Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin (Unhas) mengadakan Dialog Kemahasiswaan bertajuk “Dulu, Kini dan Esok; Catatan Kritis Terhadap Dinamika Lembaga Kemahasiswaan di Indonesia.” Kegiatan diselenggarakan secara hybrid di Gedung Ipteks Unhas dan Zoom Meeting, Rabu (15/2).
Dialog ini merupakan kilas balik lembaga kemahasiswaan di tahun 70-an. Menghadirkan salah satu aktivis sekaligus dosen purnabakti Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Abdul Madjid Sallatu SE MA.
Dalam kesempatan itu, Madjid menceritakan beberapa permasalahan dan kondisi yang dialami lembaga kemahasiswaan di masa itu.
“Saat itu, salah satu lembaga kemahasiswaan yaitu dewan mahasiswa harus ditiadakan karena beberapa permasalahan. Dapat dikatakan, saya merupakan wakil ketua dewan mahasiswa yang pertama dan terakhir,” tuturnya.
Pada era ini pula, terdapat ‘tembok’ tinggi yang memisahkan antar fakultas sehingga dibutuhkan inovasi baru.
“Pada masa jabatan Prof Amiruddin sebagai rektor 1973-1982, tembok tinggi fakultas perlahan mulai dibaurkan, mahasiswa lintas fakultas disatukan di latihan kepemimpinan perdana pada 1974. Sudah tidak ada lagi sekat sekat antar fakultas karena semuanya berbaur dalam wawasan keunhasan,” ujar Madjid.
Dalam kesempatan yang sama, Madjid menjelaskan para mahasiswa harus mengetahui apa relevansi antara dunia kemahasiswaan dan dunia akademik.
“Dunia kemahasiswaan dan dunia akademik tidak bisa dipisahkan, kuliah pada dasarnya pengantar membaca literatur. Ketika mendalami suatu disiplin ilmu, kita harus mendalami sampai tau filsafat dari ilmu tersebut supaya bisa diskusi dengan disiplin ilmu lain,” pungkasnya.
Sebagai penutup, Madjid membeberkan eksistensi lembaga kemahasiswaan sebagai service delivery atau pengantaran layanan. Layanan yang diberikan lembaga kemahasiswaan kepada mahasiswa harus mencakup student interest hingga student responsibility.
ugi fitri