Pemerintahan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman, baru saja berakhir pada 5 September lalu. Ia kemudian digantikan oleh Bahtiar Baharuddin yang dilantik langsung oleh Presiden Joko Widodo bersama sembilan penjabat (PJ) Gubernur lainnya.
Pergantian ini tidak mudah karena perlu melalui beberapa proses. Lantas bagaimana sebenarnya mekanisme dan kriteria PJ Gubernur dalam penunjukannya? Berikut Wawancara Khusus reporter PK identitas Unhas, Miftahul Janna dengan pakar politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof Dr Phill Sukri SIP MSi, Kamis (09/08).
Bentuk kekosongan jabatan seperti apa yang memungkinkan terjadinya penunjukan PJ kepala daerah?
Pada prinsipnya, penunjukan PJ itu diletakkan pada kerangka bahwa sebuah institusi harus terus berjalan dan tidak boleh berhenti. Karena itu, jika ada posisi yang harus kosong, entah karena sakit, meninggal, termasuk habis masa jabatan, maka suka atau tidak suka, itu harus diisi supaya sistem bisa tetap bekerja. Sebab setiap posisi di dalam organisasi punya fungsi dan ketika sistemnya tidak berjalan, maka bisa jadi mengganggu struktur pemerintahan di bawahnya, apa lagi ini kepala daerah.
Apa saja kriteria PJ kepala daerah seperti gubernur?
Syarat PJ gubernur secara administratif, yaitu pernah menjabat untuk jabatan pimpinan tinggi pratama, memenuhi syarat kesehatan, usia dan seterusnya. Adapun standar non-administratif biasanya haruslah orang yang paham kondisi wilayah penempatan dan bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat. Itulah kenapa biasanya orang yang dipilih adalah putra daerah atau orang yang mengenal daerah.
Apakah seorang akademisi boleh untuk menjadi PJ gubernur?
Di beberapa daerah memang sejumlah akademisi disebutkan. Alasannya pertama, memenuhi syarat administratif karena jabatannya setara dengan dirjen. Kedua, dianggap punya kemampuan teoritik yang bagus dan bisa mengimplementasikan di lapangan. Ketiga, jabatan para akademisi sifatnya non-partai, artinya dia tidak memiliki kepentingan politik sehingga bisa fokus menangani daerah.
Bagaimana mekanisme penunjukan PJ kepala daerah dan akankah PJ juga berpotensi diperpanjang masa jabatannya jika evaluasi kinerjanya memuaskan?
Berdasarkan ketentuan, satu bulan menjelang habisnya masa jabatan definitif (pejabat terpilih dalam pilkada), DPRD melakukan rapat paripurna pengumuman akhir masa jabatan sekaligus menerbitkan surat pemberhentian. Setelah itu, DPRD melakukan penjaringan tiga nama calon melalui rapat paripurna. Untuk level gubernur, nama-nama itu dikirim ke Kemendagri lalu ke presiden. Selanjutkan, penentuan nama terpilih dilakukan melalui sidang akhir yang dipimpin presiden.
Kalau kita berbicara masalah transisinya kalau sudah ada definitif, ya sudah berhenti. Dilantik definitif otomatis berhenti penjabat. Masalah evaluasinya, jika dia memiliki etos kerja yang baik ada kemungkinan akan diperpanjang tapi proses penambahan waktu hanya berlaku sampai terpilihnya definitif. Kecuali jika dia ikut pilkada, bisa juga karena itu hak warga negara.
Berapa tahun maksimal seseorang menjadi PJ kepala daerah?
Biasanya satu tahun dan masih bisa diperpanjang maksimal satu kali periode. Adapun jika satu atau dua bulan kemudian dievaluasi dan kinerjanya dianggap kurang optimal, maka boleh saja jabatannya dicabut. Sebab PJ tidak berlaku seperti periode kepala daerah yakni satu hingga lima tahun. Surat keputusannya mungkin disebutkan enam bulan atau satu tahun, tapi bisa diputuskan di tengah jalan ketika hasil evaluasinya tidak maksimal.
Apa saja dampak yang akan terjadi jika suatu daerah dipimpin oleh PJ gubernur?
Kalau dampaknya saya kira karena dia PJ tentu ada keterbatasan wewenang, ada beberapa kebijakan yang tidak bisa diambil seperti pejabat definitif. Misalnya merancang kebijakan keuangan jangka panjang. Itulah kenapa diharapkan tidak terlalu lama karena tetap saja masih ada hambatan-hambatannya.
Menurut Anda, apa tantangan terbesar yang akan dihadapi PJ terpilih nanti jika melihat dari kinerja gubernur definitif sebelumnya?
Seorang penjabat harus siap menjalankan tanggung jawab dari pelantikan hingga selesai. Jadi apa yang ditinggalkan pejabat definitif akan diteruskan oleh PJ selama dianggap masih relevan. Jika kita lihat situasi sekarang, PJ kepala daerah perlu sigap menjaga stabilitas politik menjang pilkada. Pada saat yang bersamaan pula, dia tidak boleh memihak dan harus terbuka kepada semua pihak. Ini sebenarnya tantangan penting yang harus dilihat karena godaan untuk bersikap tidak netral dan seterusnya bisa saja muncul.
Catatan yang perlu diperhatikan bahwa dia harus memastikan pemerintah jalan terus, pelayanan dan program yang ada, proses transisi tidak banyak bergejolak, semuanya berjalan seperti biasa. Bahkan kalau boleh lebih baik lagi, memastikan kondisi tahun politik ini aman terkendali sampai terpilihnya definitif.