Anemia masih saja menjadi masalah yang serius dalam kesehatan global. Gangguan kesehatan yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah di bawah batas normal ini telah menjangkit hampir 270 juta anak usia 6-59 bulan dan lebih dari 500 juta wanita usia 15-49 tahun berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada 2019 silam.
Indonesia menjadi salah satu negara berkembang dengan tingkat penderita anemia yang cukup tinggi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) pada 2018, kasus anemia terjadi sebanyak 32% pada remaja usia 15-24 tahun.
Menjawab permasalahan tersebut, Dosen Statistika Universitas Hasanuddin (Unhas), Siswanto serta tim termotivasi melakukan riset tentang kurma sebagai alternatif pengobatan anti-anemia. Adapun anggota timnya merupakan mahasiswa jurusan Statistika, yaitu Nur Aliah Ramadhani, Nadia Nazwadiah Caesar, Khusnul Khotimah Syahrul, serta Asyirah Irfiana dan Siti Aulia Adila dari jurusan Biologi.
Penelitian dengan berjudul “Metode Average Linkage Clustering dan Studi Molecular Docking pada Kurma (Phoenix Dactylifera L.) sebagai Anti Anemia” ini merupakan riset lanjutan dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang sebelumnya dilakukan oleh tim penelitian dan berhasil sampai pada tahap pendanaan. Skim PKM yang diikuti adalah PKM skim riset eksakta dengan judul “Identifikasi Senyawa Buah Kurma Phoenix dactylifera L. yang Berpotensi sebagai Obat Anemia Menggunakan Instrumen GC-MS dan Klasterisasi Improved K-Meas”.
Buah kurma yang digunakan dalam riset ini tidak terbatas dari jenisnya karena semua jenis kurma dapat dijadikan bahan dasar. Kandungan zat besi tinggi yang dikandung dalam buah kurma berpotensi sebagai agen anti-anemia. Oleh karena itu, penelitian lanjutan ini membuktikan bahwa kurma dapat menjadi alternatif pengobatan untuk mengatasi anemia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Average Linkage Clustering karena dapat menentukan jumlah klastering terbaik yang terbentuk berdasarkan nilai silhouette. Nilai silhouette adalah metrik yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas hasil klastering.
Tim peneliti mengelompokkan 145 senyawa aktif yang diidentifikasi dari buah kurma menggunakan teknik analisis laboratorium GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) dan database fitokimia online, yaitu napsack dan Dr. Duke. Sebelum mengelompokkan secara statistik, tim melakukan proses Principal Component Analysis (PCA) untuk menyaring atribut struktural dan fisikokimia dari senyawa kimia yang telah diperoleh.
Hasil penelitian ini menemukan 17 senyawa dari buah kurma berada dalam klaster yang sama dengan lima senyawa timbal dari obat anti-anemia kimiawi seperti asam askorbat dan kation besi. Ini menandakan adanya kesamaan karakteristik senyawa kurma yang signifikan dengan senyawa utama dalam obat anti-anemia kimiawi.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Barekeng edisi Desember 2024 ini menunjukkan bahwa beberapa senyawa dalam kurma, seperti asam askorbat, magnesium, histidin, dan 2-O-metiloksilosa, mampu berikatan kuat dengan enzim PHD—enzim yang berperan penting dalam pembentukan sel darah merah. Dengan begitu, senyawa-senyawa ini dapat merangsang produksi eritropoietin (EPO) secara alami. Artinya, mengonsumsi buah kurma secara rutin bisa menjadi cara alami yang aman untuk membantu meningkatkan kadar hemoglobin dan mencegah anemia.
Dalam penelitian serupa, biasanya peneliti lain akan menggunakan cara analisis konvensional dan membutuhkan waktu lama untuk menghasilkan data yang dibutuhkan. Namun, pada penelitian ini, tim menggunakan teknik komputasi yang akan mempersingkat waktu. Meskipun demikian, tim peneliti tetap mengecek beberapa situs-situs online yang menyediakan senyawa-senyawa seperti SwissADME.
“Pengambilan datanya lebih ke komputasi karena kami ingin membuktikan bahwa tanaman ini ada mirip senyawanya dengan penyakit-penyakit tertentu,” ungkap Siswanto pada Kamis (17/04).
Selama proses penelitian, tim mengungkap hambatannya, yaitu keterbatasan fasilitas laboratorium di Unhas yang pada saat itu sedang ramai digunakan oleh tim PKM lain. Hal ini memaksa tim peneliti untuk menggunakan laboratorium di Politeknik Negeri Ujung Pandang untuk melakukan uji laboratorium secara langsung.
Hambatan lain yang dihadapi adalah pengelolaan data karena menggunakan komputasi. Oleh karena itu, penelitian ini banyak menggunakan statistik sehingga data perlu dikelola dengan hati-hati.
“Penelitian-penelitian tentang statistik itu memang lebih ke data, jadi biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk dikomputasinya,” keluh dosen statistika itu.
Melalui penelitian ini, tim berharap kolaborasi antara bidang kesehatan dan statistik ke depannya bisa terjalin lebih erat. Indonesia memiliki banyak tanaman endemik, baik dari darat maupun laut yang potensial dikembangkan sebagai bahan obat alami. Dengan metode statistik seperti klastering dan analisis multivariat lainnya, potensi ini bisa dieksplorasi lebih dalam. Penelitian ini baru langkah awal, dan masih banyak peluang untuk dikembangkan bersama.
Andika Wijaya
