Kabar duka terdengar dari Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) pada Senin (28/8) lalu. Seorang akademisi bernama Dr Ir Rindam Latief MS dikabarkan meninggal dunia. Sosoknya dikenal karena memiliki integritas dan semangat kerja yang tinggi.
Rindam mulai menempuh pendidikan tingginya di Unhas pada 1987 bidang Teknologi Hasil Pangan. Ia berhasil menorehkan prestasi sebagai wisudawan terbaik untuk periode kedua di masa itu.
Sebelum menjadi dosen, Rindam sempat bekerja sebagai praktisi di salah satu perusahaan yakni PT Markisa Segar. Ia kemudian diterima menjadi dosen dengan pangkat Penata Muda tingkat 1/IIIa pada 1989.
Tak beberapa lama setelahnya, Rindam melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan mengambil jurusan Ilmu Pangan. Ia berhasil menyelesaikan program magisternya itu pada 1993, juga berhasil meraih gelar doktor di kampus yang sama di usia 42 tahun pada 2006.
Kiprahnya tidak berhenti sampai di situ, sosok yang dikenal mudah bergaul ini turut aktif dalam berorganisasi baik profesi maupun non-profesi. Semasa mahasiswa, ia sempat tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), menjadi Ketua HIMATEPA, dan Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia.
Di luar daripada itu, ia merupakan pengurus di Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian dan Pengembangan Agribisnis (P3A) Pusat, Makassar, serta menjadi Pengelola Tim Technological and Profesional Skills Development Project (TPSDP) untuk Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (THP).
Calon guru besar yang tidak lama lagi dikukuhkan ini menurut koleganya merupakan sosok pemimpin yang sangat terstruktur, tegas, dan disiplin. Sikapnya itu diperlihatkan ketika menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister (S2) Teknik Agroindustri, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Unhas. Ia mampu mengatur pengelolaan pengajaran, pembagian mengajar, dosennya dan lain-lain dengan baik.
Sebagai sosok akademisi, Rindam juga memiliki segudang ide untuk diungkapkan. Ia dikenal suka berterus terang terkait ide dan tidak pernah menyimpan rapat gagasan yang dimiliki untuk dirinya sendiri.
“Dia selalu sampaikan dan tidak simpan-simpan, jadi kalau ada gagasan yang menurutnya bagus dia sampaikan langsung,” ungkap Prof Dr Mulyati Thahir, salah satu kolega sekaligus dosen Rindam semasa kuliah di Unhas.
Berbagai ide yang dimilikinya itu kemudian dibuat dalam banyak bentuk kegiatan riset dan pengabdian masyarakat. Ia aktif dalam kegiatan penelitian terkait bidang keilmuannya sejak 1993 dan telah menghasilkan banyak karya ilmiah yang telah dimanfaatkan masyarakat. Penelitiannya juga telah banyak dipublikasikan di berbagai jurnal nasional dan internasional bereputasi.
Selain itu, Rindam aktif memberikan materi di luar kelas baik dalam bentuk seminar maupun pelatihan. Tak jarang dipercayakan mengisi kegiatan yang diadakan Dinas Ketahanan Pangan untuk memberikan materi. Tidak hanya di tingkat lokal, bahkan ia juga sering menjadi pembicara di tingkat nasional maupun internasional.
Rindam merupakan sosok yang dikenal sangat ramah kepada setiap orang. Sejak menjadi mahasiswa, ia selalu tersenyum kepada setiap orang yang ditemuinya dan tidak pernah memperlihatkan kekesalannya, baik kepada teman sejawat maupun dosennya.
“Beliau selalu senyum dan tidak pernah memperlihatkan raut wajahnya yang tidak enak ke temannya dan ke kita dosennya,” kata Mulyati.
Mulyati yang telah menjadi sosok guru dan kolega bagi Rindam mengatakan pria kelahiran Wajo 2 Maret 1964 ini sebagai orang yang sangat tekun dan tidak neko-neko. Ia adalah tipe orang yang suka berterus terang. Ia juga merupakan seorang dosen yang sangat disegani para kolega dan mahasiswa didikannya.
Kepergiannya membuat haru segenap Sivitas Akademika Unhas dan kelak akan selalu dikenang oleh masyarakat luas atas jasa dan pengabdiannya. Ia meninggalkan seorang istri, tiga orang anak, dan seorang menantu.
Tridharma perguruan tinggi telah ia emban dengan baik semasa hidupnya. Kini ia menuju peristirahatan terakhirnya dengan menghadap sang ilahi. Rindam menghembuskan napas terakhirnya pada Senin (28/8) pagi hari setelah sempat dirawat sejak dua hari sebelumnya dirawat di rumah sakit. Kejadiannya begitu cepat, menurut Mulyati. Menjelang kematiannya, ia dibawa ke rumah sakit dengan keluhan diare dan keluar darah. Ia kemudian mendapatkan transfusi darah sebanyak empat kantong, dan HB-nya terus menurun.
Kepergiannya membuat Unhas sekali lagi kehilangan seorang sosok pemikir yang berintegritas dengan jiwa yang besar.
Zidan Patrio