Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan, salah satunya dengan berkebun.
Pagi itu sekitar pukul 08.00 Wita, matahari dari ufuk timur mulai terlihat dengan begitu jelas. Merangkak dari tempat peraduannya lalu menyinari permukaan bumi. Sinarnya yang hangat mampu membuat embun di atas rerumputan menguap menyisahkan hijaunya dedaunan. Sekelompok orang tampak sibuk memetik tanaman kangkung dan memangkas rumput liar yang menjadi hama tanaman. Sebagian dari mereka juga terlihat sedang memasak air dan sayur yang telah dipetik untuk dikonsumsi bersama usai mengurus kebun.
Begitulan suasana berkebun yang dilakukan oleh Penggiat Makassar Berkebun di Jalan Aroeppala, Gn. Sari, Kec. Rappocini, Kota Makassar. Rutinitas yang menyenangkan ini dilakukan setiap akhir pekan. Memang beberapa tahun terakhir, praktik pertanian perkotaan kian marak digalakkan. Selain sebagai wadah penyaluran hobi di waktu senggang, kebiasaan seperti ini juga bisa menjadi ajang edukasi dan rekreasi bagi mereka yang jenuh dengan rutinitas kerja setiap hari.
Berawal dari sindiran di twitter mengenai status Kota Makassar yang menjadi salah satu kota besar di Indonesia, tetapi belum mengikuti gerakan Indonesia Berkebun menjadi alasan terbentuknya komunitas ini. Hal tersebut disampikan Barak, salah seorang penggiat Makassar Berkebun yang juga merupakan Dosen Keteknikan Pertanian Unhas.
“Jadi Makassar berkebun ini sebenarnya dimulai atas sindiran di twitter. Dulu Indri sebagai salah satu penggagasnya merasa terpanggil untuk membentuk komunitas ini karena melihat sindiran dan termotivasi dari Indonesia Berkebun yang lebih dulu terbentuk,” paparnya saat ditemui di kebun Makassar Berkebun.
Di awal terbentuknya pada tanggal 10 November 2011, Makassar Berkebun didominasi oleh mahasiswa. Namun seiring perkembangannya, keanggotaaanya pun meluas hingga ke kelompok masyarakat, seperti pegawai kantoran, penduduk sekitar, guru dan PNS.
Mengenai anggotanya sendiri, Barak mengatakan tak ada batasan usia dan kalangan. “Iya memang tidak ada batasan kalangan, siapapun yang menggemari bercocok tanam atau belajar menanam untuk wilayah urban kami sangat terbuka,” ujarnya.
Selain itu, para anggotanya pun bebas berasal dari latarbelaknag yang berbeda, tak melulu dari Fakultas Pertanian. Bahkan saat ini, jika dipersenkan hanya sekitar sepuluh persen saja yang benar-benar berasal dari pertanian atau yang minimal tahu cara berkebun. Sisanya sama sekali tidak tahu, murni hanya berbekal keinginan untuk berkebun. Meski demikian, para penggiat tak perlu khawatir, sebab di antara mereka ada tutor yang selalu siap membimbing.
Menyinggung soal biaya dalam pengadaan bibit dan perwatan kebun, Barak mengatakan bahwa semua berasal dari para penggiat dan pihak yang bekerja sama. Namun, hal ini bukanlah penghalang bagi mereka. “Untuk biaya perawatan sendiri itu tidak seberapa, kan kita melakukannya paling sekali sebulan saja,” ungkapnya.
Tak hanya berkebun, mereka juga mempunyai program-program keren lainnya. Seperti Pasar Kebun yang dirangkaikan dengan ulang tahun Makassar Berkebun ke sembilan tahun ini. Dalam program tersebut, mereka memamerkan hasil kebun dan bibit yang selama ini dihasilkan. Selain itu, juga ada Akademi Berkebun yang menjadi program unggulan mereka.
“Dulu kami membuka kelas dalam bentuk Akademik Berkebun. Peserta yang gabung akan diajari tata cara berkebun dan perawatannya. Kemudian, setelah hasil kebun itu siap dipanen, maka mereka akan dipanggil kembali untuk memanen hasil kebun yang selama ini mereka tanam,” ujar Barak.
Bahkan, program berkebun ini juga rutin melakukan konferensi setiap dua tahun sekali. Dalam konferensi ini, para penggiat dari berbagai kota akan berkumpul untuk memaparkan program berkebun apa yang telah mereka lakukan, dan langkah apa yang mereka ambil untuk menyukseskan program tersebut.
Untuk lokasi kebunnya sendiri, Makassar Berkebun memiliki banyak titik. Di awal berdirinya berada di Sekolah Alam Bowoso, kemudian pinda ke Rumah Sakit Haji, lalu ke Lembaga Pemasyarakatan Alauddin, hingga ke Jalan Aroeppala. Lokasi yang berpindah-pindah ini bukan tanpa alasan. Menurut Barak, hal ini dikarenakan kerja sama yang mereka lakukan. Hingga saat ini, Makassar Berkebun terus melakukan inovasi demi menyukseskan dan mempertahankan eksistensi komunitasnya.
Wandi Janwar