Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno memaparkan rencana pemerintah Indonesia untuk menangani sampah plastik di laut. Rencana itu dikemukakan saat memberikan sambutan di Konferensi Our Ocean, Malta beberapa waktu lalu.
Pemerintah menyebut cetusan itu, Rencana Aksi Nasional Sampah Plastik di Laut. Dalam sambutannya, Arif mengemukakan, pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar USD 1 M.
Sebelum pernyataan Arif di konferensi itu, Menteri Koordinasi bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan terlebih dahulu menginformasi peran Indonesia dalam mengatasi masalah sampah plastik di laut. Kala itu, Luhut sedang memberikan sambutan dalam konferensi UN Ocean Conference yang diadakan oleh PBB pada 5-9 Juli 2017.
Seperti Arif, dalam konferensi itu, Luhut juga mengungkapkan rencana pemerintah untuk mengalokasi dana USD 1 Miliar dalam jangka waktu 8 tahun, 2025. Batas waktu itu, pemerintah menjanjikan akan mengurangi sampah plastik sebanyak 70%.
Masalah sampah plastik di laut memang tidak bisa didiamkan. Menurut penelitian Dr Jenna Jambeck dari Universitas Georgia, Indonesia membuang limbah plastik sebanyak 3,2 juta ton. Penelitian ini yang dimuat dalam Jurnal Science (sciencema.org) pada 12 Februari 2015 juga memaparkan, tanah air berada di urutan kedua sebagai negara penyumbang sampah plastik di laut setelah China.
Indonesia memiliki luas laut secara teritorial 0,3 juta km2. Sedangkan Makassar dengan 11 pulau memiliki luas wilayah perairan kurang lebih 100 km2. Dengan luasan demikian, berpotensi terjadinya buangan sampah plastik dilaut. Pantai Tajung Bunga misalnya.
Tanjung Bunga ialah suatu kawasan pantai seluas ± 1.000 ha terletak tepi pantai di kota Makassar. Seseorang harus menempuh perjalanan sekitar 10 km dari pusat kota. Ketika mulai memasuki wilayah itu, pengunjung akan melihat perumahan warga di sepanjang pinggir pantai. Jarak rumah dari bibir pantai sekitar 100 meter. Hal ini mengakibatkan pantai kurang terjaga. Tampak sampah rumah tangga berserakan di pasir.
Lantas, bagaimana cara menangani sampah plastik ini? Apakah memang membutuhkan biaya seperti yang dianggarkan pemerintah?
Dosen Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Prof Dr Akbar Tahir M Sc mengatakan, menangani sampah plastik di laut memang sulit. Hal ini karena sifatnya yang susah untuk terdegradasi, terutama bahan plastik seperti steoroform, dan nilon. Penyebabnya, suhu air laut rendah dan terbatas ultraviolet B.
“Jadi, suhu tinggi dan ultraviolet B itu yang bisa mendegradasi plastik,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, biaya untuk menangani sampah plastik di laut tergantung dari jenis sampahnya. Menurutnya, sampah plastik berdasar ukuran terdiri dari 5 golongan. Mulai ukuran terbesar hingga 0,3 mm yakni megaplastik, mesoplastik, makroplastik, mikroplastik, dan nanoplastik. Asalnya, 85% buangan dari daratan, selebihnya aktivitas laut, seperti kecelakaan kapal yang membawa sampah plastik.
Akbar menuturkan, persoalan terbesar yakni sampah jenis mikro dan nano. Ukurannya yang begitu kecil dapat masuk dalam sistem peredaran darah dan menembus membran. Arti lain, dapat masuk ke dalam daging. Jadi, temuan sampah plastik di dalam tubuh ikan sering terjadi. Cara menangani sampah jenis ini, Akbar mengungkapkan, membutuhkan biaya besar.
“Saya tertarik penelitian nanoplastik, tapi biayanya mahal. Untuk nanofilter 10 paket, harganya lebih 650 Poundsterling. Sedangkan, untuk tangani sampah plastik ini kita butuh ratusan paket,” ucapnya.
Soal rencana nasional penanganan sampah plastik, Akbar termasuk dalam tim itu. Akuinya, selain penanganan secara fisik, ada 4 pokok kegiatan dalam rencana pemerintah itu. Mulai dari sosialisasi dengan masyarakat, penerapan pengetahuan sampah plastik dalam kurikulum sekolah, bekerja sama dengan kementerian terkait, dan upaya memperbaiki aturan.
Solusi lain untuk tangani sampah ini yakni mencegahnya untuk berkembang. Mengurangi penggunaan sampah plastik. Selain itu, Indonesia perlu melirik negara Jepang. Di negara itu, sudah tak mengenal kantong plastik sebagai tas belanja. Mereka punya produk sendiri namayan Eco Bag. Tas belanja ini terbuat dari kain. Jenisnya pun berbeda-beda. Seperti cutton bag, di Indonesia terkenal dengan sebutan goodi bag. Selain itu folding bag yang ukurannya kecil, recikago berupa tas yang mengikuti bentuk keranjang, trolley berupa tas terdapat troli yang tentunya memudahkan ketika belanja banyak.
Lalu, siapkah Indonesia menerapkan hal seperti yang dilakukan negeri sakura itu?
“Di negara maju, mereka sudah tidak memakai plastik lagi. Bahannya pun mudah terdegarasi. Namun, harganya jauh lebih mahal dibandingkan kantong plastik. Tapi kan kalau begini-begini terus, alam juga bisa rusak,” ucap Akbar.
Reporter: Sri Hadriana