Berdasarkan data UNICEF dan WHO, Indonesia menempati peringkat ke-27 dari 154 negara yang memiliki data stunting secara global. Sementara itu, di Asia, Indonesia menempati peringkat ke-5. Dikutip dari Kemenkopmk bahwa dalam data P3KE, diketahui lebih dari 48 persen keluarga desil 1 pada setiap provinsi berisiko stunting. Hal ini berarti penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting saling beririsan.
Melihat fakta stunting bukan hal yang tabu diketahui oleh masyarakat. Bahkan pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka stunting di Indonesia sebesar 14 persen.
Lalu, bagaimana sebenarnya indikasi stunting, serta bagaimana prospek dari pemerintah dalam mengatasi permasalahan stunting? Berikut petikan wawancara Reporter PK identitas Unhas, Ismail Basri bersama dengan Ketua Departemen Ilmu Gizi Fakulas Kesehatan Masyarakat Unhas, Dr Healthy Hidayanti SKM MKes, Rabu (25/09).
Apa itu stunting dan bagaimana gejalanya?
kalau merujuk pada peraturan presiden nomor 72 tahun 2021. Stunting itu adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat dari kekurangan gizi yang kronis. Artinya kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Selain itu, juga disebabkan oleh penyakit infeksi yang berulang.
Ini ditandai dengan kondisi fisik terutama pada tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur anak balita terutama. stunting ini dapat dilihat saat anak usia dua tahun pertama atau 1000 hari pertama kelahiran .
Pada usia dua tahun memang sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan khususnya perkembangan otak pada si anak. Jadi kalau mengalami stunting akibat kekurangan gizi yang kronis. Kronis itu maksudnya, anak kekurangan gizi sejak masa di dalam kandungan. Ibunya kekurangan gizi kemudian lahir dengan tinggi badan yang tidak sesuai standar dan kemudian akan berkembang menjadi stunting.
Jika kondisi panjang dan tinggi badan tidak seperti pada umumnya akan tetapi dinyatakan bukan indikasi stunting, itu bagaimana?
Stunting bukan istilah pada orang dewasa atau orang remaja. Tapi ini istilah ini memang spesifik pada anak umur dua tahun atau anak umur balita. Jadi memang tanda atau gejalanya itu terutama kalau kita bisa lihat pada tinggi badannya yang tidak sesuai dengan anak seusianya.
Jika, tinggi anak tidak bertambah atau bahkan berbeda dengan anak seusianya. Itu perlu diperhatikan. Selain itu, perlu dilihat berat badannya. Kondisi normal itu, berat badan juga bertambah setiap umur bertambah.
Perkembangan anak perlu diperhatikan terutama jika terdapat perubahan perilaku. Misalnya anak yang awalnya aktif dan komunikatif kemudian perlahan menjadi pendiam. Perubahan ini bisa menjadi tanda adanya stunting. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak perlu diawasi dengan cermat. Meskipun tinggi badan sering dijadikan indikator. Perlu diingat bahwa stunting tidak selalu ditandai hanya oleh tinggi badan saja.
Antara laki-laki dan perempuan, mana yang lebih besar risiko mengalami stunting?
Sampai saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa stunting lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, atau sebaliknya. Yang terpenting adalah bahwa kedua jenis kelamin memiliki risiko yang sama besar untuk mengalami stunting.
Faktor utama yang menyebabkan stunting, seperti kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, dapat meningkatkan risiko pada anak. Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengalami kekurangan gizi sejak dalam kandungan, memiliki peluang lebih tinggi untuk terkena stunting.
Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa stunting lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Berdasarkan data survei kesehatan Indonesia tahun 2023, angka stunting justru sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki, berlawanan dengan anggapan sebelumnya. Jadi, stunting tidak dapat dikatakan lebih dominan pada salah satu jenis kelamin. Sebaliknya, risiko stunting lebih bergantung pada faktor-faktor lain, seperti kondisi gizi dan kesehatan anak.
Selain dari faktor gizi dan penyakit infeksi. Apakah ada faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terkena stunting?
Secara teori penyebab stunting dapat dibagi menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung utamanya adalah kekurangan gizi kronis, yaitu kondisi kekurangan gizi yang berlangsung lama, mulai dari masa kehamilan hingga 1.000 hari pertama kehidupan anak. Periode ini mencakup 270 hari selama bayi dalam kandungan dan 730 hari (dua tahun) setelah lahir. Pemenuhan gizi selama periode ini sangat penting untuk mencegah stunting.
Kekurangan gizi yang berlangsung terus-menerus selama 1.000 hari pertama kehidupan menjadi salah satu penyebab langsung stunting. Penyebab langsung lainnya adalah infeksi berulang, seperti diare dan ISPA, yang sering terjadi pada anak-anak. Infeksi ini juga dapat disebabkan kondisi lingkungan yang tidak bersih.
Selain itu, ada juga penyebab tidak langsung yang mempengaruhi faktor-faktor tersebut, seperti kondisi keluarga. Misalnya, asupan gizi yang kurang bisa disebabkan oleh kurangnya ketersediaan makanan di keluarga atau pola asuh ibu yang tidak memadai. Jadi, dalam hal ini dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi.
Apakah layanan kesehatan juga menjadi faktor terjadinya stunting?
Peran pelayanan kesehatan sangat penting, terutama dalam mendukung pemenuhan gizi bagi ibu dan anak serta penanganan infeksi untuk mencegah stunting. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan memiliki peran krusial dalam upaya pencegahan stunting.
Bagaimana kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia menurut Anda?
