Pada 28 Maret lalu Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali membuat gebrakan baru. Lewat sebuah poster rekrutmen yang tersebar di platform media sosial Instagram, Universitas Hasanuddin (Unhas) secara resmi membuka pendaftaran pegawai untuk Bank Unhas hingga 09 April 2025.
Di kampus lain, pendirian bank telah direalisasikan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM). Kini UGM menjadi satu-satunya kampus yang memiliki Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Bank yang didirikan sejak 1977 menjadi satu-satunya yang dimiliki oleh kampus negeri di Indonesia dan Unhas menyusul menjadi kampus kedua yang memiliki bank sendiri.
Rencana pendirian Bank Unhas merupakan gagasan yang telah muncul sejak setahun lalu dari Rektor Unhas, Prof Dr Ir Jamaluddin Jompa MSc. Bank ini mulai dirintis sejak November 2024. Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Unhas merupakan hasil akuisisi terhadap BPR Harapan Sejahtera Malili yang sebelumnya berkantor pusat di Luwu Timur.
Akuisisi terhadap BPR Harapan Sejahtera Malili dilakukan karena adanya kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menganjurkan untuk tidak mendirikan bank baru, melainkan menyehatkan bank yang sudah ada. Dana yang dikeluarkan oleh Unhas untuk membeli bank tersebut sebesar lima miliar rupiah.
Direktur Pengembangan Usaha dan Pemanfaatan Aset (PUPA) Unhas, Dr Ir Syahriadi Kadir MSi, ia mengatakan, Bank Unhas akan berkantor di gedung Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas. Sementara itu, di Luwu Timur akan menjadi kantor cabang BPR Unhas.
“Dana layanannya nanti tidak hanya untuk warga Unhas, masyarakat sekitar juga bisa,” terang Syahriadi saat ditemui di ruangannya, Kamis (24/04).
Bank Unhas didirikan untuk memudahkan seluruh civitas academica dalam mengakses layanan perbankan. Bank Unhas hadir untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui produk-produk tabungan mahasiswa, kredit pendidikan, serta layanan perbankan digital seperti mobile dan internet banking.
Syahriadi juga menyebut, Bank Unhas akan menyiapkan skema pinjaman bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Melalui kebijakan ini, Unhas ingin memastikan bahwa tak ada satupun mahasiswanya terhambat untuk melanjutkan pendidikan hanya karena alasan biaya.
“Jika seorang mahasiswa dianggap benar-benar membutuhkan, kami tidak ingin dia kesulitan membayar UKT hanya karena kekurangan dana dua juta, misalnya,” lanjutnya.
Meski Ia menilai, mahasiswa belum tergolong sebagai nasabah yang bankable secara formal. Akan tetapi, pihak Unhas menganggap mereka tetap layak mendapatkan akses pembiayaan dengan pertimbangan sosial dan akademik.
Kendati demikian, Kepala Subdirektorat Pengembangan Usaha Unhas, Dr A Nur Baumassepe mengatakan, kebijakan untuk peminjaman mahasiswa yang mengalami kesulitan pembayaran UKT belum dibicarakan lebih lanjut. Menurutnya, perlu ada kajian mendalam untuk melihat seberapa efektif dari regulasi itu.
“Kebijakan seperti itu bergantung dari komisaris sama OJK, Jadi belum ada arahan bahwa apakah itu mau dipakai untuk UKT,” terangnya saat ditemui di Gedung Rektorat Unhas, Senin (04/08).
Pendirian bank milik Unhas ini juga dinilai cukup unik oleh sebagian mahasiswa. Salah satunya datang dari mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas meskipun ia mengaku masih mempertanyakan urgensi dibentuknya bank tersebut.
“Teman-teman juga saat ini masih mengkaji lebih dalam, apa sebenarnya urgensi dari pendirian bank Unhas ini,” ujar Edi (nama samaran) saat ditemui pada Rabu (07/05).
Menurutnya, jika memang Bank Unhas didirikan untuk memberi kemudahan bagi mahasiswa, dosen, maupun civitas academica lainnya, maka itu adalah langkah yang mulia. Meski demikian, kebingungan dan kekhawatiran turut menyelimuti sejumlah mahasiswa Unhas.
“Bahkan kalau saya ketemu teman-teman dari fakultas lain, saya masih suka bertanya-tanya, apa sebenarnya urgensi dari kehadiran Bank Unhas ini? Ketakutan teman-teman juga, jangan sampai nantinya kita diwajibkan menjadi nasabah,” tuturnya.
Ia melanjutkan, pendirian Bank Unhas dinilai tidak melibatkan diskusi publik dan terkesan terburu-buru. Pendirian Bank Unhas dipertanyakan karena tampak dilakukan tanpa melibatkan mahasiswa dan dosen melalui sosialisasi, sehingga banyak pihak merasa minim informasi.
Sementara itu, ahli moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas, Prof Dr Marzuki DEA menilai, langkah Unhas mendirikan bank merupakan keputusan yang tepat. Menurutnya, pendirian Bank Unhas ini memiliki banyak manfaat, terutama dalam mengelola urusan pembayaran, sistem pinjam-meminjam, serta pengelolaan aset keuangan di lingkungan kampus.
Marzuki menegaskan, pendirian dan pengelolaan bank perlu didasari kepercayaan dan modal yang kuat. Keberhasilannya sangat bergantung pada kepemimpinan yang profesional dan visi yang jelas agar dapat berkembang menjadi bank besar di masa depan.
“Bank itu lembaga kepercayaan dan bisnis yang berisiko tinggi, sehingga memang harus didasari dulu modal besar yang nanti menjadi dasar kepercayaan, kalau modalnya terbatas bagaimana orang bisa percaya,” beber Marzuki melalui telepon, Kamis (17/4).
Ia juga menyatakan, BPR Unhas harus fokus terlebih dahulu pada pelayanan bagi civitas academica, seperti kelancaran transaksi pembayaran, penyediaan fasilitas pinjaman bagi pegawai maupun mahasiswa, serta pengembangan literasi keuangan bagi warga Unhas.
Kesiapan Dewan Direksi
Bank Unhas yang ditargetkan akan diluncurkan pada September mendatang dengan modal dana 15,5 miliar ini telah memiliki Komisaris Utama, yaitu Prof Subehan SSi MPharm Sc PhD Apt, dan Anggota Dewan Komisaris, Prof Dr Anas Iswanto Anwar SE MA.
Sementara itu, Dewan Direksi Bank Unhas masih dalam tahap pengujian oleh pihak OJK dengan mengajukan Henry Kisinger Sappetaw sebagai Direktur Utama dan Guntur Addin sebagai Direktur Kepatuhan. “Uji kelayakan OJK telah dilaksanakan pada 12 Agustus,” tulis Ketua Tim Ahli Komisaris Bank Unhas, Ali Baba SE Ak MM melalui WhatsApp, Jumat (15/08).
Setelah mengikuti ujian kepatuhan dari OJK, Henry Kisinger Sappetaw resmi ditetapkan menjadi Direktur Utama dan Guntur Addin sebagai Direktur Kepatuhan Bank Unhas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Unhas, Selasa (19/08). Penetapan ini juga didasarkan oleh persetujuan OJK setelah menelaah jejak rekam dan kompetensinya dalam industri BPR.
Ismail Basri, Rika Sartika
