Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Universitas Hasanuddin (Unhas) berkerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mengadakan diskusi publik bertajuk “Praktik Otoritarianisme melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP)”. Agenda berlangsung di Danau Unhas, Senin (28/07).
Kegiatan ini menghadirkan Dosen FH Unhas, Fajlurrahman Jurdi SH MH sebagai narasumber. Dalam kesempatannya, ia mengatakan R-KUHAP akan menjadi alat pemukul yang paling berbahaya bagi masyarakat jika tidak dikontrol dengan baik.
“Ada pasal-pasal yang memungkinkan penegak hukum untuk mengambil kita tanpa proses hukum,” ungkapnya.
Selanjutnya, ia memaparkan prinsip pemikiran dari negara kekuasaan yang digunakan. Ia memberikan sebuah contoh berupa pembakaran rumah, setelah rumah hangus terbakar dan pemilik merasa keberatan, maka masalah tersebut dapat di proses di pengadilan. Menurutnya, konsep ini bukan pemikiran negara hukum.
Lebih lanjut, Ketua Pusat Kajian Kejaksaan FH Unhas itu mengutarakan terkait kesalahan dalam tafsir hukum. Ia menjelaskan terdapat sebuah kasus yang mempunyai keterkaitan peristiwa dan pasal yang sama, namun memiliki hasil akhir putusan yang berbeda.
Di samping itu, ia menerangkan mengenai konsep era sekarang yang telah memasuki zaman demokrasi. Menurutnya, zaman ini lebih mengedepankan diskusi secara deliberatif, yakni komunikasi untuk mencapai pengambilan keputusan melalui pertukaran ide, argumen, dan pertimbangan berbagai perspektif.
Sebagai penutup, Fajlurrahman menuturkan mengenai konsep sebenarnya dari demokrasi. Dalam hal ini, citra diri demokrasi merupakan masyarakat sipil yang memiliki peran aktif terhadap negara.
“Suara rakyat adalah suara tuhan, jika suara tuhan itu dibajak oleh para penguasa, maka matilah demokrasi dan selesailah kita,” pungkasnya.
Fadhlil Azhim
