“Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia.”
Prinsip tersebutlah yang menjadi motivasi salah satu Alumni Psikologi Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Aisyah Alqumairah. Di tengah dunia yang kadang dipenuhi oleh egoisme dan keserakahan, ia percaya bahwa membantu sesama tidak harus dimulai dari hal besar, melainkan dapat dimulai dari tindakan kecil, seperti berbagi ilmu.
Semasa kecilnya, Aisyah sudah mulai diajak untuk terlibat dalam masyarakat. Ayahnya memberikan tugas-tugas kecil yang melibatkan Aisyah dalam kegiatan sosial, seperti membantu di masjid atau mengajar anak-anak di sekitar rumah. Hal ini kemudian membentuk pemahaman Aisyah tentang tanggung jawab sosial dan pentingnya berbagi dengan orang lain.
Aisyah melihat psikologi sebagai alat untuk membantu individu menemukan potensi positif mereka. Melalui observasi dan pemahaman terhadap kisah-kisah inspiratif tokoh psikolog, Aisyah membangun keinginan untuk terlibat aktif dalam pemberdayaan manusia. Pada akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di bidang psikologi di Unhas.
Tidak hanya berfokus pada aspek akademis, Aisyah juga aktif memperluas jaringan dan meningkatkan keterampilan kepemimpinannya melalui keterlibatan dalam organisasi tingkat fakultas Salah satunya melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keilmuan dan Penalaran Ilmiah (KPI) Unhas.
Tidak berhenti di situ, ia turut mengambil langkah besar dengan bergabung dalam Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi se-Indonesia sebagai Koordinator Wilayah Maluku-Papua hingga menjadi salah satu Pengurus Nasional di Bidang Pengembangan Kajian Riset.
Terlibat dalam berbagai workshop, training, dan kegiatan, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk terlibat aktif memberikan kontribusi positif kepada masyarakat melalui pengetahuan yang dimilikinya.
Pada Maret 2017, Aisyah bersama rekan-rekannya mendirikan sebuah komunitas bernama Satu Atap (Satap). Komunitas ini bukan hanya sebuah organisasi, tetapi juga sebuah gerakan untuk merangkul anak-anak disabilitas dan menciptakan ruang inklusi di masyarakat. Satap memulai perjalanan mereka dengan membuka sekolah binaan yang menggabungkan anak-anak disabilitas dengan anak-anak reguler.
Salah satu fokus utama Satap adalah mengatasi isu diskriminasi yang sering dihadapi oleh teman-teman disabilitas. Dalam realitas sehari-hari, mereka seringkali mengalami ketidaksetaraan dan diskriminasi karena belum memiliki wadah untuk bermain dan belajar bersama. Terdapat kesenjangan antara sekolah luar biasa (SLB) yang diperuntukkan bagi disabilitas, dan sekolah negeri atau swasta yang diperuntukkan bagi non-disabilitas.
“Kita berharap dengan hadirnya Satap dapat memberikan value untuk saling mengenal satu sama lain, saling peduli, dan saling respect atau saling menghargai dengan teman-teman disabilitas,” jelasnya.
Tidak hanya pada pemberdayaan disabilitas, Aisyah pun bergerak dalam pemberdayaan perempuan. Keseriusannya pada isu ini membawanya menjadi Pimpinan Cabang Female in Action (FIA) Makassar pada tahun 2020. FIA merupakan organisasi yang tersebar di seluruh Indonesia yang berpusat di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Menurut Aisyah, manusia diberikan setiap potensi tidak terkecuali pada perempuan. Namun menurutnya terkadang akses oleh tiap perempuan berbeda. FIA ini kemudian menjadi wadah bagi semua perempuan untuk mengaktualisasikan diri.
Selain dua isu dengan dua komunitas tersebut, Aisyah pun bergerak pada isu keberlanjutan. Ia pun turut mendirikan Agent of Growth (Agrowth), sebuah komunitas yang lahir dari sebuah program bernama Bali Nexus Design Challenge di Bali yang berfokus pada sektor pariwisata, agrikultur, teknologi, gender, sosial, khususnya di bidang lingkungan.
Segala pencapaian dan prestasi Aisyah saat ini, tidak terlepas dari hasil didikan kedua orang tuanya yang banyak memberikan pembelajaran semasa kecil Aisyah. Seperti pada saat Aisyah duduk di bangku Sekolah Dasar, ia diajarkan tentang kemandirian dan beradaptasi di lingkungan baru dimulai dari hal-hal kecil dengan tidak mengantarnya ke sekolahnya pada saat itu.
Sosok di balik suksesnya Aisyah sekarang ini pun terlihat dari kebiasaan orang tuanya mengajarkan dan mengedukasi di lingkup rumah. Sehingga dari diri Aisyah timbul pula rasa sangat menyukai proses pembelajaran atau love of learning.
Aisyah berharap kedepannya ia akan terus menjadi pribadi yang punya keinginan untuk terus belajar dan untuk tetap menumbuhkan rasa senang akan proses pembelajaran itu sendiri.
Zakia Safitri Sijaya