Stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang memerlukan perhatian serius. Pada 2023, prevalensi stunting Indonesia mencapai 21,5 persen. Kondisi ini masih jauh dari target pemerintah, yakni sebesar 14 persen.
Kondisi stunting seringkali dilihat dapat menghambat pertumbuhan anak, tidak hanya secara fisik tetapi juga dalam perkembangan kognitif, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas hidup mereka saat dewasa. Stunting paling sering terjadi karena kekurangan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan, yaitu sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Wilayah Sulawesi Barat (Sulbar), khususnya di Kabupaten Majene, menjadi salah satu daerah dengan prevalensi stunting yang tinggi. Pada 2022, Majene menjadi salah satu wilayah Tanah Air dengan angka prevalensi stunting tertinggi, yakni 31,7 persen. Kondisi ini menjadikannya sebagai daerah prioritas dalam upaya pencegahan stunting.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan kekayaan sumber daya alam Majene. Kabupaten ini dikenal kaya akan bahan pangan lokal yang berpotensi menjadi solusi bagi pencegahan stunting. Namun, pangan tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baik.
Masyarakat Majene, khususnya di pedesaan, kerap kali tidak memberikan asupan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anak pada masa kritis ini. Bahan pangan bergizi seperti ikan dan sayuran tidak dikonsumsi dengan cukup oleh anak-anak.
“Memang banyak ikan tetapi tidak menjadi konsumsi utama buat anak-anak mereka. Jadi ada banyak pendapat mereka tentang makan ikan, misalnya, bahwa kalau makan ikan itu bisa cacingan dan segala macam mitosnya,” kata Mahasiswa Program Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas, Dr dr Evawaty MKes.
Oleh karena itu, intervensi melalui pengenalan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) berbasis pangan lokal menjadi salah satu solusi penting untuk mengatasi masalah tersebut.
Dari masalah itulah kemudian Evawaty dan tim menelusuri jenis pangan yang bisa menjadi MP-ASI. Hasil penelitiannya ini kemudian dituangkan dalam bentuk artikel berjudul “Analysis of the Giving of Mp-Asi Through Food Based on Majene’s Local Wisdom for Stunting Prevention.” Artikel ini terbit di Pharmacognosy Journal pada April 2024.
Beberapa pangan lokal yang jadi MP-ASI
Penelitian yang dilakukan oleh Evawaty menunjukkan bahwa Majene memiliki kekayaan pangan lokal yang luar biasa, mulai dari sayuran hingga ikan yang kaya gizi. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa jenis bahan pangan lokal yang memiliki potensi besar sebagai bahan MP-ASI, seperti daun kelor, daun gedi (Langngurru’), daun binahong (Lallere’), serta beras merah, dan ikan.
“Kandungan seperti Lallere’ atau biasa disebut daun binahong mengandung mikronutrien yang bagus kandungannya. Jadi untuk kebutuhan gizi utama memang paling banyak saya temukan itu adalah di sumber serat-seratannya. Jadi untuk protein nabatinya kita dapatkan dari situ dan telah kami ujikan di Unhas,” ucapnya.
Dalam upaya mencegah stunting, para peneliti tidak hanya mengidentifikasi bahan pangan lokal yang bergizi tinggi, tetapi juga mengembangkan resep MP-ASI yang tepat untuk anak-anak. Proses pengembangan MP-ASI ini memanfaatkan bahan-bahan pangan yang mudah ditemukan dan sering dikonsumsi oleh masyarakat setempat, seperti beras merah, daun kelor, dan ikan, dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan budaya lokal di dua kecamatan yaitu Pamboang dan Tameroddo.
Di daerah pegunungan Tameroddo, beras merah menjadi bahan pangan utama. Penggunaan beras merah dalam resep MP-ASI dianggap sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan balita. Selain itu, daun kelor, yang dikenal sebagai “pohon ajaib” karena kandungan nutrisinya yang sangat tinggi, juga diintegrasikan dalam resep MP-ASI.
Adapun di wilayah pesisir Pamboang, sumber protein utama berasal dari ikan. Salah satu resep yang sering disajikan berbahan dasar ikan adalah Bau Peapi, sup ikan tradisional Mandar yang kaya akan gizi. Resep ini sangat populer karena rasanya yang disukai anak-anak dan mudah disiapkan oleh para ibu.
