Baru-baru ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melakukan revisi Permenristekdikti nomor 20 tahun 2017, tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor. Hasil dari revisi tersebut menjelaskan bahwa dosen dan professor tidak diwajibkan lagi publikasi internasional di scopus. Alasannya, melihat beberapa tenaga pengejar perguruan tinggi sudah tidak lagi mengetahui komponen dan cara publikasi scopus.
Lantas, bagaimana Unhas menanggapi revisi regulasi itu? Berikut wawancara reporter identitas, Muthmainah dengan sekretaris Eksekutif Publication Management Center (PMC) Unhas, Dr Muhammad Arsyad. Dalam wawancara itu, Arsyad sapa akrabnya, memberikan pandangannya terkait publikasi tidak harus di scopus lagi dan kondisi publikasi internasional Unhas sekarang. Berikut hasil wawancaranya:
Kemenristekdikti menyatakan, jurnal ilmiah tidak harus terindeks scopus. Bagaimana pandangan anda terkait hal itu?
Iya betul, jurnal ilmiah memang tidak harus terindeks scopus lagi. Dan itu sah karena dimungkinkan oleh Permen 20 yang menyatakan bahwa jurnal nasional terakreditasi B, berbahasa PBB, terindeks DOAJ indikator green tick, itu setara/diakui sebagai Jurnal internasional. Kemudian jurnal nasional terakreditasi A, berbahasa PBB, terindeks DOAJ green tick, itu setara/diakui sebagai jurnal internasional bereputasi. Jelas bahwa not necessary scopus. Untuk kedepannya, kita akan menghadapi beberapa kenyataan berikut:
Pertama, karena ini kita tidak bisa menghindari pergaulan global publikasi, sementara yang dimaksudkan jurnal ilmiah bereputasi adalah salah satunya terindeks scopus. maka menurut pandangan saya, seharusnya jangan seat back dan meninggalkan Indexing scopus. Saya melihat peningkatan publikasi Indonesia sedikit banyaknya sangat dipengaruhi oleh kebijakan dikti yang mengharuskan lektor kepala dan guru besar melakukan publikasi ilmiah terutama di jurnal internasional bereputasi selevel scopus, sehingga Indonesia berhasil menempati posisi publikasi ketiga di ASEAN melampaui Thailand.
Kedua, jurnal-jurnal yang terindeks scopus terutama diposisi Quartile Q1, Q2 itu memiliki Peer Review Process yang sangat ketat (menacapai 5-6 rounds) dan tidak ada Conflict of Interest, sehingga paper yang berhasil publish di jurnal tersebut memiliki kualitas yang sangat baik. Karena itu, situasi dan indeksasi authorship akan menjadi tinggi dan akan berdampak positif terhadap rating universitas.
Ketiga, jangan dilupakan bahwa instrumen sitasi per fakultas itu menjadi crucial point dalam akreditasi internasional perguruan tinggi atau untuk masuk World University rank WUR. Katakanlah Asean University Network-Quality Assurance (AUN-QA). Kita bersyukur sudah 3 batch Prodi di Unhas tembus AUN-QA.
Keempat, coba perhatikan dengan saksama, perguruan tinggi yang memiliki jurnal terindeks scopus, rata-rata memiliki rating publikasi yang baik. Itu karena mereka bisa memasukkan paper terafiliasi sendiri ke jurnal tersebut, lalu diekstraksi ke scopus. Dengan demikian, kalkulasi jumlah dokumen di scopus akan sangat cepat meningkat. Dan untuk tembus ini cukup berat karena assessment nya high quality process dan jika gagal akan ada embargo-nya.
Menurut Permenristekdikti no 20 menyatakan, tunjangan kehormatan profesor akan diberikan jika memiliki paling sedikit satu jurnal internasional bereputasi. Selain scopus, jurnal bereputasi apa saja yang memenuhi, sesuai dengan aturan tersebut?
Iya memang betul, dalam penyamaan persepsi tentang Permenristekdikti no 20 ini dinyatakan bahwa profesor harus menghasilkan paling sedikit tiga karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional atau paling sedikit satu dalam jurnal internasional bereputasi, paten, dan karya seni monumental dalam kurun waktu 3 tahun. Ini sebenarnya waktu yang cukup panjang untuk melakukan publikasi untuk satu paper.
Pertanyaannya adakah indeks lain selain scopus? Sangat jelas dalam Permenristekdikti itu, tidak harus scopus. Namun, sekalipun Permenristekdikti 20 memungkinkan untuk publikasi non-scopus (yang penting ter-cover dalam basis data internasional ternama) misalnya Index Copernicus dan Microsoft Academic Search. Akan tetapi harus dicatat dengan baik bahwa database internasional terbaik untuk urusan publikasi internasional itu adalah scopus index.