Pelayanan kesehatan dimulai dari tingkat desa, seperti puskesmas dan posyandu, kemudian berlanjut ke rumah sakit. Dalam penanganan masalah gizi buruk, fokus pelayanan sudah dilakukan sejak level terendah. Oleh karena itu, menurut saya, pelayanan kesehatan kita sudah sangat bagus, dengan fasilitas yang tersedia merata di setiap daerah.
Menurut Anda bagaimana upaya pencegahan stunting saat ini?
Pencegahan stunting sudah diatur secara nasional. Pedoman terdapat dalam peraturan presiden nomor 72 tahun 2021. Dalam peraturan ini disebutkan, penurunan stunting terdapat limar pilar.
Lima pilar itu terdiri dari penguatan visi komitmen dari kepala daerah dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat ketahanan pangan, peningkatan konvergensi dan keterpaduan lintas sektor dan penguatan serta pengembangan data, kemudian inovasi terkait dengan stunting.
Terkait pencegahan stunting, lima pilar itulah yang menjadi landasan utama. Semua elemen masyarakat dapat memperhatikan lima pilar tersebut untuk menangani stunting secara bersama-sama.
Sulsel tidak termasuk daerah dengan kasus stunting tertinggi. Bagaimana tanggapan Anda?
Kita patut bersyukur karena Sulawesi Selatan (Sulsel) tidak termasuk daerah dengan angka stunting tertinggi. Pencapaian ini merupakan hasil kerja sama antara pemerintah dan masyarakat.
Di Sulsel, komitmen pemerintah sangat terlihat. Mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten. Berbagai program penurunan stunting telah dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Peran masyarakat juga tidak kalah penting. Kesadaran masyarakat tentang isu stunting, sebagai bagian dari pemberdayaan, menjadi salah satu pilar utama dalam upaya pencegahan.
Program Dinas Kesehatan Sulsel yaitu makan ikan di Puskesmas, itu menurut Anda apakah langkah yang tepat untuk pencegahan stunting?
Menurut saya, langkah ini sangat baik. Mungkin bukan yang terbaik karena ada banyak faktor lain, tetapi ini adalah upaya yang tepat. Masalah gizi sering kali disebabkan oleh kurangnya sinkronisasi dan berlangsung lama. Oleh karena itu, pemberian makanan bergizi kepada ibu hamil, bayi, dan balita sangat mendukung penanganan masalah gizi, khususnya stunting.
Selain itu, konsumsi ikan juga penting. Sulawesi Selatan, sebagai daerah penghasil ikan, memiliki sumber protein yang melimpah. Sayangnya, jika masyarakat kurang mengkonsumsi ikan, masalah gizi akan muncul. Karena itu, edukasi dan praktik peningkatan konsumsi ikan sangat diperlukan.
Bagaimana pandangan Anda soal program makan siang dan pembentukan badan gizi yang dicetuskan baru-baru ini dalam pencegahan stunting?
Dalam menangani masalah gizi, kita perlu lebih kreatif. Semakin banyak cara yang dipikirkan, semakin baik. Jika pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan suatu peraturan, tentu prosesnya tidak serta-merta terjadi. Ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan terlebih dahulu. Jadi, apabila program ini nantinya menjadi bagian dari kebijakan presiden terpilih, kita sebagai masyarakat harus mendukungnya.
Mengingat tujuan utamanya adalah menurunkan masalah gizi, terutama stunting, dukungan dari seluruh lapisan masyarakat sangat penting. Secara pribadi, saya sangat mendukung adanya badan ini untuk membantu mencapai tujuan tersebut.
Menurut Anda, bagaimana efektivitas program KKN Unhas yang mengakomodir isu Stunting?
Menurut saya, program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang menyasar penurunan stunting ini sangat luar biasa. Ini merupakan bukti keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, termasuk perguruan tinggi dan mahasiswa. Jika kita melihat kembali pada pilar kedua, yaitu pemberdayaan masyarakat, keberadaan mahasiswa KKN di tengah masyarakat dapat memfasilitasi upaya pemberdayaan untuk menyelesaikan masalah gizi. Hal itu dapat meningkatkan kesadaran bahwa masalah tersebut adalah tanggung jawab bersama yang dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri, sehingga efeknya dapat berdampak jangka panjang.
Selain itu, program KKN juga mendukung pilar kelima, yaitu penguatan sistem data dan inovasi. Kehadiran mahasiswa KKN di masyarakat seringkali membawa berbagai inovasi, termasuk dalam penanganan gizi. Oleh karena itu, program ini sangat luar biasa dalam mendukung upaya penurunan stunting dan menunjukkan kontribusi nyata dalam penanganannya.
Apa harapan Anda ke depan terkait isu stunting di Indonesia?
Masalah stunting adalah masalah nasional. Oleh karena itu, kita tidak boleh berpikir bahwa masalah ini hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau sektor kesehatan saja. Kita sebagai masyarakat, termasuk generasi muda dan semua elemen masyarakat, perlu terlibat langsung dalam upaya pencegahan stunting. Sebab, pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan.
Pencegahan stunting, terutama, bisa dimulai dengan menyuarakan pentingnya menjaga gizi dan kesehatan, khususnya bagi ibu hamil. Selain itu, menjaga asupan makanan yang bergizi serta mencegah infeksi pada anak balita sangatlah penting. Maka, peran kita sebagai bagian dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan stunting ini. Setidaknya, kita dapat melakukan edukasi dan kampanye terkait pencegahan stunting.
Data Diri Narasumber:
Dr Healthy Hidayanti SKM MKes
Tempat, Tanggal Lahir: Kendari, 07 April 1981
Ketua Departemen Ilmu Gizi, FKM Unhas
Riwayat Pendidikan:
S1 Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin (2003)
S2 Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin (2007)
S3 Ilmu Gizi, Universitas Indonesia (2016)