Pengamat Timur Tengah sekaligus Dosen Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin (Unhas), Supratman SS MA PhD menjadi salah satu komentator terbaik dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Pusat Studi Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Unhas.
FGD yang mengusung tema “Mengupas Kebudayaan Tiongkok di Sulawesi Selatan dari Perspektif Arkeologi dan Sejarah” dilaksanakan secara hibrida di Aula Prof Mattulada FIB Unhas, Rabu (06/11).
Ia mengatakan, pengaruh kebudayaan Tiongkok di Sulawesi Selatan sangat kuat dan terlihat dalam berbagai aspek, baik secara arkeologi maupun sejarah. Jejak kebudayaan itu dapat ditemukan dalam kitab I La Galigo, yang menyebut adanya negara China.
“Selain itu, pengaruh Tiongkok terlihat pada kuliner kita, seperti mie dan bakso, serta lagu tradisional seperti ‘Lagu Dongang’. Terdapat juga perkampungan-perkampungan Tionghoa, seperti Sanggalea di Maros, yang diyakini sebagai tempat pendaratan awal orang Tiongkok di wilayah tersebut. Penemuan benda-benda arkeologis, seperti nekara di Selayar juga menguatkan jejak interaksi budaya ini,” terangnya.
Hubungan sejarah antara kebudayaan Tiongkok dan Sulawesi Selatan serta kontribusi budaya tersebut memperkuat hubungan yang harmonis dengan negara lain. Ia pun menyampaikan bahwa warga Tionghoa merupakan saudara yang dapat hidup bersama tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang lainnya.
“Warga Tionghoa adalah saudara kita. Mari kita mulai hidup bersama sebagai sesama warga negara Indonesia tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang lainnya. Kita bisa bersatu menuju cita-cita Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa sebagai Supa ini berharap FGD ini dapat memperdalam wawasan terkait pengaruh kebudayaan Tiongkok di Sulawesi Selatan dan menambah pengetahuan terhadap budaya negara lain.
“Saya berharap ada penelitian serupa yang melibatkan berbagai latar belakang keilmuan untuk memperkaya pemahaman dan pelestarian budaya lokal serta budaya Tiongkok di Sulawesi Selatan, tutupnya.
Wahyu Alim Syah