Tak banyak yang menyangka, perjalanan dr Sriharyati Udin menuju dunia medis estetika bermula dari perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Namun baginya, masa kecil yang berpindah-pindah justru menguatkan tekadnya. Ia percaya, pendidikan dan mimpi besar tak pernah mengenal batas wilayah maupun latar belakang ekonomi.
Lahir dan besar dari keluarga sederhana, Sriharyati menghabiskan masa kecilnya di perbatasan Kota Suai, Covalima, Timor Leste, sebelum akhirnya menetap di Nusa Tenggara Timur (NTT). Pendidikan menengah atasnya ia lanjutkan ke Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Polri Bhayangkara Makassar mengambil jurusan Keperawatan.
Ketertarikan Sriharyati di dunia kedokteran berasal dari dorongan orang tua dan pengalaman penyuluhan mahasiswa Kedokteran di sekolahnya. Berkat ijazah SPK-nya, ia dapat mengikuti seleksi Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan berhasil lulus di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Hasanuddin (Unhas).
“Sebenarnya saya ingin lanjut profesi bidan, namun orang tua saya adalah tipe yang selalu mendorong saya untuk mencoba hal baru. Lalu, saya mencoba untuk masuk di FK Unhas,” terangnya, Rabu (16/04).
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana dan profesinya, Sriharyati sempat menjalani program magang di Siwa, Kabupaten Wajo. Ia kemudian bekerja sebagai dokter umum di beberapa klinik, termasuk Kimia Farma. Namun dalam kesehariannya, ada satu bidang yang secara perlahan menarik perhatiannya, yakni medis estetika.
“Estetika itu berbeda. Di situ bukan hanya soal kesehatan, tapi juga kepercayaan diri, penampilan, dan seni,” ungkapnya.
Kesempatan pertamanya datang saat ia mendaftar sebagai dokter medis estetika di salah satu klinik kecantikan, meski saat itu belum memiliki pengalaman. Sebelum benar-benar terjun, ia gigih menyiapkan diri dengan mengikuti berbagai pelatihan dan kursus di Jakarta.
Tiga tahun bekerja di klinik estetika ternyata memberinya banyak pelajaran. Ketika pandemi Covid-19 melanda, anak keduanya turut lahir yang membuat ritme hidupnya pun ikut berubah. Semua aktivitas terbatas sehingga ia kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Di tengah krisis dan ketidakpastian ekonomi, dorongan dari sang suami membuatnya berani bertekad membangun kliniknya sendiri. Saat banyak usaha tumbang karena pandemi, Sriharyati justru memulai langkah baru untuk membangun Zayna Clinic pada 10 Oktober 2020.
“Tantangannya jelas. Banyak orang masih takut datang ke klinik, tapi kami yakinkan bahwa semua prosedur aman,” jelasnya.
Meski kliniknya masih tergolong kecil, Sriharyati memegang teguh satu prinsip yakni memberikan pelayanan terbaik di Indonesia Timur. Dari segi alat mungkin belum secanggih klinik besar, tetapi ia berusaha untuk bisa memberikan pelayanan terbaik.
Tak puas hanya di dalam negeri, ia memperluas ilmunya dengan mengikuti pelatihan di Korea dan Bangkok pada 2024. Ia mengungkapkan keinginannya untuk terus meningkatkan keahlian, khususnya dalam teknik contouring (menciptakan garis wajah). Sebab industri medis estetika selalu mengalami perkembangan dan menuntut pembaruan pengetahuan secara berkelanjutan.
Perjalanan yang ditempuh Srihayati bukanlah miliknya sendiri. Ia menuturkan bahwa keluarga, terutama sang suami merupakan pondasi terkuat dalam setiap langkah yang diambilnya. Sosok suaminya pula yang selama ini menjadi mentor sekaligus orang yang paling percaya pada kemampuannya.
Bagi Srihayati, dunia medis estetika jauh lebih luas dari yang banyak orang bayangkan. “Bukan cuma soal cantik-cantikan. Saya belajar banyak hal yang tidak diajarkan di Pendidikan Dokter Umum, seperti cara mengurangi kerutan, melemaskan otot, sampai penanganan bopeng, luka, dan jerawat berat. Dunia estetik itu sangat kompleks,” paparnya.
Ia berpesan kepada perempuan muda dan mahasiswa Kedokteran yang ingin memasuki dunia medis estetika agar berani mengambil langkah dan tidak ragu mencoba. Ia menekankan bidang ini tidak hanya berfokus pada ilmu medis, tetapi juga menggabungkan unsur seni dan kewirausahaan.
Sepanjang perjalanan kariernya, ia turut mempelajari banyak hal di luar profesi dokter, seperti pengelolaan sumber daya manusia, pencatatan keuangan, hingga urusan perpajakan. Menurutnya, menjalani peran sebagai dokter sekaligus entrepreneur itu menantang tapi menyenangkan.
Ke depannya, Sriharyati memiliki keinginan untuk memperluas jangkauan Zayna Clinic dengan membuka cabang baru di luar Makassar. Meski begitu, baginya hal yang paling utama adalah menghadirkan manfaat bagi masyarakat melalui profesinya di dunia medis estetika.
Kliniknya bukan hanya sekadar tempat perawatan kulit. Tempat ini adalah simbol dari keberanian, ketekunan, dan kasih sayang. Ia lahir dari seorang anak perempuan yang pernah sekolah di perbatasan dan kini berdiri gagah sebagai perempuan yang berdaya di tengah kota.
Athaya Najibah Alatas