Pengembangan resep-resep MP-ASI dilakukan dengan mempertimbangkan cara-cara pengolahan sederhana yang mudah diikuti oleh masyarakat setempat, sehingga para ibu dapat memproduksi makanan bergizi ini di rumah. Semua resep yang dikembangkan telah diuji secara ilmiah untuk memastikan bahwa kandungan gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhan anak-anak di bawah usia dua tahun.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan pangan lokal tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga meningkatkan kemandirian pangan dan menghemat biaya di kalangan masyarakat
Pangan lokal Majene yang digunakan dalam MP-ASI memiliki kandungan gizi yang sangat beragam. Beras merah, misalnya, mengandung karbohidrat, protein, serat, serta zat besi yang lebih tinggi dibandingkan beras putih.
Selain itu, daun kelor juga dikenal dengan kandungan nutrisinya yang sangat tinggi, termasuk protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C, yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk pertumbuhan optimal. Begitu pula dengan daun gedi dan binahong, yang mengandung berbagai nutrisi penting dan telah lama dimanfaatkan sebagai sayuran oleh masyarakat setempat.
Ikan, yang dengan mudah ditemukan di pesisir Majene, juga merupakan sumber protein dan omega-3 yang sangat baik untuk mendukung perkembangan otak anak.
Dengan kombinasi bahan-bahan lokal ini, MP-ASI yang dihasilkan tidak hanya memberikan energi dan protein yang dibutuhkan, tetapi juga berbagai mikronutrien penting seperti zat besi, vitamin A, dan vitamin C, yang berperan dalam pencegahan anemia dan mendukung kekebalan tubuh.
Tantangan dan potensi
Meskipun penelitian ini menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan, terdapat beberapa tantangan dalam implementasi di lapangan. Salah satu tantangan terbesar adalah resistensi budaya dan kebiasaan makan masyarakat. Banyak orang tua yang enggan mengubah pola makan anak-anak mereka karena terbiasa dengan cara lama, atau karena tidak menyadari pentingnya variasi makanan dalam diet anak-anak.
“Khususnya kami masyarakat mamuju itu makan ikan, hanya saja budaya orang tua itu tidak kasih makan anaknya ikan. Karena kalau banyak makan ikan katanya nanti cacingan, kemudian konsumsi sayur-sayurannya mungkin itu menjadi kebiasaan mereka, dimana Ibu-ibu nggak mau repot. Sehingga yang dilakukan itu adalah membeli sayur-sayur yang datang dari kabupaten tetangga,” kata Evawaty.
Potensi pengembangan MP-ASI dari pangan lokal ini sangat besar. Dengan edukasi yang tepat dan dukungan dari pemerintah daerah serta tenaga kesehatan, MP-ASI dari pangan lokal Majene dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk mencegah stunting di wilayah ini. Selain itu, pemanfaatan bahan pangan lokal juga mendukung keberlanjutan sistem pangan lokal, meningkatkan kemandirian pangan masyarakat, dan mengurangi ketergantungan pada pangan impor.
MP-ASI berbasis pangan lokal Majene menawarkan solusi yang efektif untuk mencegah stunting.Dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang ada, seperti daun kelor, daun gedi, beras merah, dan ikan, masyarakat Majene memiliki potensi besar untuk memberikan nutrisi yang cukup bagi anak-anak mereka melalui MP-ASI berbasis pangan lokal.
Selain manfaat gizi, pemanfaatan pangan lokal dalam MP-ASI juga lebih terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat setempat, yang menjadikannya solusi yang berkelanjutan dan relevan bagi daerah seperti Majene. Namun, keberhasilan program ini memerlukan edukasi yang konsisten dan kolaborasi erat antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi kesehatan, dan masyarakat lokal.
Dengan demikian, MP-ASI berbasis pangan lokal diharapkan dapat menjadi strategi yang efektif dan berkelanjutan untuk menurunkan prevalensi stunting, tidak hanya di Majene, tetapi juga di wilayah lain yang menghadapi masalah serupa. Jika program ini diadopsi lebih luas, generasi mendatang dapat tumbuh lebih sehat dan kuat, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik dalam hal kesehatan dan gizi anak-anak.
Wahyu Alim Syah