Kabar meninggalnya Prof Dr Eng Dadang Ahmad Suriamihardja M Eng, Ketua Senat Akademik sekaligus Guru Besar FMIPA Unhas, menorehkan duka mendalam bagi Civitas Akademika Unhas. Bagaimana tidak, Prof Dadang, sapaan akrabnya, telah banyak berkontribusi dan mengabdikan dirinya dalam memajukan Unhas.
Prof Dadang memulai karirnya di Unhas sebagai dosen di Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sejak tahun 1980. Kala itu Jurusan Fisika tengah kekurangan dosen, hanya lima orang termasuk dirinya.
Setelah dua tahun mengajar di Jurusan Fisika, Prof Dadang kemudian memilih melanjutkan pendidikan master dan doktornya di Universitas Kyoto, Jepang. Pada tahun 1982, Fakulta MIPA dibaurkan dengan Fakultas Teknik, yang kemudian berubah nama menjadi Fakultas Sains dan Teknologi. Ketika itu, Prof Dadang tengah mengambil gelar master.
Setelah menyabet gelar M.Eng dengan kekhususan Teknik Pantai (Coastal Engineering) di Jepang, ia akhirnya kembali lagi ke Unhas. Pria kelahiran Garut 30 September 1956 ini merupakan tipikal orang yang gemar mempelajari banyak bidang ilmu, meskipun tidak begitu mendalam. Saat kedatangannya, ternyata Fakultas Sains dan Teknologi dipisahkan kembali. Walaupun kedua fakultas itu telah berpisah, ia tetap mengajar di kedua fakultas tersebut.
Tahun 1990-1991, Prof Dadang kemudian diangkat menjadi Ketua Jurusan Fisika FMIPA Unhas. Sebelum diamanahkan menjadi Wakil Rektor Bidang Akademik Unhas tahun 2006-2014, Prof Dadang sempat menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup (Puslitbang LH) Unhas tahun 2004-2006.
Selama menjabat sebagai Wakil Rektor I, ia telah banyak menyumbangkan pemikirannya untuk Unhas. Segala bentuk digitalisasi di Kampus Merah adalah buah dari kerja kerasnya. Kendati ia sungkan mengakui.
Melansir dari rubrik Jejak Langkah identitasunhas.com yang memuat tentang Prof Dadang, Ketika ditanyai suka duka selama menjabat sebagai Wakil Rektor I Unhas, ia mengatakan tidak banyak menemukan suka duka. “Saat itu, saya menjadi pelayan di bagian akademik, saya mempertemukan keinginan mahasiswa dan keinginan dosen. Bisa dibilang hampir tidak ada kendala yang saya hadapi selama menjabat sebagai WR I, waktu itu,” ungkapnya.
Prof Dadang kala itu juga menceritakan kebiasaannya saat sekolah dulu. Waktu masih duduk di bangku sekolah, alumnus SMAN Garut ini senang duduk di bangku paling belakang, atau duduk di sudut ketika ada pertemuan. Ia bahkan tak berani menjadi bagian operasional. Namun, kesederhanaan bukanlah tolak ukur untuk keberhasilan seseorang. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian akademik yang didapatkannya, yang berhasil menyabet gelar profesor hingga lektor kepala.
Prof Dadang kemudian menjabat sebagai Ketua Senat Akademik Unhas sejak 2018 dan Pada Oktober 2020 diamanahkan menjadi Ketua Senat PTN-BH Indonesia periode 2020-2021
Kini Unhas harus mengikhlaskan kepergian sosok Prof Dadang yang sangat bersahajah. Isak tangis keluarga dan kolega mengiringi pelepasan jenazah almarhum pada prosesi yang dilakukan di RS Unhas, Sabtu (26/02/22). Sesuai permintaan keluarga, Jenazah almarhum akan disemayamkan di Pare-Pare.
Risman Amala Fitra