Forum Mahasiswa (Forma) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) bersama Hasanuddin Contact adakan diskusi publik. Kegiatan dengan tajuk “Optimalisasi Kebijakan, Membangun Kampus Sehat Tanpa Rokok” ini, berlangsung di gedung Prof. Dr Nur Nasry Noor MPH dan hybrid via zoom meeting, Rabu (12/11).
Diskusi menghadirkan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr Mugi Wahidin SKM MEpid sebagai narasumber. Dalam pemaparannya, ia menekankan pentingnya penerapan kawasan tanpa rokok (KTR) di lingkungan universitas.
Kerugian akibat konsumsi rokok mencapai Rp 400 hingga 600 triliun per tahun. Jauh melebihi dari pendapatan cukai itu sendiri.
Konsumsi rokok telah menjadi rahasia umum penyebab berbagai macam implikasi kesehatan. Seperti penyakit jantung, kanker, penyakit paru-paru kronik, gangguan janin, bahkan stroke.
Meskipun begitu, perokok aktif di Indonesia masih terbilang banyak yang mencakup 70 juta orang. Dengan rentang usia 10-18 tahun pada kategori perokok muda dalam 7 persen.
Di samping itu, Mugi juga menyampaikan pendapatnya mengenai angka kenaikan perokok di Indonesia yang kian bertambah seiring bertambahnya penduduk Nusantara. “Kita tahu kerugian ekonomi akibat rokok mencapai ratusan triliun,” paparnya.
Peneliti BRIN itu juga menyoroti fakta bahwa 63 persen perokok Indonesia sebenarnya memiliki kecenderungan untuk berhenti. Namun, dibutuhkan pula kebijakan yang dapat membantu menyokong keberlanjutan kampus sehat.
Lebih lanjut, Mugi mengatakan akan mendukung pembentukan satuan tugas pengawasan TKR agar kebijakan kampus sehat dapat berjalan efektif dan konsisten. Selain itu, ia berharap dengan adanya nicotine replacement therapy dapat memudahkan keberlangsungan lingkungan.
Peningkatan pencegahan konsumsi rokok aktif di Indonesia masih harus terus dirembukkan. Berbagai komplikasi timbul bukan hanya oleh pelaku semata, tetapi juga kebijakan yang menaunginya.
Dalam perwujudan kampus sehat, partisipasi riset, media, dan sosialisasi berperan penting dalam mimpi kolektif tersebut. “Saat ini kami tengah mengembangkan pencegahan komplikasi yang membutuhkan dorongan berbagai pihak,” tutupnya.
Andi Nadya Tenrisulung
