Setelah menyelesaikan pendidikan di tingkat strata satu, sejumlah mahasiswa bercita-cita melanjutkan studi di luar negeri, sering kali dengan harapan meraih beasiswa sebagai jalan utama menuju kesempatan belajar di universitas ternama di berbagai negara. Program beasiswa menjadi sorotan karena memberikan akses tidak hanya pada pendidikan berkualitas, tetapi juga pengalaman budaya yang berharga. Mahasiswa yang berhasil mendapatkan beasiswa, baik dari pemerintah maupun institusi tertentu, kemudian dikenal dengan sebutan awardee.
Adapun salah satu program beasiswa yang terkenal sebab dibiayai langsung oleh pemerintah Indonesia adalah beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Di mana pembiayaan ini ditujukan kepada putra-putri terbaik bangsa yang ingin melanjutkan pendidikannya pada tingkat magister ataupun doktor.
November lalu, pernyataan dari Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro berhasil menarik perhatian publik. Dilansir dari detik.com, Mendiktisaintek menyebutkan bahwa alumni atau awardee LPDP tidak diwajibkan untuk kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi mereka.
Kebijakan ini lantas menuai berbagai tanggapan. Apakah kebijakan ini memberikan dampak yang baik bagi para awardee atau justru sebaliknya? Berikut wawancara khusus reporter identitas, Ismail Basri bersama Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas), Arini Enar Lestari AR SPd MSos, Selasa (03/12/2024).
Bagaimana Anda memandang kebijakan ini?
Saat ini awardee diizinkan tinggal lebih lama di luar negeri, terutama jika mereka ingin mengembangkan karier internasional. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan individu yang mapan, mumpuni, dan berkualitas dalam bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM). Keahlian dalam empat bidang tersebut sangat dibutuhkan di industri saat ini, sehingga pengembangan pengalaman kerja di luar negeri menjadi bagian penting dari program tersebut.
Dari yang saya pahami, kebijakan terkait tinggal di luar negeri bagi penerima beasiswa belum sepenuhnya fleksibel untuk mendukung mereka yang ingin menetap di sana secara permanen. Meskipun belum ada aturan resmi yang secara tertulis mengatur batas waktu tinggal setelah lulus, kebijakan ini tampaknya masih dalam tahap kajian di tingkat kementerian. Hingga saat ini, saya pribadi belum menemukan dokumen resmi yang menetapkan durasi waktu yang diperbolehkan untuk tinggal di luar negeri setelah program selesai.
Apakah kebijakan ini akan diberlakukan sama rata kepada penerima awardee?
Sebenarnya, tidak semua awardee LPDP akan mengalami kebijakan yang sama. Misalnya, untuk dosen yang menempuh S3 di luar negeri dengan pendanaan LPDP, mereka memiliki kewajiban untuk kembali ke kampus asal mereka. Terlebih lagi bagi yang berstatus PNS. Mereka memang harus kembali untuk mengabdi.
Menurut Anda, apa tujuan dari kebijakan ini?
Sebenarnya bukan cuma soal kerja di luar saja, tapi lebih ke mengasah kemampuan. Nah, setelah mereka selesai kuliah dan dapat banyak ilmu di kampus, mereka diberi kesempatan dulu untuk mendapatkan pengalaman kerja di luar negeri. Tujuannya biar mereka semakin lengkap. Ilmu dari kampus sudah dapat, pengalaman kerja juga dapat. Jadinya nanti saat balik ke Indonesia, mereka sudah siap dengan bekal yang komplet.
Apakah kebijakan ini memicu generasi muda untuk bersaing di kancah internasional?
Persaingan global berarti bersaing dengan putra-putri terbaik dari negara lain, seperti Amerika, Australia, dan Inggris, bukan sesama Indonesia. Dalam konteks ini, kontribusi Indonesia di kancah internasional menjadi tolak ukur penting. Misalnya, seberapa banyak putra-putri Indonesia yang berpartisipasi atau bekerja di organisasi global seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Awardee kita di luar negeri seharusnya dipandang bukan sekadar sebagai diaspora atau pekerja migran, tetapi sebagai ekspatriat atau pekerja asing dengan talenta mumpuni yang dibutuhkan oleh negara lain. Konsep ini menegaskan bahwa kehadiran mereka memberikan nilai strategis. Idealnya, mereka dibutuhkan oleh pihak luar sejak awal, dan dengan itu, mereka dapat memicu kontribusi Indonesia dalam persaingan global.
Menurut Anda, apakah kebijakan ini menimbulkan kesenjangan sosial?
Terkait polarisasi sosial, hal ini akan selalu terjadi, tergantung pada lingkungan tempat mereka kembali. Selama ini, awardee LPDP yang kuliah di luar negeri kemudian kembali mengabdi di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) justru dianggap sebagai angin segar bagi daerah-daerah tertinggal tersebut. Situasi mungkin berbeda ketika mereka kembali dan berkarier di perusahaan-perusahaan besar dan prestisius. Polarisasi akan lebih terlihat karena alumni luar negeri dipandang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih unggul.
Apakah kebijakan ini berpotensi memunculkan konflik atau kepentingan pribadi?
Jelas, memang bisa saja muncul konflik, baik yang tampak maupun yang terselubung, terutama jika para awardee mulai mengedepankan kepentingan pribadi. Contohnya, jika mereka sudah menikah di luar negeri, hal itu bisa mempengaruhi komitmen mereka untuk kembali. Selain itu, kenyamanan bekerja di luar negeri dengan penghasilan yang tinggi dan kondisi kerja yang lebih baik dapat membuat mereka enggan kembali.
Negara sebagai penyedia pendanaan juga harus memberikan kesempatan yang memadai, karena banyak lulusan merasa bahwa pekerjaan di luar negeri lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang tersedia di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu memperhatikan bagaimana keahlian dan ilmu yang diperoleh dapat dimanfaatkan secara optimal, serta menyediakan reward yang menarik agar lulusan tersebut tertarik untuk kembali dan berkontribusi di dalam negeri.
Bagaimana strategi yang perlu pemerintah jalankan dalam memastikan kebijakan ini bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia?
Ada beberapa rekomendasi penting yang perlu dipertimbangkan dalam upaya memaksimalkan manfaat program LPDP untuk masyarakat. Pertama, perluasan kuota penerima beasiswa LPDP. Kunci utamanya adalah memastikan pengelolaan anggaran yang bersih dan transparan, tanpa adanya korupsi atau kepentingan pribadi yang bisa mengurangi kesempatan bagi putra-putri bangsa untuk melanjutkan pendidikan baik di dalam maupun luar negeri.
Kemudian perlu ada aturan yang lebih tegas mengenai batas waktu berkarier di luar negeri bagi para awardee. Hal ini penting untuk memastikan bahwa ilmu dan pengalaman yang didapat bisa segera dimanfaatkan untuk pembangunan Indonesia. Dengan adanya kejelasan aturan ini, diharapkan program LPDP bisa memberikan dampak yang lebih optimal bagi kemajuan bangsa.
Data Diri Narasumber
Arini Enar Lestari AR SPd MSos
Riwayat Pendidikan:
S1 Universitas Negeri Makassar
S2 Universitas Padjadjaran