Sosok Arnold Mononutu memang masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun tidak di Sulawesi Utara, di tanah kelahirannya ini ia cukup dikenal karena namanya digunakam sebagai salah satu nama jalan. Hal itu menunjukkan, Arnold ialah tokoh yang cukup berpengaruh dan dihargai oleh penduduk Sulut.
Ia memiliki nama lengkap Ir Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu. Arnold lahir di Manado pada tanggal 4 Desember 1896. Ia seorang laki-laki berdarah Minahasa yang merupakan Menteri Penerangan pada era kabinet RIS. Ia juga pernah menjabat sebagai ketua Parleman Negara Indonesia Timur dan salah seorang dari tokoh PNI. Persahabatannya dengan Hatta dan tokoh-tokoh perhimpunan Indonesia lainnya terjalin saat mereka belajar di Eropa.
Kenal organisasi terlihat sejak ia menempuh pendidikan salah satu universitas di Belanda. Masa itu, ia bergabung dengan perkumpulan Indonesische Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Sejak itulah, ia banyak berkecimpung dalam diskursus kebangsaan yang lebih luas.
Ikut serta dalam organisasi yang bertentangan dengan pemerintah kolonial bukanlah hal yang mudah. Ia dan keluarganya harus menjadi korban kekejaman pemerintah kolonial. Seperti, saat ayahnya yang bekerja sebagai seorang komisaris di kantor residen di Manado pernah diancam oleh pemerintah jajahan. Pemerintah mengancam Ayah Mononutu akan dipecat jika anaknya tetap menjadi anggota Perhimpunan Indonesia.
Lewat surat yang dikirim ke Belanda, ayahnya menyuruh Mononutu keluar dari PI jika ia masih ingin dikirimkan uang biaya kuliah. Mononutu menghiraukan permintaan ayahnya itu. Dalam surat balasan, ia menuliskan keinginan untuk tetap bertahan di organisasi PI.
Mononutu memiliki tekad dan keinginan besar bergabung menjadi anggota PI. Ia tak dapat mengundurkan diri, meski harus menerima konsekuensi yang dapat mengancam keberlangsungan hidupnya di Belanda.
Sejak Mononutu tidak mendapatkan lagi kiriman dari orang tuanya, PI hadir membantunya. Iuran anggota disumbangkan untuk membantu biaya hidup Mononutu setiap bulan. PI memang dikenal memiliki rasa solidaritas tinggi antar sesama.
Keikutsertaan dalam PI mengantarkan Mononutu sebagai salah seorang tokoh nasionalis Indonesia. Atas dasar itu, Pejabat Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Dr. Soni Sumarsono MDM pernah mengusulkan Mononutu dan pejuang Indonesia lainnya, Bataha Santiago menjadi pahlawan nasional. Pengusulan mereka dibahas dalam seminar nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Minut bersama DPP Korps Pembangunan Merah Putih di Aula Pemkab Minut pada 24 April 2015. Sumarsono menilai, seminar ini adalah suatu apresiasi negara dalam menghargai keteladanan para tokoh pejuang Indonesia. Hingga sekarang belum ada keputusan dari Kementerian Sosial RI soal pengajuan pemberian gelar pahlawan nasional dua tokoh Sulut itu.
Pemberian gelar pahlawan nasional kepada seseorang diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan. Dalam relugasi itu disebutkan, “pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada WNI atau seseorang yang berjuang melawan penjajah di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI, yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi kemajuan dan pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara republik indonesia”.
Selain bergabung di PI, Arnold Mononutu juga pernah menjadi Ketua Parlemen Negara Indonesia Timur. Saat menjabat, ia orang pertama yang mengumumkan penggantian nama batavia menjadi Jakarta pada tahun 1949. Kemudian, kolega terdekatnya sesama Diplomat, Mr Soedibjo Wirjowerdojo menyampaikan penggantian nama itu di Belanda.
Ia lalu dipercaya menjabat sebagai menteri penerangan mulai tahun 1951 hingga 1953. Tujuh tahun setelahnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu mengangkat Arnolnd Mononutu sebagai rektor unhas ke-3 menggantikan K.R.T. Djokomarsaid. Mononutu meninggal dunia pada tanggal 5 September 1983 di usia 86 tahun.
Penulis: Urwatul Wutsqaa