Jadi sah-sah saja publikasi yang non-scopus, tapi reputasinya berbeda. Sementara instrumen akreditasi kedepan baik nasional maupun internasional makin lama makin quality oriented. Yang jelas, kalau seorang profesor memutuskan untuk mempublikasi di jurnal internasional (non-reputasi), maka jumlahnya harus 3, tetapi kalau memutuskan mempublikasi di jurnal internasional bereputasi (semisal scopus), maka hanya mempublikasi satu paper saja. Itu sudah gugur kewajiban, dan artinya tunjangan kehormatan will sustain. Tapi menurut saya, Permen itu sangat-sangat longgar.
Lalu bagaimana dampak/pengaruhnya pada Unhas sendiri, apakah dengan peraturan ini profesor tidak lagi mempublikasikan jurnalnya di scopus?
Sampai saat ini kami di Publication Management Center (PMC) yang menangani publikasi Unhas, masih terus mendorong lektor kepala dan profesor untuk publish di jurnal yang bereputasi baik, termasuk scopus. Pilihan pertama kami masih tetap indeks ini, tetapi tentu saja ada pilihan-pilihan berikutnya mengingat kapasitas dosen memiliki writing skill berbeda-beda juga. Selain itu, kami ada aternatif yaitu melaksanakan international conference terindeks WoS dan juga scopus sebagai media bagi dosen Unhas untuk diseminasi dan publikasi.
Kami targetkan 10 fakultas tahun ini untuk diarahkan conference ter-indeks scopus. Jadi Unhas Insya Allah ready, apapun bunyi Permen. Itu artinya Permen tidak akan menjadi hambatan bagi Unhas. Memang Unhas harus bisa take off dengan kecepatan tinggi. Ibarat pesawat, Unhas ini banyak penumpang (bobotnya berat) sehingga untuk take off harus kecepatan tinggi di run way, tidak bisa lambat. Jadi tidak boleh “batuk-batuk” karena scopus.
Sejauh ini sudah berapa banyak jumlah jurnal profesor dan dosen Unhas yg publikasi di scopus?
PMC belum melakukan pemisahan data publikasi berdasarkan jabatan akademik antara profesor, lektor lepala, lektor dan asisten. Tetapi jumlah profesor di Unhas 292 dan telah mengusulkan publikasi internasionalnya selama 3 tahun terakhir baik sebagai principal author maupun co-authorship. Hanya saja kita belum tahu pasti ini berapa persen yang lolos evaluasi, meskipun kelihatannya Kemenristekdikti melakukan extend time evaluasi sampai November 2019. Namun, saya optimis semuanya akan memenuhi syarat keharusan tersebut. Jelasnya, pada triwulan pertama 2018 jumlah publikasi Unhas di scopus sudah mencapai 1.595 (minus 5 dari 1.600) dari 1.231 penulis.
Selain scopus, berapa dan di jurnal apa saja publikasi dosen Unhas?
Sampai triwulan pertama 2018, publikasi internasional Unhas tersebar di sekitar 160 jurnal internasional bereputasi scopus di seluruh dunia, mulai dari cluster Q1 sampai Q4. Sementara collaborating affiliation nya mencapai 150 mitra (joint authorship) dengan universitas terkemuka di dalam dan luar negeri. Dengan optimalisasi kemitraan, saya yakin target publikasi internasional bereputasi bagi Unhas akan dapat dicapai.
Apakah hal tersebut sudah sesuai dengan target yang diharapkan?
Sebagai gambaran di tahun 2017, PMC Unhas menargetkan 1.290 artikel yang terpublikasi di jurnal internasional bereputasi, khususnya yang terindeks oleh scopus. Namun, dengan sumber daya yang dimiliki dan kerja keras publikasi, serta dukungan penuh pimpinan universitas dalam menyiapkan sumberdaya yang diperlukan, target berhasil dilampaui.
Semester pertama 2017 sudah 1.302 artikel yang terindeks oleh scopus. Capaian itu melebih target. Sampai awal triwulan pertama 2018 ini, jumlah publikasi internasional Unhas khususnya yang bereputasi (scopus dan ISI Thomson) sudah mencapai 1.595 dokumen dari 1.231 penulis. Jumlah ini memang sudah terhitung “speed up“, tetapi perguruan tinggi lain terutama di Jawa dan negara lain itu juga lari kencang. Yang jelas untuk mempertahankan rating, Unhas terus bergegas dalam publikasi dan peningkatan kualitas jurnal dengan indeks database internasional seperti EBSCO, DOAJ, CABI dan Microsoft Academic Search.
PMC menargetkan akhir 2018, jumlah dokumen publikasi internasional bereputasi akan mengalami kenaikan 500-600 dokumen, sehingga secara total tahun 2018 jumlah keseluruhan publikasi Unhas di scopus diharapkan dapat mencapai 2.000 dokumen. Itu diluar publikasi internasional yang bukan scopus. Insya Allah Unhas ready.
Muthmainah