A