Ketika memiliki penampilan menarik, banyak yang berasumsi seseorang akan mendapatkan segelintir hak istimewa. Terlebih lagi perempuan yang memiliki kecantikan fisik akan mendapat perlakuan berbeda yang lebih menguntungkan dari rekan sejawat dan atasannya. Fenomena ini populer di kalangan masyarakat dengan sebutan beauty privilege.
Sedikit menilik ke dunia kerja, tidak dipungkiri penampilan menarik sudah menjadi syarat wajib di beberapa perusahaan. Perusahaan biasanya menetapkan standar yang harus dipunyai para calon karyawan untuk menunjang keberhasilan instansi. Tak sedikit perusahaan pun mencantumkan good looking atau berpenampilan menarik dalam daftar syarat di pamflet lowongan kerja.
Ketentuan tersebut tentu banyak menimbulkan tanya sebab tidak ada tolak ukur seseorang bisa dikatakan berpenampilan menarik, sehingga dinilai subjektif. Timbul pula tanya bagi orang-orang yang dianggap berpenampilan tidak menarik, apakah sudah tidak ada tempat baginya untuk bekerja?
Lantas bagaimanakah seorang Human Resource Consultant (HRD) memandang polemik beauty privilege dan good looking dalam dunia kerja? Simak wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas, Yaslinda Utari Kasim bersama Dosen Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Diawana Fajriati Dewi SPsi MSc, Jumat (01/09).
Bagaimana Anda memandang lamaran yang mencantumkan syarat berpenampilan menarik? Apakah ini adalah bentuk diskriminasi?
Jadi di Indonesia memang banyak lamaran yang mencantumkan berpenampilan menarik. Saya juga cukup mengkritik secara pribadi hal tersebut. Karena kita tidak tahu indikator berpenampilan menarik seperti apa. Itu tidak ada indikator, kemudian kedua agak diskriminasi. Seseorang yang sudah berkuliah dan belajar namun diterima di perusahaan tidak sesuai dengan kompetensinya, sehingga hal tersebut sangat bias. Meskipun penampilan itu diperlukan di suatu perusahaan sebaiknya tidak perlu dicantumkan di flyer. Cukup perusahaan itu saja yang menilai penampilan pelamar tersebut.
Apakah berpenampilan menarik memang dibutuhkan oleh perusahaan secara psikologi?
Posisi frontliner membutuhkan penampilan menarik untuk bertemu dengan pelanggan. Seperti seorang customer service bank, marketing, dan sales yang bertemu langsung dengan mitra, penampilan menarik itu sangat penting. Misalnya di bank, terdapat nasabah-nasabah yang ‘berduit’ sehingga penampilan menjadi nilai tambah. Karena nasabah bisa saja berpindah apabila penampilan pegawai bank lainnya lebih menarik. Meski sangat subjektif, tapi semua posisi yang bertemu banyak orang tentu memerlukan penampilan menarik namun sebaiknya tidak usah disuarakan.
Bagaimana indikator atau tolak ukur berpenampilan menarik yang dimaksudkan suatu perusahaan dan sepenting apa hal tersebut?
Saya pun menanyakan hal tersebut sebab tidak ada indikator pastinya. Saya pribadi melihat definisi berpenampilan menarik itu mungkin rambut yang tersisir rapi, wajah terlihat segar dan berseri, dan berdandan. Dari pakaiannya juga sebaiknya terlihat rapi dan profesional. Tolak ukur profesional itu juga sebenarnya masih dipertanyakan. Cuma mungkin berpakaian profesional artinya menggunakan kemeja yang rapi. Masing-masing perusahaan memiliki standar yang berbeda, bisa jadi lebih tinggi daripada yang saya definisikan seperti menggunakan jas.
Padahal dalam perekrutan itu memang yang dibutuhkan kompetensi dan karakter. Namun kompetensi seseorang bisa ditingkatkan melalui sejumlah pelatihan, tapi tidak dengan karakter. Sebab karakter muncul di diri seseorang sejak lahir sehingga secara umum hal itu kah yang paling dibutuhkan. Tapi memang untuk pekerjaan tertentu yang bertemu langsung dengan pelanggan penampilan lebih dibutuhkan.
Apakah persyaratan minimal tinggi badan juga termasuk berpenampilan menarik yang dimaksudkan perusahaan?
Menurut saya ada dua alasan tinggi badan dicantumkan. Pertama mungkin apabila seseorang memiliki tubuh yang tinggi maka secara perseptual kita cenderung melihatnya cantik, berbanding terbalik dengan orang pendek. Kedua, tubuh yang tinggi berkaitan cenderung terlihat memiliki kekuatan lebih. Misalnya seorang sales yang bertubuh tinggi akan terlihat mempunyai kuasa dan lebih kuat daripada pelanggan. Jadi, satu memang dari kecantikannya dan dua adalah kekuatan.
Adakah pengaruh secara psikologi ke perusahaan apabila menerima karyawan yang berpenampilan tidak menarik?
Pengaruh menerima karyawan yang berpenampilan menarik atau tidak oleh perusahaan itu bergantung pada posisi yang dilamar. Bagi posisi yang bertemu banyak orang tentu tetap membutuhkan penampilan menarik. Saya tidak bisa melihat bayangan kedepannya, tapi saat ini perusahaan-perusahaan besar sudah kurang mencantumkan syarat itu. Namun, perusahaan menengah ke bawah masih terlihat menerapkannya. Seharusnya berpenampilan menarik tidak terlalu diprioritaskan kecuali bagi posisi yang bertemu banyak pelanggan namun jangan begitu disuarakan atau ditulis. Perusahaan sebaiknya menetapkan standar berpenampilan menarik secara tertutup dan tidak usah dibongkar.
Data diri narasumber
Dwiana Fajriati Dewi SPsi MSc
S1 di Universitas Hasanuddin, Indonesia
S2 di University of Nottingham, United Kingdom
Bidang Keahlian Work and Organisational Psychology