Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan dua isu sentral dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kedua aspek ini saling berkaitan dan memerlukan perhatian serius dari berbagai pemangku kepentingan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Berbagai kebijakan dan program telah diimplementasikan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif sambil mengurangi kesenjangan sosial. Data terbaru menunjukkan tren positif dengan penurunan tingkat kemiskinan dari 11,36 persen pada 2013 menjadi 9,3 persen di tahun 2024. Meski begitu, masih banyak tantangan yang perlu diatasi.
Untuk membahas mengenai dinamika pertumbuhan ekonomi dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, berikut wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas, Azzahra Dzahabiyyah Asyila Rahma, bersama dengan salah satu dosen bidang ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas, Dr Munawwarah S Mubarak SE MSi, Kamis (24/10).
Menurut Anda, tantangan apa yang saat ini tengah dihadapi Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi?
Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas atau angka pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga kualitasnya. Kualitas dalam hal ini berarti jarak antara si kaya dan si miskin harus kecil melalui pemerataan distribusi pendapatan. Meskipun pertumbuhan ekonomi tinggi merupakan salah satu tujuan pembangunan ekonomi, aspek lingkungan juga perlu diperhatikan. Jangan sampai mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi namun merusak lingkungan, karena harus mempertimbangkan keberlanjutan untuk anak cucu di masa depan.
Bagaimana menurut Anda tentang kebijakan pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta peran investasi asing di baliknya?
Infrastruktur merupakan capital atau barang modal yang menjadi salah satu faktor produksi utama untuk mendorong produksi. Peran infrastruktur sangat besar dalam mendukung kegiatan produksi suatu negara dan perusahaan dalam skala besar.
Adapun investasi asing, sesuai dengan teori makroekonomi, multiplier effect dari investasi sangat besar, baik investasi dalam maupun luar negeri. Dalam permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi terdiri dari empat komponen yaitu konsumsi, investasi, government expenditure, dan ekspor-impor. Komponen yang memiliki pengaruh terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Investasi luar negeri memiliki peran sangat besar terhadap agregat output, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan PDB melalui multiplier effect-nya.
Bagaimana peran teknologi dan digitalisasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia?
Teknologi merupakan salah satu faktor produksi penting. Mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi Solow-Cobb-Douglas, kuantitas merupakan fungsi dari teknologi, labor, dan capital. Di samping tenaga kerja dan modal, teknologi harus didorong. Dalam era sekarang, teknologi harus dimanfaatkan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan produksi. Digitalisasi juga sangat penting, terutama dalam skala perusahaan, misalnya untuk mempromosikan produk melalui media sosial yang perannya sangat besar.
Apa langkah konkrit yang harus diambil pemerintah dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Pertumbuhan ekonomi ditopang oleh empat komponen yaitu konsumsi, investasi, government expenditure, dan ekspor-impor. Semua pilar ini harus didorong, namun multiplier effect terbesar ada pada investasi. Untuk meningkatkan produktivitas, lebih baik mendorong investasi karena produktivitasnya sangat besar dibanding ketiga pilar lainnya. Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen, dengan kontribusi terbesar dari konsumsi. Namun, berdasarkan pengalaman negara maju, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi harus didorong oleh investasi, di samping government expenditure dan ekspor-impor.
Pertumbuhan ekonomi juga sejalan dengan angka kemiskinan. Bagaimana strategi pemerintah saat ini dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia?
Berdasarkan data media, trend angka penurunan kemiskinan setiap tahun menurun. Persentase penduduk miskin dihitung dari jumlah orang miskin dibagi dengan jumlah penduduk. Saat ini persentase kemiskinan ada di angka 9 persen, yang berarti sekitar 20 juta orang miskin dari total 280 juta penduduk Indonesia.
Dari Data BPS menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia turun dari 11,36 persen pada Maret 2013 menjadi 9,3 persen pada 2024. Menurut Anda, faktor apa yang paling berkontribusi terhadap penurunan ini?
Terlepas dari pertumbuhan ekonomi, peran pemerintah dalam mengurangi gap antara si kaya dan si miskin menjadi faktor penting. Dalam teori ekonomi pembangunan, dikenal istilah P0 dan P1. P0 adalah angka kemiskinan yang merupakan rasio antara orang miskin dengan jumlah penduduk, sementara P1 adalah keparahan kemiskinan atau property gap index. Data menunjukkan bahwa baik P0 maupun P1 mengalami penurunan setiap tahun, yang berarti gap antara garis kemiskinan dengan kondisi masyarakat semakin mengecil.
Apa pendapat Anda tentang program bantuan sosial pemerintah seperti Kartu Prakerja dalam mengurangi angka kemiskinan?
Program bantuan sosial, termasuk subsidi dan Kartu Prakerja, sangat berpengaruh dalam pengurangan kemiskinan. Program-program ini merupakan implementasi kebijakan pemerintah yang efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Bagaimana dampak pandemi Covid-19 terhadap upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, dan apa strategi pemulihan yang Anda sarankan?
Covid-19 merupakan shock variable yang tidak dapat diprediksi, seperti bencana alam. Namun, sekarang ada rational expectation dimana masyarakat berpikir rasional untuk perbaikan di masa depan. Harapannya ke depan tidak ada lagi shock variable seperti pandemi yang dapat mengganggu upaya pengentasan kemiskinan.
Data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia mencapai 4,82 persen pada Februari 2024. Bagaimana cara mengurangi pengangguran sambil mengurangi kemiskinan?
Masalah pengangguran terjadi karena ketidaksesuaian antara supply of labor dengan demand for labor. Banyak pengangguran terdidik, yaitu orang yang tidak bekerja namun memiliki pendidikan tinggi, karena merasa tidak sesuai dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Solusinya adalah pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik tenaga kerja yang ada, sehingga tenaga kerja yang menganggur dapat terserap dengan baik.
Menurut Anda, seberapa penting peran pendidikan dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia?
Pendidikan sangat penting karena merupakan salah satu faktor utama dalam IPM (Indeks Pembangunan Manusia). IPM mengukur seberapa besar human capital atau modal manusia untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Selain pendidikan, kesehatan dan keterampilan-keterampilan lain juga perlu digenjot untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Menkeu mengharapkan penurunan ekstrim angka kemiskinan mendekati 0 persen pada akhir tahun 2024. Menurut Anda, apakah target ini realistis?
Target Sri Mulyani untuk menurunkan angka kemiskinan dari 9 persen menjadi 0 persen dinilai cukup ekstrim. Pendekatan yang lebih moderat dengan penurunan bertahap mungkin lebih realistis, asalkan trendnya tetap menurun. Namun, mengingat kapasitas Menteri Sri Mulyani yang sudah berpengalaman selama empat periode dan tiga presiden, kemungkinan ada program kerja yang lebih efektif untuk mencapai target tersebut. Sebagai akademisi di Fakultas Ekonomi, kita mendukung dan mendoakan keberhasilan program kerja tersebut.
Informasi narasumber:
09 November 1987
Dr Munawwarah S Mubarak SE MSi
Dosen Ekonomi Pembangunan FEB Unhas
Riwayat pendidikan:
S1, S2, dan S3 Ilmu Ekonomi FEB Unhas