Judul: Badrun & Loundri
Genre: Drama, Komedi
Durasi: 86 menit
Sutradara: Garin Nugroho
“Jangan menilai buku dari sampulnya.”
Mungkin kita sudah akrab dengan peribahasa tersebut. Kiasan itu mengajarkan kita untuk tidak menilai suatu hal atau seseorang dari tampak luarnya saja. Meski sudah memahami maknanya, tetap saja tak semua orang bisa mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Di Indonesia, tak sedikit orang segera mengambil kesimpulan setelah melihat perawakan orang lain. Orang berkacamata dianggap pintar, bertato dilirik berandal, sampai perempuan paruh baya dengan ciput bermotif dipanggil sebagai ‘Ibu Haji’.
Mengangkat tema yang sangat relevan dengan realitas sosial di Indonesia, Garin Nugroho mengemas fenomena tersebut menjadi sebuah film berjudul Badrun & Loundri (2023) secara kritis dan menghibur.
Film Badrun & Loundri mengisahkan seorang pria berusia 55 tahun bernama Badrun (Arswendi Bening Swara Nasution) yang menerima titipan tas baju kotor saat berteduh di depan sebuah binatu. Karena dinginnya malam ditemani hujan, Badrun mencoba menghangatkan diri menggunakan thawb (gamis), selembar sorban, dan sebuah peci.
Dari sana, Badrun mulai memperkenalkan dirinya habis berhaji di Mekkah. Badrun menyebut dirinya tak punya tujuan jelas, hanya sedang berhijrah dan singgah ke rumah Allah. Maka dengan gamblang orang di sekelilingnya tertipu hanya karena caranya berpakaian.
Badrun mulai disebut-sebut sebagai “Pak Haji” bahkan “Tuan Guru”, meskipun sebenarnya dia tidak pernah melakukan haji.
Menjalani hidup sebagai pemuka agama, Badrun begitu diagungkan. Setiap warga desa yang bertemu dengannya selalu mencium tangannya. Ia bahkan dimintai mendoakan siswa SD agar lulus Ujian Nasional, tim sepak bola yang akan bertanding, serta memberikan saran untuk praktisi poligami dan kepala desa yang mencalonkan diri menjadi Bupati.
Kebohongan Badrun tentang identitasnya semakin memuncak ketika dia berpura-pura menjadi utusan Jenderal Polisi. Dengan memanfaatkan pakaian polisi yang dikenakannya, Badrun menghalalkan gratifikasi. Sebab kekuasaan itu sudah ada di telapak tangannya, Haji gadungan ini benar-benar mengambil keuntungan dari situasi tersebut.
Film ini juga menampilkan keindahan Kota Banjarmasin yang diwarnai dengan sinematografi elok, menampilkan keindahan Kota Seribu Sungai. Dengan menghadirkan dialog bahasa Banjar, menjadi salah satu poin menarik lainnya sekaligus menyorot kearifan lokal budaya Indonesia.
Dengan biaya produksi yang tidak begitu besar, Badrun & Loundri berhasil menghadirkan bintang ternama, Arswendi Bening Swara Nasution, Erick Estrada, dan Shenina Cinnamon sebagai pemain sekaligus daya tarik film ini. Kombinasi akting ketiganya yang memukau juga berhasil mengundang gelak tawa.
Film berdurasi 86 menit ini banyak menyiratkan hal tak terduga, seperti kesempatan-kesempatan yang sering dimanfaatkan oleh para oportunis yang tidak bermoral. Melalui sudut pandang seorang warga yang terpinggirkan saat menyadari seluruh sandiwara Badrun ini namun justru tidak memiliki kekuatan untuk bertindak karena tidak memiliki kuasa.
Sayangnya, film ini tak memiliki cukup narasi dan dialog untuk memperjelas situasi tersebut. Penonton seakan ditantang menafsirkan sendiri apa yang terjadi di sana. Bagi sebagian penonton mungkin membutuhkan cukup waktu untuk memahami konklusi perjalanan dusta Badrun.
Film yang telah ditayangkan di Jakarta World Cinema Week (JWJC), Jogja Asian-NETPAC Film Festival (JAFF), dan Layar Film Banjar (LFB) tersebut lahir dari kumpulan pengalaman warga terkait praktik politik di Indonesia. Film festival satu ini menampilkan satire politik di musim Pemilu 2024. Mulai dari politik identitas, pencitraan, korupsi, hingga sisi kelam pemilu pun ditampilkan di film ini.
“Menurut saya, suara sekecil apapun harus didengar. Sekecil suara jangkrik atau suara malam, itu akan menjadi semacam orkestra bagi bangsa ini di tengah kegelapan,” ungkap Garin yang dituang dalam website JAFF.
Dikemas dengan premis yang menarik, film Badrun & Loundri muncul sebagai sebuah satire yang kocak namun tajam dan menyayat hati, mengomentari Indonesia sebagai negeri yang dipenuhi dengan gimmick, di mana masyarakatnya dengan mudah terbuai oleh gelar, atribut, dan pencitraan seorang tokoh.
Lantas, siapkah kamu mengungkap akhir kisah Badrun dan tas loundri curiannya? Film ini bisa kamu saksikan di layanan streaming KlikFilm.
Nurul Fahmi Bandang