Sambut Dies Natalis ke-69, Fakultas Hukum (FH) Unhas mengadakan Seminar Nasional bertemakan “Mengokohkan Pendidikan Tinggi Hukum Untuk Mendukung Penegakan Hukum yang Berkeadilan dan Berkemanusiaan di Era Normal Baru” melalui Zoom dan dan YouTube, Rabu (10/4).
Seminar yang dipandu oleh Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Irwansyah S H M H ini dibuka oleh sambutan Rektor Unhas, Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA dan Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Farida Patittingi SH M Hum. Turut hadir Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Ketua Mahkamah Agung (MA) RI, Kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung RI, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Pada kesempatannya, Ketua Mahkamah Agung RI, Prof Dr H M Syarifuddin SH MH memaparkan kondisi penegakan hukum di awal masa pandemi dengan pendekatan heuristik hukum. “Ketika wabah Covid-19 memasuki puncaknya, beberapa pengadilan berinisiatif untuk melakukan persidangan teleconference demi menghindari resiko penularan Covid-19. Meski saat itu belum ada payung hukum bagi mekanisme pemeriksaan perkara pidana teleconference,” ungkapnya.
Syarifuddin menambahkan, ketiadaan payung hukum dapat menimbulkan keraguan para hakim menyangkut proses persidangan karena kitab undang-undang hukum acara pidana menganut asas persidangan dengan kehadiran terdakwa. Itulah mengapa, sebagian besar pengadilan yang lain tetap melakukan persidangan secara fisik karena terdesak oleh masa penahanan meskipun dengan skor yang sangat tinggi.
Lebih lanjut, MA dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan menanggapi kondisi tersebut dengan cepat, yaitu dengan menerbitkan Surat Edaran Dirjen Badilum tanggal 27 Maret 2020 perihal perizinan persidangan perkara pidana secara jarak jauh atau teleconference. MA kemudian menandatangani kerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terkait pelaksanaan persidangan melalui teleconference pada 13 April 2020 sebagai upaya memperlancar kondisi pelaksanaan persidangan perkara pidana.
“Tindakan tersebut merupakan upaya sementara guna mengantisipasi kondisi darurat di lapangan, sesuai asas hukum bahwa keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Akan tetapi, dalam proses penegakan hukum, asas yang dicetuskan oleh Marcus tidak cukup menjadi solusi. Selain keselamatan jiwa, prioritas utama yang harus dilindungi ialah hak asasi para pencari keadilan yang sedang menjalani proses perkara yang tidak boleh diabaikan,” jelas Syarifuddin.
Hal itu dikarenakan perlindungan hak asasi manusia merupakan wujud keadilan yang tertinggi sehingga asas tersebut harus dilakukan secara beriringan. Sementara proses penyelarasan berbagai variabel multifungsi dalam memunculkan formulasi baru sebagai solusi permasalahan dalam hukum adalah implementasi dari teori Heuristika hukum. Heuristika sejatinya adalah cara memadukan antara ketidakteraturan menjadi keselarasan yang harmonis dan berlangsung melalui tiga tahap, yaitu penormaan, penegakan, dan pembaruan.
M209