Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Nur Hidayati membahas isu pesisir dan kelautan nusantara yang dianggap sebagai ruang hidup dan penghidupan pada Webinar Nasional FISHFEST 2021. Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Keluarga (HMJ) Mahasiswa Perikanan (Kemapi) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas, kegiatan bertemakan “Fisheries Sustainability for Marine Ecosystem” ini berlangsung melalui Zoom Meeting, Sabtu (19/6).
Pada kesempatannya, Yaya mengatakan, beberapa tahun belakangan hingga kini, laut dianggap sebagai masa depan kehidupan di Indonesia. Secara global, bahkan terdapat istilah blue ekonomi.
“Namun, ancaman ruang hidup dan penghidupan di wilayah pesisir dan laut tidak kalah besar nyatanya dimulai dari darat. Kita lihat bagaimana pola pembangunan di darat yang sarat dengan eksploitasi menghasilkan limbah dalam jumlah yang sangat besar, polutan dari pabrik-pabrik yang tidak diolah dan berakhir di laut,” ujar Yaya.
Ia menambahkan, untuk memulihkan ruang hidup dan penghidupan, perlunya mengubah cara pandang yang antroposentrik menjadi ekosentrik. Kegagalan model pembangunan di darat perlu diperhatikan agar tidak terulang kembali di wilayah laut dan pesisir.
“Jangan mengulang kesalahan cara pandang antroposentrik yang sudah dilakukan di daratan, yakni sumber daya alam dilihat sebagai komoditi. Kepentingan manusia lebih diutamakan diatas kepentingan alam. Sebaiknya, menggunakan cara pandang ekosentrik, di kana komponen manusia dan nonmanusia adalah faktor yang sama-sama penting,” jelas Yaya.
Diakhir kesempatan, ia menegaskan perlunya safeguard dan indikator perlindungan daya dukung alam untuk keberlanjutan kehidupan rakyat yang adil dan lestari. Misalnya, apakah suatu kehidupan berbasis sumber daya menjadi business oriented dan lain sebagainya.
“Laut kita saat ini ibarat tong sampah. Namun, wilayah laut saat ini dipromosikan sebagai potensi atau masa depan untuk ekonomi,” tutup Yaya.
Winona Vanessa HN