Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mengadakan diskusi terkait Ancaman Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri) Terhadap Kebebasan Publik. Kegiatan ini dilaksanakan secara online melalui Zoom meeting, Selasa (25/06).
Koordinator KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini. Fatkhul menyampaikan, alasan utama mengapa RUU Polri harus ditolak karena melanggar aturan kebebasan berpendapat, utamanya untuk pers.
Alasan lainnya adalah karena kepentingan nasional yang rentan dijadikan sebagai alat politik.
“Saya khawatir adanya kepentingan nasional dalam RUU Polri ini sangat rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kewenangan penyadapan yang diberikan kepada kepolisian melalui RUU ini dinilai terlalu luas tanpa mekanisme kontrol yang memadai. Hal ini berpotensi disalahgunakan untuk melakukan penyadapan tanpa prosedur hukum yang jelas.
RUU Polri juga memberikan kepolisian komando untuk membina pengamanan masyarakat. Ini dinilai terlalu berlebihan dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.
Selain itu, peningkatan batas usia pensiun bagi anggota kepolisian dinilai tidak memiliki dasar yang kuat dan dapat menimbulkan permasalahan dalam jenjang karir kepemimpinan di tubuh Polri.
Poin terakhir yang menjadi alasan penolakan adalah daftar kewenangan yang tidak jelas dan dapat menimbulkan tumpang tindih dalam institusi. Pembahasan RUU ini juga terkesan secara terburu-buru tanpa melibatkan partisipasi publik yang luas.
“Kita harus menggalang kekuatan bersama dengan mengadakan diskusi di luar dan di lingkungan kampus. Serta tidak berhenti pada diskusi hari ini mengenai revisi RUU Polri,” tutupnya.
Muh Fadhel Perdana