Suasana duka menyelimuti dunia pendidikan Kota Makassar kala mendapati kabar pendiri Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Nobel Indonesia, Ir H Mubyl Handaling menghembuskan napas terakhirnya di Jakarta, Minggu 28 Agustus 2022.
Di kalangan Sivitas Akademika Unhas, mungkin nama itu asing terdengar. Meskipun nyatanya, sosok Mubyl merupakan salah satu alumni terbaik Kampus Merah yang berhasil berkiprah menyokong dunia pendidikan.
Besar di keluarga berlatar belakang didominasi pelaut, Mubyl sempat berpikir untuk mengabdikan diri pada profesi yang sama. Menempuh pendidikan menengah atas di Parepare, ia menerima dorongan kuat dari ayahnya, Handaling. Sangat besar harapan seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tersebut agar anaknya, Mubyl bisa hidup dengan jalan yang lebih baik.
Tak hanya membawa harapan ayahnya, Mubyl juga takjub melihat salah seorang seniornya di kampung yang tengah berkuliah di Fakultas Teknik Unhas. Dengan segala pertimbangan dan benang merah yang mengikat, ia dinyatakan lulus dalam seleksi penerimaan mahasiswa hingga akhirnya pria kelahiran 1955 itu pun menempuh pendidikan lanjutnya sebagai bagian dari Teknik Sipil Unhas.
Selama masa kuliahnya, Mubyl dikenal sebagai mahasiswa organisatoris. Ia mengikuti sekian organisasi seperti himpunan jurusan juga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saking senangnya berorganisasi dan diakui mumpuni, Mubyl bahkan pernah menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Teknik.
Tak sampai jenjang perkuliahan saja, Mubyl benar-benar menunjukkan kecintaan berorganisasinya. Ia tak memiliki hobi tertentu untuk dilakukan, melainkan terus mengasah jiwa kepemimpinannya. Setelah menjadi alumni pun, Mubyl kembali menduduki kursi pemimpin suatu organisasi. Saat itu, ia terpilih menjadi Ketua Umum Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulsel periode 2004-2009.
Merupakan sarjana teknik, siapa sangka Mubyl justru tertarik pada dunia bisnis. Awalnya, usai lulus kuliah ia bekerja di salah satu perusahaan kontraktor, kemudian beralih ke Bank Niaga. Delapan setengah tahun mengemban karier, Mubyl keluar dari Bank Niaga dan kembali bekerja di perusahaan kontraktor.
Sekitar tiga bulan kembali ke bidang tersebut, terbesit di pikiran pria kelahiran Makassar itu untuk mulai mendirikan bisnis. Rencana tak selamanya mulus, Mubyl memutuskan membuka jasa broker properti berhubung modal yang minim untuk mendirikan perusahaan kontraktornya sendiri.
Kemudian, pada 1995 Mubyl membuka koperasi yang diberi nama Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Multi Niaga. Berangkat dari situ, bisnisnya mulai berkembang. Tak hanya bergelut di satu jenis usaha saja, ia juga mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang percetakan dan periklanan, PT Multi Media Grafika, juga perusahaan ritel bernama PT Multi Sao Prima.
Mencoba sesuatu yang baru, pada 2008 Mubyl tak segan mengambil keputusan untuk membangun afiliasi dengan pihak STIE Nobel Indonesia, Drs HB Amiruddin Maula SH MSi MH. Perguruan tinggi bisnis itu lalu berubah nama menjadi Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Nobel Indonesia melalui keputusan Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 313/E/O/2021.
Membuka kembali kenangan hangat bersama sang ayah, putra sulung Mubyl, Mutiawan M Handaling berbagi kisahnya. Diceritakannya, Mubyl merupakan sosok ayah yang baik. Ia selalu memberi contoh bagaimana menjadi pemimpin yang baik, tak hanya di keluarga inti, juga di keluarga besarnya.
Bersama menjalankan instansi pendidikan, Mutiawan mengungkap ayahnya adalah seorang pemimpin yang menjunjung nilai kekeluargaan dan tegas.
“Kalau di dunia kerja, ada satu prinsip yang Bapak tanamkan ke kami semua; Jangan pernah mati langkah. Kalau kita kena masalah, ya harus cari jalan keluar bagaimana bisa melangkah ke proses berikutnya,” ungkapnya, Rabu (30/08).
Mutiawan kembali mengenang bagaimana hidup suri teladan seorang Mubyl. Seperti, bagaimana ia pernah ditegur atas sebuah kesalahan kecil. Di mana suara menggelegar sang Ayah kala itu berhasil mengundang perhatian orang banyak setelah menasihati anaknya. Atau mungkin bagaimana batuk khas yang sekali didengar, orang pun juga tahu sosok Mubyl lah sumbernya.
Tapi di luar semua itu, tetap saja ada satu peristiwa yang paling membekas dan akan selalu hidup di sanubarinya.
“Waktu anak pertama saya lahir, Bapak pernah bilang, saya akan tahu bagaimana rasa sayangnya kepada saya setelah saya menjadi seorang bapak,” kenang Mutiawan.
Anak pertama Mubyl itu tersenyum tipis. Belakangan, ia baru sadar betapa cinta ayahnya pada Mutiawan juga saudara-saudarinya.
Pemakaman Darussalam Valley, Kabupaten Gowa menjadi lokasi peristirahatan terakhir Mubyl. Kini, tinggal kenangan bersamanya yang dapat diputar. Diiringi doa penghantar, dengan hati yang masih sukar.
Nurul Fahmi Bandang