“Setelah angin Banda Neira menyapa kelopak mata, saat itulah saya sebut ia rumah.“
Pada penghujung malam, bukannya terlelap beberapa orang justru masih sibuk memikirkan hari esok. Tenggelam dalam lautan pikiran dengan tatapan hampa, bersama sunyi yang sulit dipecahkan. Bukan tanpa alasan, hari-hari sebelumnya mungkin dilalui dengan porsi yang tak semestinya.
Berada di tempat ini mengingatkan saya pada renungan panjang di awal tahun 2023, yang membawa saya melangkah ke suatu tempat indah nan membahagiakan bernama Banda Neira. Di Banda, terik matahari terasa menghangatkan. Tak hanya kulit, hangatnya bahkan menembus perasaan.
Perjalanan ke Banda Neira kali ini saya tidak sendirian. Saya berpetualang bersama 30 lebih anak muda dari berbagai daerah dengan latar belakang yang berbeda. Bersama mereka, saya menghabiskan hari-hari di Banda dengan berbagi pengalaman berbentuk program kerja. Satu harapan pasti, dengan kegiatan-kegiatan tersebut, semoga dapat selalu menumbuhkan dan membawa kebaikan.
Pada suatu petang, di depan Gunung Api Banda yang dikelilingi oleh hamparan laut lepas, saya duduk menikmati semilir angin sambil sesekali berjalan di salah satu dermaga yang ada di sana, sembari ditemani raungan suara mesin kapal. Dibanding membuka obrolan saya memutuskan untuk menghabiskan sisa hari pengabdian dengan mendengar musik serta memotret pemandangan
Di Banda Neira segala perasaan bercampur aduk. Syukurnya, kesedihan dan luka batin tak menjadi hal yang dominan. Perasaan bahagia mendominasi. Bukan karena terlalu meromantisasi suasana, tetapi semua hal yang ada di tempat itu benar-benar menghangatkan dan membahagiakan.
Tak salah jika salah satu teman yang saya temui di perjalanan pulang mengatakan, Banda Neira sangat sesuai dengan komposisi yang ada, baik sejarah, budaya, alam, dan masyarakatnya. Tak bisa dipungkiri, hari-hari di Banda Neira penuh dengan renungan diri. Rasanya seperti diberi ruang waktu untuk mensyukuri segala hal berharga yang hadir saat itu, menata kembali isi kepala yang kusut.
Banda tidaklah membuat lupa akan luka dan kesedihan, tetapi memberi ruang untuk merayakannya bersama. Memang beda, antara suasana rumah yang dibangun dengan emas dan rumah yang dibangun dengan cinta, keberadaannya tak berarti apa-apa, sedang yang lain memberi arti hidup yang berharga.
Di tempat itu pula, hal-hal kecil rasanya sangat mudah dirayakan dengan gembira. Dapat mengendalikan naluri terhadap takdir. Hingga tersadar, saya tak lagi memiliki keinginan untuk terlahir kembali mendamba kehidupan baru yang mudah dimengerti. Banda Neira memang pantas dicintai tanpa dalih apapun. Meninggalkan Banda Neira adalah bagian yang sangat ingin saya hapuskan dari rangkaian ekspedisi sejak awal. Bagaimana tidak, semua yang saya jalani di Banda Neira terasa indah dan damai.
Apalagi perihal obrolan-obrolan singkat bermakna di belakang rumah Mama-Papa piara yang memperlihatkan pemandangan Gunung Api Banda seirama dengan kombinasi lautan dan senja. Saya selalu terkenang kata Papa, “ di Banda, saat kau datang sebagai tamu, engkau akan pulang sebagai keluarga.
Rasa tak rela menerima kenyataan harus meninggalkan Banda Neira terus menyelimuti sanubari hingga saat ini. Semuanya semakin jelas bahwa akhirnya menjadi sebatas kenangan. Entah kapan bisa mengunjungi Banda Neira dan bertemu orang-orang yang ada dalam perjalanan itu untuk kembali berbagi kehangatan satu sama lain.
Teruntuk semua orang yang saya temui dalam perjalanan ke Banda Neira, terima kasih telah banyak berbagi kenangan bersama, menghibur di saat susah, membantu berkembang dan memperluas wawasan, serta menghidupkan jiwa.
Memang tidak ada yang benar-benar bisa terulang, tetapi jika boleh saya sangat ingin mengulang banyak sekali hal-hal kecil dan sepele yang membuat kita tertawa panjang. Mengulang hal-hal membahagiakan itu. Hingga di penghujung pertemuan, saya selalu ingin memeluk jari-jari kalian dengan tangan ini sebelum ditelan jarak dan waktu. Semoga hubungan yang telah terjalin terus berlanjut, dan kenangan-kenangan itu selalu abadi hingga kembali bersua.
Meski hanya berbagi cerita sebentar dan berpisah, jangan lupa untuk terus menghidupkan kenangan dengan membagikannya kepada orang lain.
Semoga kekal dalam diri, Banda Neira selalu memanggil kita untuk pulang.
Winona Vanessa
Mahasiswa Fakultas Kehutanan Unhas
Sekaligus Redaktur Pk identitas Unhas