Dosen Farmasi Unhas, Abdul Rahim SSi MSi PhD Apt menjadi narasumber pada Talkshow Jalur Rempah Jalan Budaya yang berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Unhas, Selasa (20/08).
Pada kesempatan ini, Rahim menyebut, kondisi lingkungan di Sulawesi Selatan (Sulsel) mendukung pertumbuhan tanaman obat dengan kandungan zat yang berbeda dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Oleh karena itu, Sulsel memiliki banyak kearifan lokal, salah satunya tumbuhan obat dengan berbagai jenis dan manfaat.
Penggunaan ramuan tradisional di Sulsel yang biasa dilakukan dukun atau sering disebut sanro menunjukkan keragaman dalam komposisi bahan.
Beberapa ramuan menggunakan satu bahan, sementara yang lain menggunakan kombinasi beberapa bahan. Jika diamati, kecenderungan ini sering kali mencerminkan pengaruh kebudayaan dari berbagai negara.
“Pengobatan yang terpengaruh budaya Arab cenderung menggunakan satu bahan, sementara dari Cina sering kali menggunakan berbagai kombinasi bahan,” ujar Rahim.
Dalam konteks farmasi, Rahim menjelaskan, pelaporan obat baru penting memiliki pustaka yang diakui dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai referensi. Ramuan tersebut harus memiliki literatur yang menunjukkan penggunaannya secara turun-temurun.
“Oleh karena itu, penting untuk mencantumkan sumber literatur dari mana ramuan tersebut diperoleh,” jelasnya.
Ia menyebutkan, informasi mengenai ramuan tradisional dapat ditempuh melalui studi etnomedisin, sebuah kajian tentang presepsi dan konsepsi masyarakat lokal dalam memahami kesehatan atau yang mempelajari sistem medis etnis tradisional.
Kementerian Kesehatan sendiri banyak melakukan survei untuk mempelajari obat-obatan dan bahan alam yang digunakan oleh etnis-etnis Sulsel. “Di Sulawesi Selatan, ada lontara pabbura yang menunjukkan bahwa masyarakat setempat telah lama menggunakan bahan alam sebagai sistem pengobatan mereka,” ucapnya.
Di akhir materi, Rahim menegaskan mengenai pentingnya untuk menjaga kelestarian tumbuhan obat agar kearifan lokal yang ada dapat tetap terjaga dan bermanfaat bagi masyarakat.
Rika Sartika