Aliansi Penjaga Jejak Peradaban menggelar diskusi publik terbuka bertajuk “Sentralisasi Artefak: Solusi atau Merusak Data”. Kegiatan menghadirkan Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat daerah Sulampapua periode 2015-2028, Dr Supriadi sebagai pembicara. Agenda berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting, Senin (01/09).
Dalam diskusinya, Supriadi menyoroti isu sentralisasi artefak oleh Badan Riset dan inovasi Nasional (BRIN). Menurutnya, pemindahan artefak ke Cibinong berpotensi menghilangkan konteks penting yang melekat pada setiap temuan arkeologis.
“Artefak bukan sekedar benda mati. Ia memiliki nilai, keterkaitan dengan masyarakat, serta konteks lingkungan. Jika dia kehilangan konteksnya, artefak tidak lagi memberi informasi,” jelasnya.
Supriadi juga mengungkapkan bahwa sentralisasi dapat membatasi akses peneliti, mahasiswa, dan pemerhati budaya di daerah. Padahal, Artefak yang tersimpan di Makassar selama ini bukan hanya sumber penelitian, tetapi juga menjadi media pembelajaran.
Lebih lanjut, dosen departemen Arkeologi FIB Unhas itu juga menyoroti adanya keterikatan emosional antara masyarakat dengan artefak sebagai warisan leluhur dan identitas budaya. Menurutnya, jika semua koleksi dipindahkan, ada kekhawatiran yang muncul dengan pengetahuan kembali terpusat di Pulau Jawa.
Sebagai penutup, Supriadi mengusulkan agar BRIN tidak memindahkan seluruh artefak, melainkan cukup membawa koleksi representatif dari berbagai periode. Oleh karena itu, artefak lain sebaiknya tetap disimpan dan dikelola sebagai sumber pembelajaran dan kebanggaan masyarakat.
“Kalau BRIN bisa melakukan, tidak usah mengangkut semuanya, cukup mengambil beberapa sampel yang merepresentasikan kebudayaan. Dengan begitu, artefak lain tetap bisa dipelajari di daerah,” tutupnya.
Rizqiyah Awaliyah
