“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad)
Mungkin itulah prinsip hidup Prof Dr Ir Baharuddin Mappangaja MSc merupakan Guru Besar Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Hasanuddin (Unhas) dalam bidang Daerah Aliran Sungai (DAS), dan sosok dibalik Yayasan To Ciung (YTC) Luwu.
Semua berawal dari keinginannya memberikan sumbangsih pemikiran untuk Luwu, ia dengan 15 temannya memutuskan membuat yayasan dengan tujuan memikirkan tentang perkembangan dan kemajuan Luwu.
Disisi lain, Dosen Purnabakti Fahutan Unhas itu juga merupakan sosok yang telah berhasil membuat alat pengukur debit air mutakhir. Ketertarikannya dengan Daerah Aliran Sungai ini sejak dimulai saat ia berkuliah S1.
Mengawali pendidikannya dengan mengambil S1 jurusan kehutanan di Unhas. Namun, hanya setahun menggali ilmu di Unhas, ia dikirim ke Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menyelesaikan Program S1-nya di sana pada tahun 1978. Melihat kemampuannya, Ia dikirim ke IPB, sebab pada masa itu Unhas masih kekurangan tenaga pendidik khususnya di jurusan kehutanan.
Setelah lulus S1, ia menggali ilmu lebih untuk menunjang karirnya, Baharuddin memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Filipina, tepatnya di kota Los Banos pada 1981. Dalam pendidikan ini, ia kembali mengambil jurusan kehutanan dan berhasil mendapatkan gelar Magister pada 1983.
Selanjutnya, kecintaannya kepada bidang ilmu ini membuatnya menyelesaikan Program Magisternya. Ia pulang ke Indonesia dan kembali meneruskan pendidikannya ke jenjang Doktor di Universitas Padjadjaran (Unpad), Jawa Barat. Hampir sama dengan S1-nya, ketika kuliah di Unpad beberapa mata kuliah mengharuskan Baharuddin untuk mengambil di universitas yang berbeda.
“Di Unpad dipelajari juga mengenai kehutanan. Ada beberapa pelajaran yang juga diambil di universitas lain, misalnya mengenai tanah, luas hutan itu hanya ada di ITB. Jadi kuliah di Unpad, ambil juga mata kuliah di ITB. Kalau tidak ada di satu tempat kita ambil di tempat lain,” ucap Baharuddin ketika diwawancara, Jum’at (12/5).
Meskipun terbilang melalui lika-liku perjalanan kuliah di beberapa universitas untuk memperoleh ilmu dalam menunjang profesinya, Prof Baharuddin berhasil melalui semuanya dan mendapatkan gelar Doktor pada 1994 di Unpad. Setelah itu, ia kembali mengabdi menjadi salah satu tenaga dosen di Fakultas Kehutanan Unhas.
Selama berkarir, Baharuddin juga telah mencatatkan namanya sebagai seseorang yang telah berhasil membuat alat untuk mengukur debit air. Alat tersebut ia buat ketika menjalani S2-nya di Los Banos, Filipina. Pengerjaannya memerlukan waktu hingga enam bulan untuk menyelesaikannya.
Kegunaan dari alat ciptaan Baharuddin tersebut dapat mengukur seberapa banyak air yang masuk kedalam daerah aliran sungai. Dengan alat ini, banyak manfaat untuk mengatasi banjir dengan menjadikannya sebagai alat pengukur untuk membuat sebuah bendungan.
Alat ciptaannya ini juga dapat mengetahui seberapa besar aliran sungai secara sekian liter kubik per detik. Fungsi ini belum didapatkan alat pengukuran air lainnya kala itu. Selain itu, dalam proses pembuatannya, Baharuddin menggunakan Metal sebagai bahan bakunya, menjadikan alat pengukur debit air tersebut anti karat dan tahan lama.
Jika dibandingkan dengan alat yang ada sekarang, ciptaan Baharuddin bisa mengukur debit air, 5 Cm di atas dasar sungai. Sedangkan alat modern yang ada sekarang ini tidak bisa mengukur dengan jarak sedekat itu karena kipasnya yang berada di luar.
Telah banyak manfaat yang diberikan kepada masyarakat dengan alat pengukur yang ia ciptakan. Tidak hanya itu, ia juga dikenal dibalik YTC Luwu, organisasi yang telah memberikan kemajuan untuk luwu dan palopo.
Hasil dari pemikiran Prof Baharuddin ini juga melatarbelakangi terbentuknya pembangunan sarana pendidikan di Kabupaten Luwu yaitu hadirnya Universitas Andi Djemma (Unanda) Palopo yang didirikan untuk menampung mahasiswa yang tidak mampu masuk kuliah di kota besar, seperti Makassar karena biaya tinggi.
Jadi, YTC Luwu inilah yang berperan mencerdaskan para generasi muda Luwu. Menurut Baharuddin, dulunya Luwu adalah daerah pemberontakan. Hal itulah yang menjadi dasar Baharuddin dan 15 orang lainnya berusaha untuk menciptakan perkembangan dan mewujudkan generasi muda cerdas dengan bersekolah.
Dalam perjalannya, penelitian, inovasi, pemikiran, dedikasi dan sumbangsih yang telah Prof Baharuddin berikan untuk masyarakat, menyadarkan bahwa sebaiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.